Rabu 08 Nov 2017 05:00 WIB

Ada Apa dengan Arab Saudi?

Seorang warga membawa bendera Arab Saudi (Ilustrasi)
Foto:

Ketika sejumlah kalangan masih bertanya-tanya terkait maksud radikalisme yang diucapkan menlu negeri itu, keinginan untuk melawan Islam radikal kembali diperkuat sang PM ketika diwawancarai oleh Aljazirah.

Penulis memang belum bisa menangkap arah yang jelas terkait penegasannya. Hanya, kalau itu--seperti sejumlah kawan yang berdiskusi dengan penulis--mengaitkan dengan keinginan untuk meninggalkan Wahabisme, menurut penulis, sangat sulit jika tidak ingin dikatakan sebagai sesuatu yang mustahil.

Sebab, jika benar seperti yang ada di benak sejumlah pihak, tidak ubahnya seperti keinginan sejumlah keinginan anak bangsa di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) untuk mengubah pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang dengan itu seperti pernah ditwitkan Prof Mahfud, seperti ingin mendirikan negara baru.

Penilaian tersebut sangat masuk akal, karena “perkawinan” negara Arab Saudi dengan ajaran Muhammad bin Abdul Wahhab tidak ubahnya perkawinan abadi yang tidak bisa diceraikan. Sebab, seperti disebutkan di dalam buku-buku sejarah, faktor ajaran Muhammad bin Abdul Wahhab-lah yang telah menjadikan Al Saud menjelma menjadi penguasa besar yang tadinya hanya berupa kepala suku kalahan dari para pesaingnya.

Maka, ketika terkait lontaran Islam moderat seperti yang telah digelindingkan sang PM kemudian diartikan tidak ingin melanggengkan “perkawinan” dengan Wahabisme, penulis kira hampir mustahil. Meskipun bukan tidak mungkin juga seiring hasrat untuk menarik investasi dalam rangka terbebas dari belenggu minyak supaya para investor merasa bebas dari stigmatisasi radikal yang selama ini selalu disematkan ke Wahabisme.

Analisis lain yang bisa dimajukan terkait lontaran Islam moderat tersebut adalah dalam rangka merespons tudingan yang telah dilakukan sekutu dekat Saudi, yaitu Amerika Serikat, yang beberapa waktu lalu Presiden Donald Trump telah menuding Iran sebagai radikal?

Kalau Iran radikal, bagaimana dengan Saudi yang ketika peristiwa 9/11 banyak pelaku yang dituding terkait dengan ajaran Wahabisme? Penulis kira, dalam rangka menolak tudingan balik itu, Saudi perlu menegaskan ketidakberpihakannya kepada Islam radikal.

Meskipun begitu, istilah kembali ke Islam moderat seperti ditegaskan PM tidak tepat, karena faktanya sejak berdiri sebagai akibat “perkawinan” memang belum ada jejak moderatnya.

Dengan kata lain, Islam moderat seperti yang PM lontarkan--menurut penulis--masih harus dicermati. Sebab, bukan tidak mungkin hal itu sekadar untuk tidak disamakan dengan Iran yang oleh Amerika Serikat dicap radikal.

Langkah tersebut juga sekaligus untuk mengurangi kritik arah absolusitas yang dengan beberapa tindakan belakangan ini menjadikan raja saat ini dan penggantinya kelak akan lebih berkuasa ketimbang Raja Abdul Aziz Al Saud sang pendiri kerajaan Arab Saudi.

Bahkan, bisa jadi Raja Abdul Aziz masih kalah berkuasa, karena selain harus menjaga keseimbangan antarsuku, juga harus berbagi dengan para ulama Wahabi.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement