Jumat 03 Jan 2025 16:06 WIB

Optimisme Sektor Perkebunan 2025

2025 diproyeksikan menjadi era transformasi strategis bagi sektor perkebunan.

Petani memetik daun teh di area perkebunan teh di Jalancagak, Kabupaten Subang, Jawa Barat, Selasa (24/10/2023).
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Petani memetik daun teh di area perkebunan teh di Jalancagak, Kabupaten Subang, Jawa Barat, Selasa (24/10/2023).

Oleh : Kuntoro Boga Andri, Kepala Pusat Standarisasi Instrumen Perkebunan, Kementerian Pertanian

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sektor perkebunan Indonesia telah menjadi salah satu pilar utama pembangunan ekonomi nasional. Dari Buku Saku Statistik Pembangunan Perkebunan Indonesia Tahun 2023, Ditjen Perkebunan, Kementerian Pertanian (Kementan), sektor ini menyumbang PDB sebesar Rp 735,91 triliun, yang merupakan 41,57 persen dari total PDB sektor pertanian.

Selain itu, nilai ekspor komoditas perkebunan unggulan pada tahun 2022 mencapai  Rp 622,36 triliun atau berkontribusi sekitar 92 persen dari nilai ekspor pertanian.  Di sisi lain, sektor ini juga melibatkan sekitar 17 juta petani pekebun yang tersebar di seluruh Indonesia, dengan luas lahan mencapai 27 juta hektar, mencakup komoditas utama seperti kelapa sawit, kakao, kelapa, kopi, karet, tebu, the, tanaman rempah dan obat.

Seiring dengan kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, tahun 2025 diproyeksikan menjadi era transformasi strategis bagi sektor perkebunan Indonesia. Program hilirisasi menjadi fokus utama, terutama pada industri kelapa sawit yang berperan besar dalam perekonomian nasional. 

Hilirisasi ini diarahkan untuk menghasilkan produk bernilai tambah seperti biodiesel B35 dan B40, industri berbahan dasar alami, hingga pangan olahan yang kompetitif di pasar global. Inisiatif ini tidak hanya bertujuan meningkatkan nilai ekspor yang pada tahun 2024 telah mencapai angka signifikan, tetapi juga menciptakan dampak langsung pada peningkatan kesejahteraan petani dan pengurangan ketergantungan Indonesia pada pasar internasional yang dinamis.

Tahun 2025 menjadi momen krusial bagi sektor perkebunan untuk bangkit dan meraih daya saing global. Dengan kombinasi strategi hilirisasi, penerapan teknologi modern, dan pelibatan generasi muda sebagai motor penggerak inovasi, sektor ini diharapkan terus menjadi tulang punggung perekonomian nasional. Dengan potensi besar yang terus digali dan pendekatan yang adaptif terhadap tren global, sektor perkebunan Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi katalisator utama dalam memperkuat posisi ekonomi Indonesia di era kompetisi global.

 

Realitas Lapangan dan Kondisi Global

Di balik potensi besar yang dimiliki sektor perkebunan Indonesia, tantangan yang dihadapi pada tahun 2025 memerlukan perhatian serius dan pendekatan strategis. Salah satu tantangan utama adalah dampak perubahan iklim terhadap produktivitas komoditas unggulan seperti kakao, kopi, dan kelapa sawit. Perubahan pola cuaca ekstrem terus mengganggu masa panen dan kualitas hasil, menyebabkan penurunan produksi hingga 25% pada beberapa wilayah sentra produksi di tahun 2023, terutama di Sulawesi dan Sumatra. Dalam beberapa laporan terbaru Kementerian Pertanian, strategi mitigasi yang sedang diimplementasikan adalah penggunaan teknologi berbasis data cuaca untuk meningkatkan ketahanan tanaman dan efisiensi pengelolaan lahan. Selain itu, Kementan juga mulai memperluas pengembangan varietas tahan iklim yang diproyeksikan akan meningkatkan hasil panen hingga 15% pada tahun 2025.

Dinamika permintaan pasar global juga menciptakan peluang sekaligus tantangan bagi komoditas perkebunan, terutama kelapa sawit. India dan Cina terus menjadi pasar utama, mencatatkan peningkatan permintaan minyak sawit sebesar 22 persen pada tahun 2024. Namun, tekanan regulasi keberlanjutan dari Uni Eropa terus membatasi ekspor, dengan penurunan volume hingga 18 persen dibandingkan tahun 2023 akibat kebijakan deforestasi Uni Eropa. Untuk menghadapi hal ini, Indonesia mulai memanfaatkan kemitraan perdagangan dengan negara-negara Timur Tengah dan Afrika, yang mencatatkan kenaikan ekspor hingga 10% selama semester pertama 2024. Diversifikasi pasar menjadi strategi penting guna memastikan stabilitas ekspor di tengah dinamika regulasi global.

Tantangan lainnya adalah kesiapan sosial dan budaya pekebun dalam merespons dinamika pasar. Harga komoditas yang fluktuatif sering kali mendorong alih fungsi lahan secara tidak terencana. Pada tahun 2024, laporan BPS mencatat alih fungsi lahan perkebunan mencapai 6,2 persen dari total lahan nasional, dengan dominasi perubahan menjadi lahan non-produktif. Untuk mengatasi ini, Kementerian Pertanian telah meluncurkan program pelatihan berbasis teknologi bagi petani kecil, dengan tujuan meningkatkan kapasitas pengelolaan lahan secara berkelanjutan. Dengan langkah ini, diharapkan stabilitas pasokan dan keberlanjutan sektor perkebunan dapat lebih terjamin.

 

Strategi Peningkatan Daya Saing

Perkebunan Indonesia menghadapi tantangan besar, namun peluang yang ada pada tahun 2025 tetap menjanjikan. Tidak hanya kelapa sawit, komoditas lain seperti kelapa, kopi, kakao, dan karet juga memiliki prospek cerah untuk terus berkontribusi pada perekonomian nasional. Untuk kelapa sawit, target produksi lebih dari 50 juta ton tetap menjadi prioritas utama. Sebagai produsen Crude Palm Oil (CPO) terbesar di dunia, fokus pada efisiensi dan produktivitas dengan teknologi modern diharapkan dapat meningkatkan hasil panen dan menjaga posisi Indonesia di pasar global.

Selain itu, komoditas kelapa juga menunjukkan peluang besar melalui pengembangan produk turunan seperti minyak kelapa sehat, santan kemasan, dan karbon aktif. Dengan meningkatnya permintaan pasar internasional terhadap produk-produk organik, kelapa Indonesia dapat menjadi pemain utama dalam rantai pasok global. Begitu pula untuk kopi, yang tetap menjadi primadona ekspor. Pada tahun 2024, Indonesia mencatat peningkatan ekspor kopi spesialti sebesar 15 persen, yang didorong oleh inovasi dalam proses pasca-panen dan pemasaran yang menargetkan segmen premium di pasar global, seperti Amerika Serikat dan Eropa.

Kakao juga memiliki peluang besar dengan hilirisasi yang diarahkan untuk meningkatkan produksi cokelat olahan. Pemerintah bersama sektor swasta berupaya mengatasi tantangan produktivitas kakao dengan pengembangan varietas unggul dan pelatihan bagi petani untuk praktik budidaya yang berkelanjutan. Pada saat yang sama, permintaan domestik dan internasional untuk produk cokelat terus meningkat, memberikan peluang besar bagi Indonesia untuk memperluas pasar ekspor.

Hilirisasi tetap menjadi strategi kunci untuk mendorong nilai tambah komoditas perkebunan. Pemerintah mendorong investasi dalam pengolahan produk turunan seperti biodiesel, bahan baku kosmetik, dan pangan olahan berbasis kelapa sawit, kelapa, dan kakao. Kebijakan ini tidak hanya menambah nilai ekspor tetapi juga menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan daya saing komoditas Indonesia di pasar global. Dengan dukungan insentif fiskal dan nonfiskal, pengembangan hilirisasi ini diharapkan dapat meningkatkan kontribusi sektor perkebunan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.

Generasi muda juga menjadi kunci transformasi sektor ini. Keterlibatan generasi muda, terutama Gen Z, dalam sektor perkebunan terus didorong melalui edukasi dan inovasi teknologi. Pemanfaatan teknologi digital seperti drone untuk pemetaan lahan, aplikasi pengelolaan tanaman berbasis data, dan pemasaran digital telah membuka peluang baru untuk efisiensi produksi dan akses pasar yang lebih luas. Selain itu, promosi keberlanjutan melalui generasi muda diharapkan dapat meningkatkan citra positif komoditas Indonesia di pasar global.

Namun, tantangan seperti fluktuasi harga komoditas dan tekanan regulasi internasional tetap ada. Namun, dengan diversifikasi pasar ke Asia, Timur Tengah, dan Afrika, sektor perkebunan tetap diharapkan menjadi penggerak utama ekonomi Indonesia. Sinergi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat menjadi kunci untuk memastikan keberlanjutan dan daya saing sektor ini di tengah perubahan global.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement