
Oleh : KH. Ahmad Jamil, Ph.D, Pimpinan Pesantren Tahfizh Daarul Qur’an
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Imam adz-Dzahabi rohimahullahu rohmatan wasi’atan, salah seorang ulama besar abad ke-8 Hijriah, ahli hadis, sejarawan, dan penulis kitab Siyarul A‘lam an-Nubala’, pernah menulis sebuah doa yang sarat makna, nilai dan hikmah:
“رَحِمَ اللهُ امرَأً أقبَلَ على شأنِه، وقصُرَ من لِسانِه، وأقبَلَ على تلاوةِ قرآنِه، وبكى على زمانِه، وآمنَ النظرَ في الصحيحين، وعَبَدَ ربَّه قبل أن يُبغتَه الأجَلُ، اللهم فوفِّقنا واهدِنا.”
“Semoga Allah merahmati seseorang yang sibuk dengan urusannya sendiri, sedikit berbicara, fokus membaca Alquran, menangisi masa hidupnya, membiasakan diri menelaah Shahihain, dan beribadah kepada Allah sebelum ajal datang secara tiba-tiba. Ya Allah, berilah kami taufik dan petunjuk.”
Doa ini adalah cermin kehidupan seorang ulama yang waktunya penuh nilai. Imam adz-Dzahabi, yang bernama lengkap Syamsuddin Abu ‘Abdillah Muhammad bin Ahmad adz-Dzahabi (673–748 H), hidup dalam ketekunan, ilmu, dan kezuhudan. Karyanya, Tarikh al-Islam dan Siyarul A‘lam an-Nubala’, bukan hanya dokumentasi sejarah, tetapi juga refleksi spiritual tentang pentingnya hidup yang terarah dan berfaedah.
Kesibukan yang Bernilai Ibadah
Dalam hadis sahih, Rasulullah ﷺ bersabda:
«مِنْ حُسْنِ إِسْلَامِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لَا يَعْنِيهِ»
“Termasuk tanda baiknya Islam seseorang adalah meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat baginya.” (HR. Tirmidzi, no. 2317).
Hadis ini, menurut Imam an-Nawawi dalam Syarh Arba‘īn, merupakan kaidah agung dalam etika Islam. Ia menuntun seorang mukmin untuk menata kesibukan agar bernilai ibadah, bukan sekadar aktivitas tanpa arah. Meninggalkan yang tidak bermanfaat adalah awal dari kejernihan hati dan kematangan iman.
Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyyah menulis dalam salahsatu karya monumentalnya, al-Fawaid:
“Waktu adalah kehidupan. Siapa yang menyia-nyiakannya, berarti ia telah menyia-nyiakan hidupnya sendiri.”
Karena itu, orang yang dirahmati Allah bukanlah yang paling sibuk, melainkan yang paling sadar arah kesibukannya, apakah membawa kepada ridha Allah atau sekadar memenuhi ego dan rutinitas dunia.