Kamis 12 Sep 2024 20:48 WIB

Peter Gontha, Hatta, dan Polemik Pemain Berdarah Campuran di Timnas Indonesia

Mayoritas pemain naturalisasi berdarah Indonesia dari kakek atau neneknya.

Pemain Timnas Indonesia Ragnar Oratmangoen berebut bola dengan pemain Australia saat pertandingan Kualifikasi Piala Dunia 2026 di Stadion GBK, Senayan, Jakarta, Selasa (10/9/2024). Indonesia berhasil menahan imbang Australia dengan skor 0-0.
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Pemain Timnas Indonesia Ragnar Oratmangoen berebut bola dengan pemain Australia saat pertandingan Kualifikasi Piala Dunia 2026 di Stadion GBK, Senayan, Jakarta, Selasa (10/9/2024). Indonesia berhasil menahan imbang Australia dengan skor 0-0.

Oleh: Israr, jurnalis Republika.co.id.

REPUBLIKA.CO.ID, Awal bulan lalu, saya mengajak keponakan saya mengunjungi kantor saya di daerah Pejaten. Soalnya, dia mengaku jenuh kelamaan di rumah hanya bermain game. Ke kantor saya pun jadilah, asal keluar.

Baca Juga

Dia keponakan saya langsung. Anak kandung dari adik kandung saya. Namanya Hatta. Ibunya mengambil nama salah satu founding father Indonesia, Mohammad Hatta. 

Hatta berdarah campuran. Ayahnya berasal dari salah satu negara raksasa sepak bola Eropa. Mereka tinggal di negara ayahnya. Setiap musim panas, ia bersama ibunya, adik saya, berlibur ke Indonesia.

Meski nama lengkapnya diimbuhi nama keluarga ayahnya yang dari Eropa sana, tak mengubah fakta bahwa Hatta tetaplah anak Indonesia. Dia doyan masakan Nusantara. Ia berkali-kali memuji enaknya Mi Aceh yang saya belikan saat kami makan bersama. Pada momen ulang tahunnya pekan lalu, Hatta meminta ibunya membuat nasi tumpeng lengkap dengan lauk ayam, telur, perkedel, dan teri di sekelilingnya. Dia tidak meminta masakan Eropa! 

Hatta baru berusia 13 tahun. Namun, tingginya sudah 180-an cm. Saat liburan musim panas tahun lalu, ibunya mengatakan Hatta bermain basket di sekolahnya.

Saya senang mendengarnya. Terbayang keponakan saya ini bisa membela timnas basket Indonesia di kelompok usia sampai dia menentukan akan memilih menjadi warga negara apa nantinya.

Namun, baru-baru ini saya baru mengetahui bahwa dia sekarang bermain sepak bola. Menurut ibunya, Hatta kurang menyukai basket. Hatta memperkuat tim "kampungnya" di liga kelompok usia level "kabupaten" yang berjalan rapi di negara ayahnya.

"Aku main sebagai bek. Sebab dengan posturku, aku bisa menang beradu badan," kata Hatta.

Saya tak mengetahui kualitasnya di lapangan hijau. Tapi sudah terbayang di kepala saya peluang Hatta bisa menembus timnas sepak bola kelompok usia Indonesia. Kembali lagi, sebelum ia mencapai usia harus memutuskan memilih menjadi warga negara ayahnya atau WNI seperti ibunya sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.

Saya sudah menyampaikan hal-hal menggiurkan kepada Hatta jika ia mau serius di sepak bola dan memiliki target menembus timnas Indonesia. Saat ini, tampaknya ia belum memikirkan hal tersebut. Apalagi selama bocah, dia konsisten menyampaikan keinginannya menjadi scientist

"Saya hanya bermain bola untuk bersenang-senang, bukan untuk menjadi pekerjaan," kata Hatta suatu kali sebelum ia kembali ke rumahnya di Eropa sana awal bulan lalu.

 

Dalam...

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement