Rabu 23 Oct 2024 23:58 WIB

Jakarta dan Pantura Mulai Tenggelam Oleh Laut, Lalu Apa Solusinya?

GSW dan Polder merupakan upaya untuk menahan air laut

Warga mengikuti upacara bendera di perkampungan mereka yang terendam limpasan air laut ke daratan atau banjir rob di Dusun Timbulsloko, Desa Timbulsloko, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, Kamis (17/8/2023). Upacara peringatan HUT ke-78 Kemerdekaan Republik Indonesia itu warga mengampanyekan ancaman krisis iklim serta menyuarakan tuntutan penyelesaian dan solusi pemerintah mengenai masalah kerusakan lingkungan pesisir setempat yang terancam hilang tenggelam akibat kenaikan air laut disertai penurunan muka tanah.
Foto: ANTARA FOTO/Aji Styawan
Warga mengikuti upacara bendera di perkampungan mereka yang terendam limpasan air laut ke daratan atau banjir rob di Dusun Timbulsloko, Desa Timbulsloko, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, Kamis (17/8/2023). Upacara peringatan HUT ke-78 Kemerdekaan Republik Indonesia itu warga mengampanyekan ancaman krisis iklim serta menyuarakan tuntutan penyelesaian dan solusi pemerintah mengenai masalah kerusakan lingkungan pesisir setempat yang terancam hilang tenggelam akibat kenaikan air laut disertai penurunan muka tanah.

Oleh : Yus Budiyono, peneliti risiko banjir di Badan Riset dan Inovasi Nasional

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-Setelah 2.100 km jalan tol, Indonesia akan menikmati infrastruktur besar berupa proteksi pantai berwujud Giant Sea Wall (GSW) di Pantura Jawa.

Apa sebenarnya GSW yang awalnya direncanakan di Teluk Jakarta dan akan dilaksanakan pula di seluruh Pantura? Bagaimana ia berfungsi dalam mengatasi banjir?

Baca Juga

Apakah ia satu-satunya struktur yang akan efektif menurunkan risiko banjir? Tulisan ini mengulas fungsi GSW dan sistem polder yang menjadi konsekuensinya dan sistem polder yang sudah bergulir di Jakarta dan Pantura.

GSW Jakarta adalah struktur baru yang akan dibangun di tengah laut pada kedalaman 20m. Nantinya GSW akan menjadi garis pantai baru bagi Jakarta, menggantikan Ancol dan daerah pantai lain sejak Kamal hingga Cilincing.

DI belakang garis pantai ini nantinya akan ada danau baru seluas Kota Jakarta Utara yang berfungsi sebagai kolam retensi. Di danau baru inilah diharapkan semua air yang melalui 13 sungai berkumpul hanya dengan gaya grafitasi sebagaimana sungai-sungai pada umumnya.

Untuk menguras danau, nantinya akan ada banyak sistem pompa yang memindahkan air di danau ke laut lepas melompati struktur GSW. Mengapa air itu harus dipompa? Karena sesungguhnya sebagaian daratan di Jakarta bagian Utara saat ini sudah ada di bawah permukaan laut hingga -3m.

Cara pengelolaan banjir yang memandang daratan dan kolam retensi DI atas dikenal sebagai sistem polder. Kita secara tradisional tidak mengenal polder itu, karena kita tidak pernah hidup didalam rawa yang tanahnya lebih rendah dari permukaan air laut.

Kita lebih mengenal pegunungan dengan sawah terasering yang pengairannya menuruni petak-petak sawah sebelum sampai ke lembah. Petak-petak ini melambatkan aliran air yang turun dari gunung agar lebih memberi manfaat ke kita dalam bentuk panen padi. Sistem polder bekerja sebaliknya.

Air yang terlanjur berkumpul di lahan depresi secara gradual diangkat ke terasering diatasnya dan akhirnya dipompa ke laut yang lebih tinggi dari daratan. Kalau lahan terendah Jakarta adalah -3m, maka diperlukan dua terasering di wilayah -3m dan -1.5m sebelum dipompakan ke laut lepas.

Apakah Jakarta sejatinya hanya butuh 2 sistem polder? Kalau wilayah yang mengalami depresi itu adalah lahan yang boleh ditata berdasar kedalaman depresi, jawabannya ya. Tapi pemerintahan Jakarta menyadari itu saat lahannya sudah penuh dengan aset.

Kalau dirunut, tahun paling terdahulu dari rencana ini ada pada 1918, sedang naskah terbarunya ada di 2012. Di kedua tahun perencanaan yang terpaut satu abad itu, Jakarta sudah menjadi hub antar negara sehingga sudah tidak mungkin mengubah wajah kota murni dengan pendekatan ketinggian depresi.

BACA JUGA: Ehsan Daqsa Komandan Elite IDF Tewas Mengenaskan di Jabalia Utara, Ini Jejak Militernya

Bila pada 1918 sistem polder Jakarta hanyalah konsep yang mengemukakan kanal banjir Barat dan kanal banjir Timur, naskah 2012 dalam RUTR 20230 membagi Jakarta bagian Utara menjadi 66 sistem polder. Puluhan sistem polder ini bersambungan sejak Kampung Melayu hingga Ancol melebar ke seluruh wilayah Barat dan Timur.

Perbedaan dari polder besar yang terbentuk karena adanya GSW dan 66 sistem polder adalah bahwa keduanya belum saling kenal. GSW Jakarta yang konsepnya dikenal dengan nama National Capital Integrated Coastal Developmen (NCICD atau PTPIN dalam translasi Bahasa Indonesia) hanya berpikir untuk menurunkan muka air laut di dalam danau GSW menjadi -2m dibawah muka laut lepas. Itu adalah beda ketinggian maksimal yang bisa dikelola secara efektif.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement