Ahad 25 May 2025 13:59 WIB

Akar Masalah Jamaah Haji Suami-Istri Terpisah dan Sindiran Surah Abasa

Pemerintah terus berupaya meningkatkan pelayanan haji tahun ini.

Jamaah haji berjalan di bawah kipas angin embun (cooling fan) di Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi, Jumat (16/5/2025).
Foto: ANTARA FOTO/Andika Wahyu
Jamaah haji berjalan di bawah kipas angin embun (cooling fan) di Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi, Jumat (16/5/2025).

Oleh : Ahmad Dumyathi Bashori*

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jamaah haji tahun ini punya banyak cara memediakan apa yang terjadi melalui beragam saluran media sosial. Beberapa video pribadi jamaah viral di berbagai grup whatssap sehingga berita tidak sedap kisruh pelayanan 2025 yang digadang-gadang terbaik sepanjang sejarah bocor alus ke khalayak.

Beberapa footage jamaah laki dan perempuan berjalan kaki menyeberangi jalan raya dengan menenteng koper, tas dan bawaan lainnya berpindah hotel menggambarkan kondisi pelayanan haji tahun ini bahkan ada yang menarasikan secara over dengan mengutip ayat-ayat dari Surat Abasa : “Pada hari itu manusia lari dari saudaranya, ibu dan bapaknya, dari isteri dan anak-anak,” untuk mendeskripsikan kisruh yang terjadi pada pelayanan haji 1446 H/2025 M sekarang ini. Suami terpisah dari isteri, anak terpisah dari orang tua, lansia terpisah dari pendampingnya dan lain-lain.

Baca Juga

Menurut berita media nasional tidak kurang dari 2.500 anggota jamaah atau 1.250 pasangan yang terpisah. Kemungkinan, angka sesungguhnya jauh lebih besar. Oleh karenanya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Komisi 8 secara urgen mengadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Direktur Jenderal (Dirjen) Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama Republik Indonesia, Prof. Dr. Hilman Latief yang dilangsungkan (19 Mei 2025) guna mendengarkan penjelasan Dirjen terkait masalah yang terjadi dan upaya mitigasi berbagai kasus yang muncul di hari-hari mendatang menjelang puncak prosesi ibadah Haji. Dirjen PHU dalam konteks RDP di atas hanya memaparkan kondisi faktual yang terjadi dan menganalisa bahwa persoalan-persoalan seperti digambarkan di atas terjadi disebabkan oleh dua hal yaitu keterlambatan keluarnya visa dan sistem multi-syarikah.

Terkait dengan dua argumentasi di atas, sekiranya perlu telaah lebih jauh. Pertama, factor keterlambatan visa. Benar keterlambatan visa berperan memisahkan jamaah haji dari suami-isteri, anak, saudara dan lainnya dari kloter (kelompok terbang) yang semestinya berangkat pada jadwal yang telah ditentukan.

Untuk tahun ini, tahap pelunasan tahap 1 dilakukan secara simultan dengan proses visa mengingat ketentuan Ta’limatul Hajj antara 18 Februari-18 April 2025, sehingga mereka yang lunas langsung diproses visanya guna menghindari keterlambatan. Oleh karenanya, tidak ada satu Kloter pun yang utuh saat diajukan visanya sebab tidak sedikit yang berbeda tahap pelunasan. Adapun yang lunas bersamaan tidak berdampak. Jadi i jamaah lansia, disabilitas dan pendamping beda Kloter, beda Syarikah dan seterusnya bermula dari beda tahap pelunasan. Kendati demikian, kondisi ini tidak menjadi lebih parah dan berdampak bola salju ketika penyedia layanan (syarikah) tidak multi alias tungga seperti tahun 2024 dan sebelumnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement