Ahad 19 Oct 2025 08:45 WIB

Misi Agung Pesantren: Melestarikan Ruh Islam di Tengah Dunia yang Berubah

Pesantren adalah kawah candradimuka yang menempa karakter anak bangsa.

Ilustrasi santri mengaji kitab kuning.
Foto: ANTARA FOTO/Syaiful Arif
Ilustrasi santri mengaji kitab kuning.

Oleh : Ahmad Jamil, Ph.D, Pimpinan Pesantren Tahfizh Daarul Qur’an

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejak fajar peradaban Islam menjejakkan kakinya di Nusantara, pesantren telah berdiri tegak, bukan sekadar sebagai bangunan fisik, melainkan sebagai benteng kokoh yang menjaga dan menghidupkan ruh ajaran.

Di balik tembok-temboknya, ribuan santri tidak hanya disuguhi teori dan teks-teks kuno, tetapi juga dibimbing untuk menjadikan setiap detik kehidupan mereka sebagai ibadah.

Baca Juga

Dari suara lantunan Alquran di sepertiga malam, adab saat berinteraksi dengan sesama, hingga cara mereka berkhidmat pada masyarakat, setiap detail adalah cerminan dari bagaimana ilmu agama meresap dan menjadi napas kehidupan. Di sinilah, di jantung tradisi yang tak lekang oleh waktu, sebuah peradaban terus tumbuh dan berdenyut, menanti untuk terus diceritakan.

Allah Ta’ala menegaskan dalam Alquran:

وَمَا كَانَ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ لِيَنفِرُواْ كَآفَّةً فَلَوۡلَا نَفَرَ مِن كُلِّ فِرۡقَة مِّنۡهُمۡ طَآئِفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُواْ فِي ٱلدِّينِ وَلِيُنذِرُواْ قَوۡمَهُمۡ إِذَا رَجَعُوٓاْ إِلَيۡهِمۡ لَعَلَّهُمۡ يَحۡذَرُونَ

“Tidak sepatutnya bagi orang-orang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (QS. At-Taubah: 122).

Ayat ini menegaskan urgensi dan kewajiban agar ada sekelompok orang yang memfokuskan diri untuk tafaqquh fid-din (pendalaman ilmu agama), agar kelak mereka kembali kepada masyarakat untuk memberikan pencerahan berbasis nilai-nilai agama. Dalam hal ini, pesantren menjadi medium paling dapat diandalkan sebagai manifestasi pengamalan ayat tersebut.

Warisan dan Keberlanjutan

Bukan sekadar tempat mengaji, pesantren adalah kawah candradimuka yang menempa karakter anak bangsa. Seperti pesan KH. Hasyim Asy’ari, santri tak boleh cuma punya ilmu tanpa akhlak, karena ujungnya cuma kesombongan. Sebaliknya, hanya berakhlak tanpa ilmu justru membuat jalan mereka tersesat.

Hanya ketika ilmu dan akhlak bersatu, mereka akan menjelma menjadi cahaya yang menerangi umat. Prinsip inilah yang dipegang erat oleh Pesantren Lirboyo di Jawa Timur. Lewat tradisi kuno seperti bandongan dan sorogan, ilmu agama diajarkan secara utuh, lengkap dengan sanad yang terjaga, sekaligus menanamkan adab kepada para kyai dan guru.

Tak heran jika KH. Mahrus Aly pernah menyebut pesantren sebagai tempat untuk "nggembleng jiwa", sebuah proses pembentukan karakter Islami yang kokoh. Di sanalah, para santri menyaksikan langsung bagaimana ajaran agama dihidupkan, bukan cuma di dalam kitab, tetapi juga dalam setiap langkah dan perbuatan para kyai. Mereka melihat dengan mata kepala sendiri bahwa agama bukanlah sekadar teori, melainkan praktik nyata dalam keseharian.

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement