REPUBLIKA.CO.ID,Oleh: Ikhwanul Kiram Mashuri
Apa yang dikhawatirkan Presiden Palestina Mahmud Abbas kini terjadi. Saat bertemu Presiden AS, Barack Obama, di Ramallah, Palestina, 21 Maret lalu, Abu Mazen - panggilan Mahmud Abbas - mensyaratkan perundingan damai dengan Israel baru bisa dimulai bila proses pembangunan permukiman Yahudi dihentikan. Namun, Obama waktu itu mengatakan, ''Jangan letakkan kereta di depan kuda.'' Ini berarti, Obama - seperti yang dikehendaki PM Israel Benjamin Netanyahu - menginginkan kalau perundingan ingin segera dimulai tak perlulah syarat-syarat segala.
Tidak ada kode iklan yang tersedia.Seperti diberitakan media Al Sharq Al Awsat pekan lalu, PM Netanyahu telah menyampaikan kepada Menlu AS John Kerry, apabila Liga Arab tetap ngotot agar Israel menarik diri dari wilayah yang diduduki sejak 1967, ia akan langsung meninggalkan meja perundingan. Bahkan ia juga menuntut negara-negara Arab agar mengakui perubahan perbatasan yang terjadi selama periode pendudukan, termasuk wilayah-wilayah yang kini telah didirikan permukiman Yahudi. Dari sinilah muncul pemikiran mengenai pertukaran wilayah seperti disampaikan PM Qatar Hamad bin Jasim Al Tsani di Washington akhir bulan lalu.
Dengan kata lain, Netanyahu ingin mengatakan, ''Mari kita tukar-menukar tanah untuk mewujudkan perdamaian.'' Atau lebih tegasnya, ia menghendaki bila ingin mewujudkan perdamaian di Timur Tengah, jangan usik permukiman Yahudi di wilayah-wilayah Palestina yang selama ini diduduki Zionis Israel. Padahal wilayah permukiman Yahudi sangat strategis. Apalagi wilayah permukiman yang kini sedang dibangun di wilayah yang diberi nama E 1. Permukiman yang berada di antara Ramallah dan Al Quds (Madinatul Quds/Yerusalem) ini akan membelah Tepi Barat menjadi dua bagian, dan memisahkan Al Quds dari wilayah Tepi Barat yang tersisa, yang kini dihuni warga Palestina.
Pemukiman E 1 juga akan memperluas permukiman yang sudah ada di Maale Adumim yang berada di tanah Palestina, dan akan menghubungkan secara langsung dengan Al Quds. Kini lebih 500 ribu warga Yahudi tinggal di lebih dari 100 permukiman di Tepi Barat dan Al Quds (Madinatul Quds/ Yerusalem). Benjamin Netanyahu memberi harga mati terhadap seluruh pemukiman Yahudi yang telah dibangun selama masa pendudukan Israel ini. Baginya, tidak ada tawar-menawar terhadap permukiman Yahudi di wilayah Palestina ini dalam proses perundingan nanti. Menurut Netanyahu, permukiman Yahudi di tanah Palestina ini harus menjadi bagian dari Negara Israel. Sebagai gantinya, ia akan memberikan kepada Negara Palestina wilayah lain di Israel yang luasnya sama dengan wilayah yang kini telah didirikan pemukiman Yahudi.
Atas dasar fakta versi Netanyahu itulah kini Menlu John Kerry rajin berkunjung dan berbicara dengan tokoh-tokoh Arab untuk mengupayakan perdamaian. Dalam pandangan Kerry, perundingan yang direncanakan dapat dimulai musim panas mendatang memakai dua pola. Pertama, perundingan antara Israel dan Palestina. Kedua, antara Israel dan Liga Arab. Menurut Kerry, keterlibatan Liga Arab diperlukan agar perdamaian itu bisa terlaksana secara menyeluruh di kawasan Timur Tengah.
Kerry menambahkan, kedua pola perundingan itu sudah disetujui PM Israel Benjamin Netanyahu dan Presiden Palestina Mahmud Abbas. Kini Menlu AS itu juga aktif menghubungi para Arab agar terlibat aktif dalam proses perundingan yang rencananya akan diawali pertemuan puncak di Washington dan dihadiri Presiden Barack Obama, Netanyahu, dan Mahmud Abbas.
Anehnya, perundingan yang dirancang Kerry ini tanpa melibatkan para pemimpin Hamas yang secara hukum (de jure) maupun fakta (de facto) merupakan penguasa di wilayah Gaza. Dalam khutbah Jumat di Masjid Agung Gaza empat hari lalu, Ismail Haniyah, wakil ketua urusan politik Hamas, menolak keras tukar menukar wilayah Palestina dengan Israel. Ia menegaskan wilayah Palestina tidak untuk diperdagangkan.
''Siapa saja yang berbicara mengenai tukar menukar dan tawar menawar wilayah, kami tegaskan Palestina bukan properti untuk diperdagangkan atau untuk ditawar. Palestina mempunyai batas-batas sejarah, tanah yang pasti, dan Al Quds yang menyatu. Para pengungsi yang terusir mempunyai hak untuk kembali ke tanah airnya. Sekali lagi kami tidak akan tawar-menawar terhadap wilayah Palestina,'' ujar mantan PM Palestina dari Hamas ini.
Haniyah lalu menceritakan mengenai pengalaman panjang proses perundingan dengan Israel. Katanya, dalam setiap perundingan Palestina selalu dalam posisi 'dikalahkan'. Sementara itu, di pihak lain Israel selalu pada posisi 'dimenangkan' dan karena itu mereka kemudian menyombongkan diri. Hasilnya, sejak perundingan damai Camp David, Oslo, Annapolis, dan Prakarsa Arab 2002, Palestina selalu dalam posisi dirugikan. Karena itu, lanjutnya, ke depan Palestina tidak boleh kehilangan satu jengkal pun tanah dalam setiap kali perundingan.
Sayangnya, perundingan damai yang diprakarsai John Kerry ini dari segi waktu sesungguhnya sangat merugikan posisi Palestina. Sejumlah negara Arab yang baru saja dihantam tsunami revolusi rakyat, kini dalam keadaan lemah. Para pemimpinnya lebih disibukkan dalam urusan dalam negeri masing-masing. Tidak ada lagi negara Arab kuat yang berani menentang kebijakan Amerika Serikat dan sekutunya. Boleh dikata, Liga Arab kini lebih dikuasai oleh negara-negara teluk kaya yang dipimpin Qatar.
Dalam pertemuan dengan Menlu AS John Kerry di Washington akhir bulan lalu, delegasi Liga Arab yang dipimpin PM Qatar Sheikh Hamad bin Jasim telah mengisyaratkan mendukung pertukaran wilayah antara Israel dan Palestina. Dalam bahasa Sheikh Hamad, delegasinya mendukung pertukaran 'sedikit' tanah dan 'sebanding' yang disetujui oleh kedua belah pihak