
Oleh : Fathurrochman Karyadi*
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setiap 10 Agustus, kita memperingati Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas). Ini mengingatkan kita pada 30 tahun silam sebuah mahakarya Pesawat N250 Gatotkaca, 1995. Di podcast Kiswah Soul Kajian, kami berkesempatan membuat episode kisah inspiratif bersama tiga insinyur Indonesia yang kini berkarya di Kanada.
Berkat dukungan Dr. Afen Sena, obrolan virtual kami mengupas tuntas bagaimana proyek N250 pernah membuat bangsa ini berdiri tegak dengan penuh kebanggaan.
Ketiga insinyur yang merupakan murid-murid Presiden ketiga RI, B. J. Habibie itu adalah Sigit Afrianto, Spesialis Teknik Senior Pneumatik, Airbus A220, Kanada; Rangsang Wiwaswan, Spesialis Teknik Senior Propulsi, DND, Kanada; Endro Haryono, Pakar Teknis Senior, Insinyur Sistem Propulsi, Bombardier, Kanada.
Dalam suasana nostalgia dan optimisme, mereka berkisah bagaimana N250 bukan sekadar produk teknologi, melainkan simbol harga diri bangsa yang dibangun dengan keringat dan semangat pantang menyerah.
Pak Rangsang memulai ceritanya dengan senyum khasnya. Lulusan Teknik Mesin ITB angkatan 1986 ini bercerita bagaimana ia dan rekan-rekannya direkrut langsung oleh PTDI (saat itu masih bernama IPTN) setelah lulus.
"Kami seperti kanvas kosong yang siap diisi," kenangnya. Ia ditempatkan di divisi propulsi N250, yang menggunakan teknologi turboprop dengan sistem kontrol digital FADEC (Full Authority Digital Engine Control), sebuah terobosan di era 90-an.
Tak jauh berbeda, Pak Sigit menceritakan pengalaman magangnya di Hamilton Standard, Amerika Serikat. "Pak Habibie punya visi jelas: teknologinya boleh dibeli, tapi enjiner yang mengintegrasikannya harus orang Indonesia," ujarnya dengan mata berbinar. Ia bertanggung jawab mengembangkan sistem AC dan tekanan kabin, komponen vital yang menentukan keselamatan penerbangan.
Sementara Pak Endro, yang sempat bekerja di General Electric, menekankan filosofi di balik proyek ini: "Pak Habibie selalu bilang, menjual bahan mentah tidak ada artinya. Nilai tambah ada di engineering."
Indonesia yang Menggetarkan Dunia
N250 bukanlah pesawat biasa. Ia dilengkapi teknologi fly-by-wire (sistem kontrol digital) dan glass cockpit (tampilan layar digital). Keduanya fitur yang bahkan belum dimiliki pesawat sejenis seperti ATR72 atau Dash 8 saat itu. "Kami punya tiga saluran redundansi untuk memastikan keamanan maksimal," jelas Pak Rangsang dengan semangat.