Sabtu 10 Mar 2018 09:15 WIB

Korupsi Penyelenggara Pilkada

Suap terhadap penyelenggara pilkada seperti di Garut bukan sesuatu yang baru.

Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Emerson Yuntho.
Foto:

Aktor korupsi yang terlibat korupsi mulai dari komisioner, bendahara, pegawai, pihak swasta, hingga peserta pemilu ataupun tim suksesnya. Nilai korupsi atau suap yang terjadi dapat mencapai puluhan juta hingga miliaran rupiah. Sedangkan modus korupsi yang umumnya terjadi di KPUD atau Panwaslu daerah adalah penyimpangan dalam pengadaan barang dan jasa, kegiatan dan perjalanan dinas fiktif, penyalahgunaan dana hibah pilkada dari APBD, penggelapan pajak, dan penggunaan uang negara untuk kepentingan pribadi.

Praktik korupsi dan politik uang yang melibatkan penyelenggara pilkada pada akhirnya, berdampak pada keraguan atas kualitas proses pilkada. Oleh karena itu, skandal demokrasi yang baru saja terjadi di Garut sebaiknya segera direspons secara cepat oleh penyelenggara pemilu, baik di pusat maupun daerah agar tidak merembet ataupun terulang ke daerah lain yang juga melaksanakan pilkada. Apalagi, dalam pilkada tahun 2018 akan dilakukan secara serentak di 171 daerah di Indonesia.

Kasus yang terjadi di Garut harus menjadi momentum bagi jajaran KPU dan Bawaslu untuk berbenah diri dan bertindak dalam rangka mengembalikan kepercayaan publik terhadap pelaksanaan pilkada mendatang. Sebagai langkah penegakan hukum, KPU dan Bawaslu dapat bekerja sama dengan Satgas Anti Politik Uang dalam mengusut aktor lain yang diduga terlibat ataupun pemodal dalam kasus suap-menyuap pejabat KPUD dan Panwaslu Garut ataupun kasus lainnya pada masa mendatang.

Sedangkan langkah administratif, sebaiknya KPU dan Bawaslu perlu melakukan investigasi lebih mendalam dan harus berani mengambil sanksi yang tegas berupa pemecatan kepada penyelenggara pemilu daerah yang terbukti korupsi serta menggantinya dengan figur yang lebih berintegritas.

Selain itu, pihak KPU juga harus berani membatalkan keikutsertaan pasangan calon kepala daerah yang menjadi aktor utama di balik penyuapan ini. Demi menjamin transparansi dan akuntabilitas dari kerja kedua lembaga tersebut, proses investigasi yang dilakukan dan hasilnya sebaiknya diumumkan secara terbuka agar dapat diakses oleh publik.

Tidak hanya mendorong KPUD, Panwaslu dan Penegak hukum untuk berkerja lebih keras, sebaiknya elemen masyarakat juga harus dilibatkan dalam melakukan pengawasan dan melaporkan dugaan politik uang ataupun penyimpangan korupsi di lembaga penyelenggara pemilu daerah. Tanpa dukungan dan partisipasi masyarakat, kejahatan pemilu dan korupsi di lembaga penyelenggara pilkada akan sulit diungkap.

Terakhir untuk memastikan bahwa Pilkada 2018 berjalan secara demokratis dan berintegritas, para petinggi partai politik dan jajarannya serta calon kepala daerah sebaiknya perlu diingatkan kembali untuk konsisten menjalankan deklarasi antipolitik uang yang telah ditandatangani.

Elite partai juga perlu mengawasi calon kepala daerah yang diusung beserta tim suksesnya untuk tidak melakukan segala cara-cara kotor, temasuk menggunakan politik uang, demi memenangi pilkada.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement