Ahad 07 Sep 2025 09:52 WIB

KDKMP Syariah: Pilar Baru Ekonomi Umat Berbasis Zakat dan Wakaf

Potensi KDKMP Syariah dalam jangka panjang sungguh luar biasa.

Pengurus mengecek sembako di Koperasi Kelurahan Merah Putih (KKMP) Sukamaju, Cilodong, Depok, Jawa Barat, Kamis (17/7/2025).
Foto: Republika/Prayogi
Pengurus mengecek sembako di Koperasi Kelurahan Merah Putih (KKMP) Sukamaju, Cilodong, Depok, Jawa Barat, Kamis (17/7/2025).

Oleh : Bagus Aryo; Deputi Direktur Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS), Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koperasi sejak lama dipercaya sebagai pilar ekonomi kerakyatan Indonesia. Semangat gotong royong yang menggerakkannya membuat koperasi tidak hanya menjadi wadah usaha, melainkan juga simbol kebersamaan. Kini, di tengah program besar pemerintah yang menghadirkan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDKMP), wajah koperasi memasuki babak baru. 81.500 koperasi berdiri hanya dalam waktu singkat, sebuah capaian yang mencatatkan sejarah dalam pembangunan desa.

KDKMP berbasis Syariah

Di antara ribuan koperasi itu, terdapat satu model yang dikembangkan oleh Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) untuk melengkapinya, yakni KDKMP Syariah. Model ini sejalan dengan kondisi dan kultur masyarakat Indonesia, mencermati adanya aspirasi dari berbagai komunitas dan daerah, seperti Provinsi Aceh, yang ingin mengimplementasikan sistem syariah dalam koperasi. Penerapan sistem syariah akan memberikan beberapa manfaat, termasuk potensi dengan memiliki dua gerai baru yaitu Unit Pengumpul Zakat (UPZ) dan nazir wakaf untuk inklusifitas maslahat bagi masyarakat kurang mampu.

 Meski jumlahnya baru 6.304 unit, atau belum sampai sepuluh persen dari total KDKMP tapi menawarkan harapan besar. Koperasi ini bukan sekadar lembaga usaha yang bergerak dengan prinsip bebas riba, tetapi juga hadir sebagai pusat pemberdayaan umat dengan memadukan bisnis modern dan filantropi Islam. Melalui zakat, infak, dan wakaf yang dikelola bersama dalam struktur koperasi, KDKMP Syariah membuka jalan baru bagi desa untuk menanggulangi kemiskinan dan menciptakan kemandirian.

Indonesia memiliki potensi zakat dan wakaf yang luar biasa. Berbagai riset menyebutkan bahwa potensi zakat nasional dapat mencapai lebih dari Rp 327 triliun per tahun (Baznas 2025), sementara potensi wakaf uang diperkirakan menembus Rp 181 triliun (BWI 2025). Sayangnya, realisasi penghimpunan masih jauh dari angka tersebut. Di banyak tempat, zakat hanya berhenti pada penyaluran konsumtif, sedangkan wakaf lebih banyak dalam bentuk tanah yang dibiarkan tidak produktif. KDKMP Syariah hadir untuk mengubah pola ini. Dengan menghadirkan unit pengumpul zakat dan pengelola wakaf di desa, dana umat dapat terhubung langsung dengan kegiatan ekonomi produktif.

Bayangkan sebuah desa di mana koperasi Syariah tidak hanya mengelola toko sembako yang menjual kebutuhan pokok dengan harga terjangkau, tetapi juga memiliki unit simpan pinjam yang memberi akses pembiayaan tanpa bunga, klinik kesehatan yang murah, hingga gudang penyimpanan hasil panen agar petani tidak terpaksa menjual dengan harga rendah kepada tengkulak. Lebih jauh lagi, koperasi itu juga menghimpun zakat dari anggota maupun warga sekitar. Zakat yang terkumpul kemudian disalurkan, bukan hanya dalam bentuk bantuan pangan, melainkan juga sebagai modal usaha ultra-mikro bagi pedagang kecil atau petani miskin. Dana wakaf uang yang terkumpul dikelola untuk membiayai usaha koperasi secara penuh kehati-hatian, misalnya membuka minimarket desa atau penggilingan padi. Keuntungan dari usaha tersebut lalu digunakan kembali untuk membiayai pendidikan anak-anak yatim, memberikan subsidi kesehatan bagi keluarga miskin, atau memperkuat program pemberdayaan masyarakat.

Inilah yang membuat KDKMP Syariah berbeda. Ia berfungsi ganda sebagai motor ekonomi sekaligus jaring pengaman sosial desa. Melalui integrasi ini, koperasi Syariah tidak hanya membantu masyarakat keluar dari kemiskinan sesaat, tetapi juga membangun jalan panjang menuju kemandirian. Zakat yang selama ini dianggap sebatas bantuan konsumtif diubah menjadi zakat produktif atau modal produktif. Wakaf yang identik dengan tanah makam atau masjid kini dikembangkan sebagai wakaf uang untuk membiayai usaha produktif. Sementara infaq digunakan untuk pelatihan keterampilan dan peningkatan kapasitas masyarakat. Dengan cara ini, KDKMP Syariah tidak hanya memberi ikan, tetapi juga memberi kail, bahkan kolam, agar masyarakat bisa hidup mandiri.

Tantangan ke depan.

Namun, perjalanan KDKMP Syariah tidaklah mulus. Ada tantangan besar yang mengadang. Kualitas sumber daya manusia yang memahami prinsip-prinsip Syariah masih sangat terbatas. Jumlah Dewan Pengawas Syariah, misalnya, belum sebanding dengan kebutuhan ribuan koperasi Syariah yang harus diawasi. Risiko penyalahgunaan dana juga tinggi, sebab zakat dan wakaf adalah dana sosial yang sangat rawan jika tidak dikelola dengan transparan. Tanpa sistem pengelolaan digital yang terbuka, penyelewengan bisa merusak kepercayaan publik. Selain itu, politik praktis di tingkat desa kerap mewarnai pengelolaan koperasi. Ketika pengurus diisi oleh tokoh politik lokal, keputusan sering kali sarat kepentingan pribadi atau kelompok, bukan demi kepentingan anggota.

Budaya konsumtif masyarakat pun menjadi tantangan tersendiri. Banyak warga yang masih menganggap zakat sebatas bantuan habis pakai. Mereka belum terbiasa melihat zakat sebagai sarana pemberdayaan. Padahal, zakat produktif mampu mengangkat keluarga miskin menjadi pelaku usaha mikro. Diperlukan edukasi yang terus-menerus agar masyarakat memahami bahwa dana sosial umat bisa dikelola dengan cara yang lebih strategis dan berkelanjutan.

Untuk menjawab tantangan tersebut, sejumlah langkah strategis harus ditempuh. Digitalisasi pengelolaan koperasi menjadi kunci penting. Dengan sistem pencatatan penghimpunan dan penyaluran dana secara real-time melalui aplikasi, setiap anggota bisa memantau transparansi keuangan koperasi. Pendampingan profesional dari tenaga ahli ekonomi syariah juga mutlak dibutuhkan, setidaknya di tingkat kota/kabupaten, agar koperasi tidak salah arah dalam mengelola dana umat. Kolaborasi erat dengan lembaga resmi seperti BAZNAS, Badan Wakaf Indonesia dan Lembaga Zakat/Wakaf yang bergerak pada level Nasional, Provinsi, Kota/Kabupaten dapat memperkuat legitimasi sekaligus meningkatkan kepercayaan publik. Disamping itu sosialisasi kepada masyarakat desa/kelurahan dengan bantuan dari alim ulama tidak kalah pentingnya.

KDKMP Syariah juga perlu menyesuaikan diri dengan potensi lokal desa. Di Aceh Tengah, misalnya, koperasi syariah dapat mengelola wakaf kebun kopi yang hasilnya bisa menopang kegiatan ekonomi. Di pesisir Sulawesi, fokus dapat diarahkan pada perikanan atau budidaya rumput laut. Di daerah pertanian, koperasi bisa mengelola penggilingan padi berbasis wakaf produktif. Dengan pola berbasis potensi lokal ini, koperasi akan lebih berkelanjutan dibandingkan dengan model seragam yang dipaksakan di semua desa.

Jika semua itu dapat dijalankan, potensi KDKMP Syariah dalam jangka panjang sungguh luar biasa. Apabila setiap desa memiliki koperasi Syariah yang mampu mengelola zakat dan wakaf secara produktif. Dana umat akan berputar di desa, membiayai usaha kecil, membuka lapangan kerja, menyediakan layanan sosial, dan memperkuat pendidikan masyarakat. Desa tidak lagi bergantung pada rentenir atau bantuan sesaat dari pemerintah, melainkan berdiri di atas kemandirian ekonomi yang kokoh.

Lebih jauh, model ini berpeluang menjadi inspirasi global. Dunia Islam bisa belajar dari Indonesia tentang bagaimana koperasi, zakat, dan wakaf bisa dipadukan dalam skala nasional untuk memberdayakan jutaan keluarga miskin. Keberhasilan KDKMP Syariah akan membuktikan bahwa ekonomi Syariah tidak hanya konsep ideal, melainkan solusi nyata untuk menghadirkan keadilan sosial. 

Menyejahterakan masyarakat.

Pada akhirnya, keberhasilan KDKMP Syariah tidak akan diukur dari seberapa banyak koperasi yang terbentuk, melainkan dari sejauh mana ia mampu mengubah wajah desa. Ukurannya adalah ketika masyarakat desa bisa keluar dari kemiskinan, pemberdayaan menjadi proses dan tujuan, memperoleh akses usaha tanpa jeratan rentenir, dan membangun kehidupan yang lebih bermartabat. Jika tantangan tata kelola, keterbatasan SDM, dan godaan politik dapat diatasi, KDKMP Syariah akan tumbuh menjadi pilar ekonomi umat yang berkeadilan dan berkelanjutan, menjawab cita-cita bangsa sekaligus amanah Syariah untuk membawa maslahat.

Kekuatan Indonesia tidak bertumpu pada segelintir kapital besar, melainkan pada jutaan umat yang bergerak bersama melalui koperasi. Dengan KDKMP Syariah, gotong royong ekonomi rakyat menemukan napas baru yang menyatukan semangat kebangsaan dan nilai-nilai Islam dalam satu wadah yang menyejahterakan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement