Senin 23 Oct 2017 06:00 WIB

Bank Muamalat

Pengamat Ekonomi Syariah sekaligus Presiden Direktur Karim Consulting Indonesia Adiwarman Karim menjadi pembicara dalam seminar Perbankan Syariah bertajuk Rembuk Republik, Jakarta, Kamis (5/10).
Foto:

Bagaimana cara menambah bisnis Rp 20 triliun dalam waktu satu tahun merupakan kunci keberhasilan. Diperlukan segmen yang mempunyai karakter pertumbuhan yang cepat dengan risiko yang relatif rendah. Pilihan yang sesuai dengan karakter ini adalah segmen pembiayaan proyek infrastruktur pemerintah.

Setiap proyek infrastruktur memerlukan dua jenis pembiayaan, yaitu credit financing dan equity financing. Jenis credit financing biasanya merupakan segmen yang digarap bank-bank besar, yaitu bank konvensional kelas atas. Jenis equity financing tidak dapat dilakukan oleh bank-bank konvensional.

Berdasarkan regulasi yang ada, jenis pembiayaan equity financing dapat dilakukan oleh bank-bank syariah dan perusahaan Sarana Multi Infrastruktur. Inilah celah yang dapat dimanfaatkan oleh bank syariah.

Berbeda dengan praktik yang lazim pada tahun 90-an, saat ini instrumen pembiayaan equity financing dapat dibedakan menjadi corporate equity financing dan project equity financing. Yang corporate equity financing menyandang status junior obligor, sedangkan yang project equity financing dapat menyandang status senior obligor.

Dengan strategi ini, Bank Muamalat dapat bertumbuh cepat dengan risiko rendah. Strategi ini harus dilengkapi dengan strategi pembiayaan konsumer dengan sekuritisasi aset pembiayaan perumahan, yang juga merupakan program pemerintah dalam pengadaan sejuta rumah. Strategi ini memberikan platform lain untuk mencapai pertumbuhan tinggi dengan risiko yang relatif terkendali, dan yang paling penting adalah memberikan tambahan likuiditas.

Strategi lainnya adalah mengelola portofolio UKM yang selama ini menjadi tulang punggung Bank Muamalat. Walau strategi ini tidak memberikan tingkat pertumbuhan yang tinggi dan risiko yang relatif sedang, tetap penting dipertahankan agar tidak terjadi kekosongan pasar yang dapat menegasikan keberhasilan di segmen lain.

Segmen mikro merupakan segmen yang dapat diharapkan menghasilkan profit margin yang tinggi dengan risiko yang beragam dari rendah sampai tinggi. Keragaman risiko ini merupakan tantangan pemilihan model bisnis dan subsegmen yang tepat.

Bank BTPN Syariah yang juga bermain di segmen ini memiliki rasio laba terhadap rata-rata aset (ROA) 7,6 persen pada 2016, mirip dengan ROA Bank BRI segmen mikro yang 7,3 persen. Berbeda dengan kinerja Bank BNI segmen mikro dan UKM yang ROA-nya 3,3 persen, atau dengan Bank BTPN konvensional yang 3,1 persen. Juga berbeda dengan Bank Index yang 2,4 persen atau Bank Bukopin yang 1,6 persen. Jelas bank-bank ini menggarap subsegmen yang berbeda.

Ini juga terlihat dari rasio biaya operasi terhadap rata-rata pembiayaan (opex) mereka. Bank BTPN Syariah memiliki rasio 25,5 persen, BTPN konvensional 9,8 persen, BRI segmen mikro hanya 7,4 persen, Bank Bukopin hanya 4,3 persen, Bank Index hanya 3,5 persen, BNI segmen mikro UKM bahkan hanya 1,9 persen. Kejelian memilih subsegmen mikro ini menentukan keberhasilan Bank Muamalat.

Dukungan strategic investor, masyarakat luas, dan semua stakeholder akan membawa kebangkitan Bank Muamalat dan industri perbankan syariah. Bismillahi majreha wa mursaha.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement