Senin 03 Nov 2025 05:02 WIB

Tata Kelola Dapur Umum: Studi Tiru di Pesantren untuk MBG

Pesantren dapat menjadi contoh bagi para pengelola program MBG.

Menteri Agama Nasaruddin Umar meninjau simulasi program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Pondok Pesantren Nahdlatul Ummat, Polewali Mandar, Sulawesi Barat, Sabtu (30/11/2024).
Foto: Dok Kemenag
Menteri Agama Nasaruddin Umar meninjau simulasi program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Pondok Pesantren Nahdlatul Ummat, Polewali Mandar, Sulawesi Barat, Sabtu (30/11/2024).

Oleh : Ustadz Imam Nur Suharno; Kepala Divisi Humas dan Dakwah Pesantren Husnul Khotimah, Kuningan, Jawa Barat

REPUBLIKA.CO.ID, Program Makan Bergizi Gratis (MBG) merupakan salah satu program andalan dari pemerintah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Namun, program ini masih menghadapi berbagai tantangan. Oleh karena itu, perlu dilakukan studi tiru di pesantren untuk mengetahui bagaimana tata kelola dapur umum yang baik dan profesional yang dapat diterapkan dalam program MBG.

Tata kelola dapur umum yang baik sangat penting untuk memastikan bahwa program MBG berjalan efektif dan efisien. Beberapa prinsip tata kelola yang baik antara lain adalah transparansi. Bahwa pengelolaan dana dan kegiatan dapur umum harus transparan dan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. Kemudian, akuntabilitas. Pengelola dapur umum harus bertanggung jawab atas kegiatan dan penggunaan dana. Dan, efisiensi. Pengelolaan dana dan kegiatan dapur umum harus efisien dan efektif.‎

Tidak ada kode iklan yang tersedia.
Baca Juga

Studi tiru di pesantren 

Pesantren dapat menjadi contoh bagi para pengelola program MBG dalam mengelola dapur umum yang baik dan profesional. Mengapa pengelola MBG perlu melakukan studi tiru di pesantren? Beberapa alasan mengapa pesantren dapat menjadi contoh nyata. 

Pertama, pengalaman mengelola makan dalam jumlah besar. Pesantren sudah terbiasa mengelola makan dalam jumlah besar untuk santri, sehingga mereka memiliki pengalaman dan pengetahuan yang cukup dalam mengelola dapur umum. Sementara pengelola MBG pada umumnya belum memiliki pengalaman yang cukup, maka wajar jika terjadi permasalahan di sana sini.

Kedua, efisiensi dan efektivitas. Pesantren telah mengembangkan sistem pengelolaan dapur yang efisien dan efektif untuk memenuhi kebutuhan santri. Di pesantren mengelola makan santri tiga kali dalam sehari, pagi siang dan sore atau malam. Sementara pengelola MBG hanya sekali dalam sehari.

‎Ketiga, kualitas makanan yang baik. Pesantren juga telah mengembangkan resep dan menu bervariasi dalam sehari tiga menu yang berbeda, yang bergizi dan lezat untuk santri. Sementara pengelola MBG hanya mengelola satu variasi menu makan dalam sehari.

photo
Ahli gizi mengecek suhu makanan menggunakan termometer masak digital saat pemorsian contoh menu makan bergizi gratis (MBG) pada makanan khas nasi megono di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Polres Batang di Kabupaten Batang, Jawa Tengah, Sabtu (1/11/2025). Polres Batang bersama Badan Gizi Nasional mempersiapkan SPPG itu yang rencana akan diresmikan oleh Presiden secara serentak dengan polres dari seluruh Indonesia pada 6 November mendatang untuk mendukung program Makan Bergizi Gratis yang nantinya akan melayani sebanyak 13 sekolah dengan 2.882 penerima manfaat di Kabupaten Batang dengan menerapkan standar gizi makanan yang telah ditentukan yang mengangkat menu makanan khas daerah. - (ANTARA FOTO/Harviyan Perdana Putra)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement