
Oleh: Jaharuddin, Pengamat Ekonomi Syariah, Dosen FEB UMJ
REPUBLIKA.CO.ID, Mudik bukan sekadar tradisi tahunan di Indonesia tetapi juga fenomena ekonomi besar yang membawa dampak luas bagi berbagai sektor. Setiap tahun, jutaan masyarakat melakukan perjalanan kembali ke kampung halaman, menciptakan arus pergerakan manusia dan uang yang sangat besar.
Berdasarkan data Kementerian Perhubungan, pada 2024 jumlah pemudik diperkirakan mencapai 167,2 juta orang, sedangkan pada 2025 diproyeksikan sekitar 146,48 juta orang.
Arus pergerakan ini meningkatkan aktivitas ekonomi di daerah tujuan mudik, terutama melalui konsumsi barang dan jasa, tetapi juga menimbulkan tantangan besar dalam infrastruktur transportasi, lingkungan, dan distribusi sumber daya.
Pendekatan ekonomi sirkular dan ekonomi Islam menawarkan solusi dalam mengelola mudik agar lebih produktif dan berkelanjutan. Ekonomi sirkular berfokus pada efisiensi sumber daya dan pengurangan limbah, sedangkan ekonomi Islam menekankan keseimbangan dalam distribusi kekayaan serta keberkahan dalam setiap transaksi ekonomi.
Menggabungkan kedua konsep ini dapat menciptakan sistem mudik yang tidak hanya memberikan manfaat jangka pendek, tetapi juga membangun ekonomi daerah secara berkelanjutan.
Salah satu tantangan terbesar dalam mudik adalah tingginya konsumsi energi, terutama dari sektor transportasi. Lonjakan penggunaan kendaraan pribadi selama musim mudik menyebabkan kemacetan yang berujung pada meningkatnya konsumsi bahan bakar dan emisi karbon.
Pada 2023, arus kendaraan harian di Tol Jakarta-Cikampek mencapai 203 ribu unit per hari, angka yang kemungkinan besar meningkat pada 2024 dan 2025 seiring bertambahnya jumlah pemudik.
Jika rata-rata satu kendaraan menghabiskan 10 liter bahan bakar per hari, maka konsumsi bahan bakar pada puncak mudik bisa mencapai 2,03 juta liter per hari hanya di satu jalur tol utama.
Dari perspektif ekonomi sirkular, ini bentuk pemborosan sumber daya yang seharusnya dapat dikurangi dengan optimalisasi transportasi massal berbasis energi bersih.
Pemerintah telah berupaya meningkatkan kapasitas angkutan umum, tetapi kesadaran masyarakat untuk beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi massal masih rendah.
Dalam ekonomi sirkular, strategi seperti insentif bagi pengguna transportasi umum, peningkatan fasilitas angkutan publik, dan penggunaan kendaraan listrik harus dipercepat.