Kamis 27 Mar 2025 10:51 WIB

Ramadhan, dari Humanisme Filantropi untuk Internasionalisasi Dakwah Zakat

Konsep zakat, infak, dan sedekah cerminkan komitmen Islam pada kesejahteraan bersama.

Zakat Fitrah di BSI Mobile
Foto: dok BSI
Zakat Fitrah di BSI Mobile

Oleh: Prof Dr Murodi, M.Ag, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Yudhiarma MK, M.Si, Mahasiswa S3 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

REPUBLIKA.CO.ID, Sebagai puncak ibadah puasa di bulan Ramadhan, pada ajaran Islam, Idul Fitri memiliki makna sangat mendalam.

Selain sebagai momen kebahagiaan atas keberhasilan menahan diri selama sebulan penuh, Idul Fitri juga menjadi waktu yang sangat strategis untuk mempererat tali silaturahmi dan meningkatkan kepedulian sosial.

Dalam ''The Elementary Form of Religious Life'', Emile Durkheim (1858-1917), sosiolog Prancis yang sangat berpengaruh, pernah mengkaji serius mengenai agama. Ia mendefinisikan religi sebagai kesatuan sistem kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan sesuatu yang sakral.

Menurut dia, ada dua hal dasar dalam agama, yaitu “sacred” (suci) atau ukhrawi dan “profane” (profan) atau duniawi.

Durkheim menjelaskan, konsentrasi agama terletak pada hal-hal yang sakral karena memiliki pengaruh luas, menentukan kesejahteraan dan kepentingan masyarakat. Sedangkan profan hanya menjadi bagian keseharian hidup dan bersifat biasa-biasa saja.

Karena itu, Idul Fitri termasuk “sektor” sakral karena ia memiliki pengaruh luar biasa dalam masyarakat. Pada hari raya ini, masyarakat secara tidak langsung dikontrol oleh kondisi di mana mereka harus bersikap lebih baik, ramah, sopan dan sebagainya dari pada hari-hari biasa. Kembali ke jiwa yang fitrah.

Jika dibandingkan dengan Hari Raya Idul Adha, atau hari besar Islam lainnya, kontrol sosial tidak sekuat Idul Fitri. Nah, salah satu aspek utama dalam perayaan Idul Fitri adalah zakat, yang merupakan bentuk filantropi Islam yang wajib ditunaikan setiap Muslim yang mampu.

Zakat fitrah dan zakat mal, infak, dan sedekah, mencerminkan nilai-nilai humanisme dalam Islam yang mengajarkan tentang urgensi berbagi, peduli, dan membantu sesama, terutama mereka yang membutuhkan.

Namun, lebih dari sekadar kewajiban, zakat juga dapat menjadi peranti untuk menginternasionalisasikan dakwah Islam, di mana umat dapat menunjukkan nilai-nilai kemanusiaan yang terkandung dalam ajaran agama mereka kepada dunia.

Dalam hal ini, konsep humanisme filantropi dan penggunaan medium jurnalisme profetik dapat menjadi landasan penting dalam memahami bagaimana dakwah zakat dapat diuniversalisasi dan diterima berbagai kalangan, terutama dalam konteks masyarakat global yang semakin terhubung di era digital.

Humanisme dalam filantropi Islam

Marcel A Boisard, ahli Islam dan diplomat asal Swiss, menawarkan perspektif menarik tentang bagaimana Islam memandang keadilan sosial. Ia secara khusus menulis buku masyhur “Humanisme dalam Islam”, untuk menjembatani kesenjangan antara pemahaman Barat dan Timur tentang Islam, khususnya dalam konteks nilai-nilai kemanusiaan.

Boisard berargumen keadilan sosial merupakan inti dari humanisme Islam. Ia melihat konsep-konsep seperti persaudaraan universal, tanggung jawab sosial, dan keadilan ekonomi yang mendasari ajaran Islam, sejalan dengan prinsip-prinsip dasar humanisme.

Kemudian, ia berpandangan Islam memberikan penekanan kuat pada tanggung jawab sosial. Konsep zakat, infak, dan sedekah, menurut Boisard, mencerminkan komitmen Islam terhadap kesejahteraan bersama dan penghapusan kemiskinan.

Lalu, terkait keadilan ekonomi, ia mengupas bagaimana Islam mengatur hubungan kemasyarakatan, seperti larangan riba, kepemilikan bersama atas sumber daya alam, dan distribusi kekayaan yang adil. Ini merupakan salah satu bentuk upaya untuk menciptakan sistem ekonomi yang lebih berkeadilan.

Selain itu, keadilan hukum, menurut Boisard juga merupakan aspek penting dari keadilan sosial dalam Islam. Ia menyoroti bagaimana hukum Islam berusaha melindungi hak-hak setiap individu, terlepas dari latar belakang mereka.

Humanisme dalam filantropi yang berfokus pada kepedulian terhadap sesama dan penyebaran kebaikan, sangat terkait erat dengan nilai-nilai yang diajarkan Islam.

Zakat, infak, dan sedekah bukan hanya amal, tetapi juga merupakan bentuk manifestasi nilai-nilai humanisme yang mendalam dalam ajaran Islam.

Pada Idul Fitri, ketika umat Islam merayakan kemenangan setelah bulan Ramadhan, kewajiban menunaikan zakat menjadi simbol penting dari kepedulian sosial dan solidaritas terhadap kaum dhuafa.

Humanisme filantropi, dalam konteks ini, mengajarkan umat Islam untuk menanggalkan egoisme dan membuka hati untuk berbagi dengan mereka yang membutuhkan.

Islam mengajarkan bahwa dengan berbagi, bukan hanya kesejahteraan material yang diberikan, tetapi juga kedamaian sosial pun ikut tercipta.

Dalam hal ini, zakat adalah instrumen yang sangat kuat dalam membangun solidaritas sosial dan mengurangi kesenjangan antara kaya dan miskin.

Zakat mal dan zakat fitrah yang biasa ditunaikan saat Ramadhan dan menjelang Idul Fitri, merupakan simbol dari pembersihan jiwa dan penyempurnaan iman, yang sekaligus menyatukan umat Islam dalam semangat berbagi kebahagiaan dengan sesama.

Internasionalisasi dakwah zakat

Dakwah zakat memiliki potensi besar untuk menyebarkan pesan Islam secara internasional, terlebih jika dihubungkan dengan prinsip humanisme filantropi.

Program-program dakwah zakat yang dilaksanakan pada momen-momen penting seperti Idul Fitri, dapat menjadi sarana mengenalkan ajaran Islam yang sesungguhnya—yakni Islam yang penuh kasih sayang, kepedulian, dan solidaritas: rahmatan li al-‘alamin.

Salah satu cara mewujudkan internasionalisasi dakwah zakat adalah melalui pendekatan jurnalisme profetik, di mana media memainkan peran penting dalam menyebarkan informasi dan membentuk persepsi positif terhadap zakat dan amal sosial dalam Islam.

Zakat sebagai alat internasionalisasi dakwah ini, tidak hanya terbatas pada negara-negara dengan mayoritas Muslim, tetapi juga dapat diperkenalkan kepada masyarakat internasional yang lebih luas.

Melalui pendekatan lebih inklusif dan mengedepankan aspek kemanusiaan, dakwah zakat dapat menjadi sarana untuk mengurangi ketegangan antarumat beragama, memperbaiki citra Islam, dan membangun dialog antarbudaya.

Dalam menginternasionalisasi dakwah zakat, konsep ilmu sosial profetik yang terus berkembang dalam komunikasi profetik hingga jurnalisme profetik, bisa menjadi landasan penting untuk memahami bagaimana pesan-pesan Islam yang berbasis pada kebaikan, dapat disampaikan dengan cara efektif dan sesuai dengan nilai-nilai agama.

Komunikasi profetik adalah komunikasi yang berbasis pada nilai-nilai kebenaran, keadilan, dan kasih sayang yang berasal dari ajaran-ajaran Nabi Muhammad SAW (Kuntowijoyo, Mizan: 2007).

Dalam hal ini, dakwah zakat sebagai salah satu bentuk komunikasi profetik harus mampu menyampaikan pesan-pesan kebaikan dengan cara yang penuh cinta kasih dan mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan.

Sementara itu, komunikasi profetik juga menekankan pada urgensi menyampaikan pesan secara holistik yaitu dengan mengutamakan keseimbangan antara dimensi spiritual dan sosial (Iswandi Syahputra, Simbiosa Rekatama Media: 2021).

Dalam konteks dakwah zakat, komunikasi profetik ini dapat diwujudkan dengan menyampaikan bahwa zakat bukan hanya kewajiban agama, tetapi juga sebuah bentuk kontribusi sosial yang nyata untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil dan sejahtera.

Zakat, infak, dan sedekah, yang merupakan instrumen penting dalam Islam, tidak hanya berfungsi untuk membersihkan harta, tetapi juga untuk menciptakan keadilan sosial.

Terkait hal tersebut, media sebagai jembatan antara umat Islam dan masyarakat global, sangat penting dalam proses internasionalisasi dakwah zakat. Dengan memanfaatkan jurnalisme profetik, media dapat menyebarkan kisah-kisah inspiratif dan humanis tentang bagaimana zakat membantu menyelesaikan masalah sosial, kemiskinan, dan ketidakadilan.

Media juga dapat memainkan peran penting dalam mengedukasi masyarakat tentang makna dan tujuan zakat dalam Islam, serta bagaimana zakat dapat menjadi solusi bagi berbagai permasalahan sosial yang dihadapi umat manusia.

Melalui jurnalisme berbasis nilai-nilai filantropi Islam, media dapat membantu mengubah narasi negatif tentang Islam yang sering kali dikaitkan dengan kekerasan dan terorisme menjadi narasi lebih positif, yang menekankan sisi kemanusiaan dan kedamaian dari ajaran Islam.

Media pun bisa mendorong masyarakat non-Muslim untuk lebih memahami dan menghargai peran penting zakat dalam membangun solidaritas sosial, serta memberikan kontribusi pada terciptanya dunia yang lebih adil dan damai.

Idul Fitri adalah momentum yang sangat tepat untuk memperkenalkan dan menginternasionalkan dakwah zakat karena pada saat ini umat Islam di seluruh dunia berkumpul untuk merayakan kemenangan mereka setelah sebulan penuh berpuasa.

Melalui humanisme filantropi yang diajarkan oleh zakat, umat Islam dapat menunjukkan sisi kemanusiaan mereka yang luhur, yaitu kepedulian terhadap sesama.

Dalam hal ini, zakat tidak hanya berfungsi sebagai kewajiban agama, tetapi juga sebagai sarana untuk menciptakan dunia yang lebih adil, damai dan sejahtera.

Jurnalisme profetik memberikan perspektif penting dalam dakwah zakat, yaitu bagaimana menyampaikan pesan-pesan kebaikan dengan cara yang penuh kasih sayang dan keadilan.

Dengan dukungan media, dakwah zakat dapat menjadi sarana efektif untuk memperkenalkan Islam yang sesungguhnya kepada dunia internasional, serta membangun pemahaman lebih baik antara umat Islam dan masyarakat global.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement