Kamis 10 Jul 2025 09:14 WIB

Fikih Sholat di Tengah Banjir

Rasulullah SAW pernah melaksanakan sholat di atas genangan air dan lumpur.

Warga menerobos banjir di Perumahan Ciledug Indah I, Tangerang, Banten, Selasa (8/7/2025). Banjir setinggi 50 cm - 200 cm yang merendam perumahan tersebut terjadi akibat meluapnya Kali Angke serta hujan deras.
Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal
Warga menerobos banjir di Perumahan Ciledug Indah I, Tangerang, Banten, Selasa (8/7/2025). Banjir setinggi 50 cm - 200 cm yang merendam perumahan tersebut terjadi akibat meluapnya Kali Angke serta hujan deras.

Oleh KH RAKHMAD ZAILANI KIKI; Penulis Fikih Kota Global & Wakil Sekretaris MUI DKI Jakarta

REPUBLIKA.CO.ID, Banjir yang masih melanda di berbagai tempat di Indonesia  seperti di musim kemarau basah saat ini jangan sampai menghalangi korban banjir untuk mengerjakan sholat yang merupakan kewajiban yang utama bagi setiap Muslim. Namun, minimal ada dua persoalan yang dihadapi setiap Muslim yang menjadi korban banjir dan atau sedang berada di tengah banjir untuk shalat, yaitu tentang ketersediaan  air untuk bersuci dan tempat kering yang suci untuk melaksanakan sholat.

Baca Juga

Untuk ketersediaan air untuk bersuci di tengah banjir, MUI DKI Jakarta telah memberikan fatwa yang terkait penggunaan air banjir yang tertuang di dalam buku Fikih Kota Global yang diterbitkannya  di tahun 2025 ini dengan sebuah pertanyaan: Apakah bisa air banjir untuk bersuci?

Di buku tersebut disebutkan bahwa di dalam fikih, air yang bisa digunakan untuk  bersuci adalah air suci dan menyucikan, selama tiak berubah sifat (warna, rasa, bau) secara dominan oleh najis.

Air banjir boleh digunakan untuk bersuci (wudlu dan mandi besar) selama tidak terbukti bercampur najis secara nyata (warna, bau, atau rasa). Jika air banjir terindikasi najis atau tercemar limbah berbahaya, maka tayammum diperbolehkan dengan pendekatan mashlahat dan darurat (maqasid al-syari`ah dan qawa`id al-fiqhiyyah) menjadi dasar kebijakan.

Sedangkan melaksanakan sholat di atas genangan air, maka hukumnya boleh dan sah selama air dan lumpur yang menempel d atas tempat sholat tersebut bisa dipastikan suci.

Di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Rasulullah SAW sendiri pernah melaksanakan shalat di atas genangan air dan lumpur saat terjadi hujan. Hadits tersebut bersumber dari Abu Salamah, dia berkata; “Saya bertanya kepada Abu Sa’id al-Khudri, kemudian dia menjawab, ‘Pada suatu hari ada banyak awan lalu turun hujan lebat hingga air mengalir dari atap. Waktu itu atap masih terbuat dari daun pohon kurma. Kemudian salat dilaksanakan dan aku melihat Rasulullah SAW. sujud di atas genangan air dan lumpur hingga saya melihat ada sisa lumpur pada dahinya.”

Fatwa MUI DKI Jakarta yang tertuang di dalam buku Fikih Kota Global ini, terutama tentang penggunaan air banjir untuk bersuci, sangat relevan dengan daerah-daerah yang masih sering terkena banjir, seperti kota Jakarta karena membantu kebutuhan mendesak warga dalam kondisi darurat agar tetap bisa menjalankan ibadah dengan tenang dan sah, sekaligus menunjukkan bahwa Islam adaptif terhadap realitas urban dan persoalan ekologi. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement