Kamis 14 Jul 2016 07:02 WIB

Mengokohkan Mazhab Syafi’i di Indonesia

Red: M Akbar
 Dalam Islam dikenal empat mazhab, yakni Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hanbali.
Foto: Republika/Yasin Habibi/ca
Dalam Islam dikenal empat mazhab, yakni Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hanbali.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Akhmad Hanafi Dain Yunta (Anggota Dewan Syariah Wahdah Islamiyah Anggota)

Siapa yang tidak mengenal Muhammad Ibn Idris Ibn al-‘Abbas Ibn Utsman Ibn Syafi’? (Thn 150-204 H). Nasab beliau dan Rasulullah SAW bertemu di kakek yang bernama Abdi Manaf Ibn Qusay. Sosok keturunan Quraisy dan ahlul bait dari jalur muktamad dan tidak diragukan. Tapi, bukan itu yang membuatnya masyhur dan disanjung.

Hal utama yang membuat beliau terkenal, dan mendapat tempat di hati kaum muslimin karena ilmu dan fatwa-fatwanya tersebar ke berbagai belahan dunia, termasuk di Nusantara. Kaum Muslimin Indonesia, Malaysia, Brunei, selatan Thailand secara resmi atau tidak, mengamalkan ajaran beliau “Mazhab Syafi’i” terutama dalam pengamalan ibadah-ibadah Mahdhah (sholat, zakat, puasa dan lainnya).

Madzhab Syafi’i adalah salah satu mazhab ahlussunnah yang muktabar. Dasar-dasar hukum pijakan mazhab ini bersumber dari pijakan yang disepakati oleh Ahlusunnah. Al-qur’an, Hadits, Ijma’ dan Qiyas  merupakan sumber pijakan utama madzhab ini.

Adapun sumber-sumber yang lain seperti: Maslahat, Istishhab, Qaul Sahabiy, maka madzhab syafi’i juga meneguhkan sumber-sumber ini sebagaimana para ulama dan madzhab Ahlusunnah yang lain, meskipun para ulama terkadang berbeda pendapat dalam memahami dan mengamalkan sumber-sumber pijakan sekunder ini. Imam Ahmad Ibn Hanbal (Wafat Thn 241 H) pernah berkata: “Ilmu fikih pernah tertutup (jumud) di kalangan para ahlinya, hingga Allah membukanya dengan sosok as-Syafi’i”.

Bahkan salah satu keunggulan Imam as-Syafi’i dan mazhab beliau menjadi lebih kokoh jika kita kembali menelaah sejarah perkembangan ilmu Islam, bahwa Imam as-Syafi’i adalah peletak asas ilmu Ushul Fiqih yang merupakan satu rangkaian ilmu dasar yang tidak dapat dielakkan dalam proses pengambilan hukum Islam. Dan pijakan itu masih dapat kita nikmati hasilnya lewat karya fenomenal beliau, kitab “ar-Risalah”.

Olehnya itu, sebagian ulama memposisikan mazhab ini sebagai jembatan yang mempertemukan dua madrasah fiqih sebelum kemunculan mazhab yang empat; madrasah al-Hijaz dengan keteguhan dan konsistensinya berpegang kepada hadits dan atsar (Ahlu al-Hadits), dan madrasah Kufah (Irak) yang tajam berdalilkan akal dan pendekatan logika (Ahlu ar-Ra’y).

Kenapa perlu mengokohkan Madzhab Syafi’i dalam pendekatan dakwah di Nusantara? Lewat tulisan ini penulis ingin mengemukakan beberapa alasan yang menurut penulis perlu dan patut menjadi renungan para aktifis dakwah di Indonesia, terutama bagi kalangan yang pernah mengenyam pendidikan di Timur Tengah atau mendapatkan ilmu dari para alumni Timur Tengah yang terkadang membawa cita rasa “perbedaan” yang terkadang sangat kental dengan kultur dan amalan yang telah difahami dan dilaksanakan oleh sebagian masyarakat umum.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement