REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Rana Setiawan/Aktivis Aqsa Working Group (AWG)
Konflik horizontal maupun vertikal di Yaman menjurus pada perang saudara yang mendorong kehancuran negeri itu. Campur tangan pihak asing justru memperburuk keadaan. Di balik itu, penulis ingin berbagi sisi lain Yaman yang memiliki hubungan istimewa dengan Palestina.
Sebagaimana uraian Dr Musthafa Luthfi dan N Hasanah Mustofa Lc dalam buku Perjuangan Palestina Masa Kini, Longmarch Lintas Bangsa: Indonesia, Yaman, Al-Quds (AWG Press, 2009), tidak berlebihan jika Yaman pantas disebut sebagai jalan lintas menuju al-Quds. Hal ini mengingat ikatan historis dan akidah yang telah terbina antara Palestina dan Yaman sejak masa lampau.
Alquran telah mengabadikan kisah masuk Islamnya bangsa Yaman yang sekaligus menandai terjalinnya hubungan agung dua bangsa: Palestina dan Yaman meskipun letak geografis berjauhan.
Peristiwa sangat penting dan bersejarah itu tak hanya berhenti hingga masuknya Bilqis ke jalan Allah, tapi dibarengi pula dengan mukjizat luar biasa, berpindahnya singgasana Bilqis di Mareb, Yaman, ke Baitul Maqdis di Palestina dalam waktu sekejap, setelah terjadi persaingan jin dan manusia untuk memindahkannya sesuai keinginan Nabi Sulaiman. Hal ini dijelaskan Allah dalam surat an-Naml ayat 38-40.
Alquran menegaskan hubungan istimewa antara Yaman dan Palestina. Tiadalah dua tempat istimewa yang dihubungkan dengan tali mukjizat selain Palestina dan Yaman serta antara Baitul Haram di Makkah dan Masjidil Aqsha di Baitul Maqdis saat Isra dan Mi`raj Nabi Muhammad SAW.
Begitupun teks hadis yang menyebutkan pembebasan Syam (Palestina) dan Yaman, kabar gembira yang disampaikan Rasulullah SAW. Banyak hadis Nabi SAW tentang pilihan dan keutamaan negeri Syam (Palestina) dan Yaman karena peran keduanya dalam membela Islam dari konspirasi musuh.
Belum lagi banyak tokoh yang memiliki nasab (asal-usul) atau berasal dari kabilah di Yaman yang dikenal memiliki hubungan kuat dengan Palestina, baik dalam perjuangan jihad di tanah tersebut atau ikut serta dalam pembebasan tanah Palestina. Di antaranya dari para sahabat dan tabiin, Zaid bin Haritsah RA, Abdullah bin Rawahah RA, Abdullah bin al-Thufail RA, Abu Hurairah RA, dan Ubai bin Ka`ab RA.
Bahkan ada juga tokoh Yaman kontemporer yang gigih berjuang di Palestina dan sebagian mereka mencapai derajat mati syahid, seperti Hussein Al-`Aradah, Al-Hajj Yahya Al-Yamani, Al-Hajj Mathna Hussein Al-Yamani, dan Mohammad Saeed Baobad bersama warga Indonesia.
Sikap Yaman istimewa karena mulai dari pemerintah, ulama, kalangan parpol, dan rakyat memiliki satu sikap menyangkut perjuangan di Palestina. Intinya, mereka mendukung perlawanan bersenjata melawan zionisme dan meminta dibukanya perbatasan untuk agar seluruh relawan Muslim bisa membantu saudaranya di Palestina melawan kekejaman Zionisme.
Jenderal Ali Abdullah Saleh, saat menjabat presiden Yaman, pada momentum meletusnya intifadah Palestina pada 2000 saat wawancara dengan TV Aljazirah Qatar, menyerukan seluruh bangsa Arab mulai dari rakyat dan pemerintah hingga pejabat untuk membantu rakyat Palestina dengan materi, bukan kecaman semata. Termasuk juga dukungan senjata guna mempertahankan diri karena ini hak sah sebuah bangsa untuk mempertahankan diri.
Sikap Pemerintah Yaman juga ditegaskan saat agresi Zionis atas rakyat Gaza pada 27 Desember 2008 - 18 Januari 2009. Pada Agustus 2008, perjanjian kerja sama Pemerintah Yaman dengan Pemerintah Palestina dibuat untuk membentuk Komite Menteri dalam Kerja Sama Ekonomi dan Teknik kedua negara, yang dihadiri Perdana Menteri Palestina Salam Fayad dan Perdana Menteri Yaman Ali Mujawar.
Kantor berita Palestina Wafa melaporkan, memo termasuk bidang kerja sama kedua negara. Hal itu juga ditangani dengan mempercepat pembentukan Dewan Kerja Sama Bisnis Palestina-Yaman, di samping untuk mendukung pertukaran perdagangan kedua negara.
Yaman mendukung Inisiatif Perdamaian Arab yang menyerukan penarikan penuh penjajah Israel dari semua wilayah yang diduduki dan pembentukan negara Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza dalam pertukaran untuk normalisasi penuh hubungan dengan semua negara Arab di kawasan itu.
Pada musim semi 2008, Presiden Saleh berusaha menengahi kesepakatan rekonsiliasi faksi Palestina, terutama Hamas dan Fatah. Selama pertemuan Maret tahun itu di Sanaa, perwakilan Palestina dari kedua kelompok meneken deklarasi (Deklarasi Sanaa) menyerukan pembentukan pemerintah persatuan nasional. Namun, pembicaraan gagal saat menyinggung peran Hamas di Palestina bersatu saat itu.
Sheikh Abdullah bin Husein Al-Ahmar (almarhum) yang pernah menjabat ketua Parlemen Yaman, pada Festival Anak-Anak Palestina di Yaman, 12 April 2001, menyatakan isu Palestina bukan hanya isu satu bangsa semata, tapi masalah agama dan peradaban. Konflik dengan zionisme adalah untuk membela tempat suci dan warisan peradaban bagi bangsa Arab dan umat Islam.
Bahkan para ulama Yaman mengeluarkan pernyataan yang mewajibkan negara-negara Islam dan Arab mempersiapkan dan menyerukan seluruh rakyat melakukan jihad suci guna membersihkan al-Aqsha al-Mubarak dan membebaskan wilayah yang diduduki musuh.
Ikatan Yaman dengan Palestina juga dieratkan dengan kehadiran Institut Sheikh Abdullah Al-Ahmar untuk Studi dan Pengetahuan Al-Maqdisiyah (Baitul Maqdis) yang didirikan pada 2008. Lembaga ilmiah yang khusus diperuntukkan bagi studi Baitul Maqdis di Yaman.
Pendirinya adalah putra Sheikh Abdullah Al-Ahmar yakni Sheikh Sadeq bin Abdullah Al-Ahmar dan dibantu sejumlah dosen pemegang ijazah pascasarjana dan karyawan lainnya. Bertujuan untuk menyebarluaskan kesadaran akan isu Palestina dan menyingkap berbagai bahaya yang mengancam.
Institut Sheikh Abdullah Al-Ahmar untuk Studi dan Pengetahuan Al-Maqdisiyah (Baitul Maqdis) sebagai satu-satunya lembaga di dunia Arab yang khusus memberikan pengajaran tentang isu Palestina dan Baitul Maqdis. Ma`had (institut) itu didirikan untuk mengenang almarhum Sheikh Abdullah bin Husein Al-Ahmar, mantan ketua Parlemen Yaman; salah satu wakil ketua Yayasan Al-Quds Internasional yang diketuai Dr Yusuf Qardlawi, mantan ketua Lembaga Al-Quds Yaman.
Berdirinya institut itu pun telah menunjukkan kebersamaan kaum Muslimin karena para penggalang, pendukung dana, dan pengelola beserta dosennya pun berasal dari berbagai negara di dunia Arab. Jamaah Muslimin (Hizbullah) di Indonesia pernah mengutus 23 makmumnya untuk mendapatkan pembekalan strategi perjuangan kaum Muslimin untuk membebaskan Palestina.
Bahkan, program pembekalan melalui daurah selama tiga bulan berlangsung di Yaman, Muslimin yang sejak lama telah memiliki ikatan iman dan tauhid dengan Palestina itu menjadi langkah strategis Jamaah Muslimin (Hizbullah) mewujudkan wadah kesatuan umat menuju pembebasan Masjid Al-Aqsha.
Saudara-saudara seiman di Palestina telah lebih dari 60 tahun hidup dalam penindasan Zionis. Belum lagi tempat suci Islam terutama Masjid Al-Aqsha terancam ambruk oleh tangan-tangan kotor Yahudi radikal.