
Oleh : Prof. Dr. Ir. Lilik Sutiarso, M.Eng., IPU., ASEAN Eng., APEC Eng. Ketua Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem Universitas Gadjah Mada
REPUBLIKA.CO.ID, Swasembada beras Indonesia pada 2025 bukan hanya tonggak sejarah ketahanan pangan nasional, tetapi juga guncangan besar bagi pasar beras dunia. Sebagai negara dengan populasi terbesar keempat di dunia, Indonesia pernah menyandang predikat importir beras terbesar. Setiap tahun, Indonesia menyerap jutaan ton beras dari negara-negara seperti Thailand, Vietnam, dan Kamboja.
Namun kini situasinya berbalik. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat produksi beras nasional 2025 mencapai 33,8 juta ton. Sementara itu, proyeksi Badan Pangan Dunia (FAO) dan Kementrian Pertanian Amerika Serikatt (USDA) produksi beras Indonesia di level 35,5–35,6 juta ton.
Angka ini naik signifikan dibandingkan 2024 yang hanya sekitar 30,34 juta ton. Dengan luas panen lebih dari 10 juta hektare, ketersediaan beras domestik dipastikan surplus sekitar 3,5–4 juta ton.
Surplus ini memungkinkan pemerintah menghentikan impor beras hingga akhir 2025, sekaligus meningkatkan cadangan beras pemerintah (CBP) dari sebelumnya hanya 1 juta ton menjadi menyentuh angka 4,2 juta ton.
Menggungcang Keseimbangan Pasar Global
Bagi Indonesia, capaian ini adalah kemenangan Ekonomi Pancasila yang menempatkan kedaulatan pangan dan kesejahteraan petani sebagai prioritas utama. Namun bagi negara eksportir beras, langkah Indonesia ini menjadi 'bom waktu' yang mengguncang keseimbangan pasar global.
Thailand, salah satu raksasa ekspor beras dunia, paling merasakan dampaknya. Ekspor ke Indonesia yang selama ini menjadi pasar utama turun drastis, menyebabkan penurunan ekspor hingga 30% pada kuartal I 2025. Target ekspor tahunan yang semula dipatok 8 juta ton kini direvisi ke bawah.
Harga beras domestik Thailand jatuh ke titik terendah dalam tiga tahun terakhir, memicu protes petani akibat anjloknya harga gabah. Kondisi ini berpotensi mengguncang stabilitas sosial di pedesaan, mengingat sektor pertanian masih menyerap tenaga kerja besar di sana.
Vietnam mengalami guncangan lebih parah. Ekspor beras ke Indonesia merosot 97% pada paruh pertama 2025, dari ratusan ribu ton menjadi hanya 19.000 ton. Padahal, pada 2024 Vietnam mencetak rekor ekspor global.
Harga ekspor pun tertekan, misalnya beras broken 5% turun 17 dolar AS per ton pada Desember 2024, dan di 2025 harganya melorot ke level 390–410 dolar AS per ton, terendah dalam tiga tahun terakhir.