Ahad 28 Aug 2016 05:00 WIB

Kewarganegaraan Ganda untuk Diaspora Indonesia?

Red: M Akbar
Arcandra Tahar
Foto:

Manfaat ketiga adalah akses kepemilikan pribadi akan terbuka lebar karena diakui sebagai warga negara sepenuhnya. Tentu ini akan berdampak kepada ekonomi pribadi atau keluarga yang bersangkutan. Sebagai wujud property right, akan diakui dan dijamin penuh oleh negara. Tidak akan ada tindakan restriktif oleh negara, sebagaimana perlakuan bagi WNA di negara tersebut.

Kemudian jika ditinjau dari segi 'tantangan' (jika tidak setuju dengan istilah kekurangan atau kerugian), ada beberapa hal yang akan menjadi 'tantangan' bagi yang memiliki status kewarganegaraan ganda tersebut.

Pertama, adanya kewajiban loyalitas yang sama kepada dua negara dalam waktu yang sama pula. Jika statusnya bipatride WNI dan Amerika Serikat, maka dalam waktu bersamaan mereka akan dipaksa oleh negara agar memberikan loyalitas penuh kepada dua negara tersebut, dengan model loyalitas yang berbeda secara unik.

Bisa dalam hal militer (seperti wajib militer), ketundukkan kepada hukum-peraturan kedua negara. Akan menjadi dilema secara psikologi politik lebih jauh, jika terjadi sengketa politik, persoalan diplomatik, sengketa ekonomi internasional, bahkan perang antara kedua negara yang mengakui status kewarganegaraan ganda, bagi orang tersebut. Kewarganegaraan ganda akan melahirkan loyalitas ganda dan tentunya bela negara ganda pula. Dan akhirnya akan memengaruhi konsepsi ketahanan nasional (national resilience) kedua negara.

Kedua, akan berimplikasi kepada kewajiban ganda dalam membayar pajak (double taxation). Misalkan WNI memiliki kewarganegaraan ganda dengan Inggris, maka kewajiban pajak harus dipenuhi kepada kedua negara tersebut. Bahkan ada beberapa negara yang mewajibkan harus tetap membayarkan pajak penghasilan, bagi warga negaranya walaupun tinggal dan berpenghasilan di negara lain.

Ketiga, payung hukum sampai pada aturan teknis yang harus dibuat oleh pemerintah mesti secara detail mengakomodasi dan mengantisipasi berbagai kemungkinan yang akan merugikan warga negara berstatus ganda.

Dan perkembangan menyangkut dua negara ini secara bersamaan akan sangat dinamis, apalagi dalam konteks lingkungan strategis kedua negara baik skala nasional, regional maupun internasional. Artinya kemungkinan akan terus terjadi perubahan dalam aturan (tentang kewarganegaraan ganda), mengikuti realita aspek lingkungan strategis kedua negara. Dan ini berpeluang merugikan bagi warga negara keduanya.

Keempat, akan berdampak bagi mereka yang menginginkan akses yang luas terhadap profesi di militer, intelijen, kebijakan luar negeri, cyber security atau posisi-posisi strategis lainnya di pemerintahan. Bagi mereka yang memiliki dual citizenship seperti ini, akan memungkinkan untuk mendapatkan pembatasan secara rasional dalam profesi terkait bidang-bidang strategis tersebut, di kedua negara.

Bahkan lebih lanjut, bagi mereka yang dual citizenship, tidak menutup kemungkinan juga, bisa memperoleh perlakuan-perlakuan tertentu (catatan intelijen, pembatasan bahkan pelarangan) dalam segala kegiatan yang menyangkut kebijakan strategis negara. Karena pada dasaranya dia memiliki kewarganegaraan ganda dan loyalitas ganda pula.

Semoga catatan korektif sederhana ini menjadi bahan masukan kecil untuk pemerintah, dalam rangka urun rembug diskusus kewarganegaraan ganda bagi diaspora Indonesia. Sehingga kebijakan apapun yang dibuat, revisi terbatas UU Kewarganegaraan ataupun kewarganegaraan ganda terhadap diaspora Indonesia secara limitatif, benar-benar dibuat berdasarkan kajian komprehensif, yakni ditinjau dari beragam aspek; hukum, politik (luar negeri), intelijen, pertahanan, keamanan, sosial, budaya, tidak berdasarkan logika kapital ekonomi semata.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement