Kamis 20 Jun 2024 00:05 WIB

Takbir: Kerendahan Hati dan Kesetaraan

Takbir senantiasa dikumandangkan untuk mengagungkan Allah.

Takbiran/ilustrasi
Foto: Republika/Yasin Habibi
Takbiran/ilustrasi

Oleh: Nanang Sumanang, guru Sekolah Indonesia Davao-Filipina

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Idul Adha kali ini (1445 H/ 2024 M) memang tidak serempak, ada yang melaksanakan tanggal 16 Juni 2024, ada juga yang melaksanakan pada tanggal 17 Juni 2024 dikarenakan beberapa alasan yang menyangkut masalah fiqh yang tidak perlu dipertentangkan, tapi tetap harus didialogkan.

Baca Juga

Bagi muslim yang mampu diwajibkan untuk melaksanakan ibadah haji di Makkah al-Mukaramah, sementara bagi umat Islam di seluruh dunia yang tidak melaksanakan haji di kota Mekah akan melaksanakan salat Idul Adha yang biasanya dilanjutkan dengan pemotongan hewan kurban untuk diberikan kepada mustahik (orang yang berhak menerimanya).

Bagi muslim yang memenuhi panggilan Allah SWT untuk berhaji, mereka akan mengumandangkan kalimat talbiyah “labbaika allahumma labbaika, labbaika laa syariika laka labbaika, innal hamda wan ni’mata laka wal mulka laa syariika laka labbaik…” yang secara sederhana berarti “Ya Allah Tuhan kami, kami datang memenuhi panggilanMu, segala pujian, kemuliaan, dan tidak ada yang dapat menyekutukanMu ya Allah, kami memenuhi panggilanMu ya Allah…”

Sementara bagi umat Islam yang tidak melaksanakan haji, maka muslim di seluruh dunia akan mengalunkan dan menggelorakan kalimat takbir selama tiga hari (hari tasyrik)

Secara harfiyah kalimat takbir adalah “Allaahu Akbar” yang berarti Allah Maha Besar.

Kalimat ini bagi seorang muslim akan selalu diucapkan setiap hari, terutama dalam setiap salat lima waktu, apalagi takbiratul ihram yang merupakan rukun dalam shalat.

Kalimat Takbir Allahu Akbar dalam sejarahnya telah banyak memberikan dampak bagi pengucap dan pendengarnya dalam situasi dan kondisi tertentu, terutama dampak psikologis atau kejiwaan seseorang.

Setiap kalimat, terutama kalimat thayyibah (baik) itu mempunyai “zauq” atau rasa, termasuk kalimat Allahu Akbar juga mempunyai “zauq” atau rasa yang akan terhubung dengan nurani manusia. Dalam dunia tasawuf “zauq” juga bisa diartikan sebagai sebuah istilah yang berarti alat yang dapat digunakan untuk memperoleh ilmu tertinggi dan terdalam, seperti makrifat atau mauhibah atau al isyraqiyah (limpahan dan pancaran dari Tuhan). (Ensiklopedi Islam online, dilihat tgl 17 Juni 2024 pukul 22.08).

Ketika kalimat Allahu Akbar terucap dari mulut seseorang dengan hati nurani yang baik, maka yang mengucapkan akan memiliki pengetahuan dan kesadaran bahwa hanya Allah-lah semata yang Maha Besar, dan selain Allah adalah hanya makhluk yang mempunyai kedudukan sama di sisi-Nya. Oleh karena itu, manusia yang memiliki hati yang bersih ketika mengucapkan kata Allahu Akbar akan dapat ditangkap makna yang terkandung di dalamnya dan dapat mempengaruhi orang lain yang mendengarkannya.

Dampak dahsyat dari kalimat takbir Allahu Akbar, bisa kita pelajari dalam sejarah perjuangan Islam dan peradaban kemanusiaan, maka kita akan menyaksikan kegigihan dan semangat dari rasulullah, nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam (SAW) beserta para sahabatnya, yang dilanjutkan oleh penerusnya dalam memperjuangkan dan menegakan kebenaran di muka bumi.

Pembantaian manusia yang dilakukan penjajah Israel terhadap orang orang Palestina sebagai tuan rumah terus menerus mendapat perlawanan. Kalimat Allahu Akbar terus bergema mengisi relung relung hati orang orang Palestina yang terus membangkitkan semangat perjuangannya. Mereka tidak gentar dan takut dengan senjata yang modern atau dukungan negara negara munafik Barat yang terus menerus memberikan dukungan baik finansial maupun senjata, serta pembentukan opini, karena bagi mereka hanya Allah-lah yang Maha Besar, selainnya adalah kecil.

Sejarah nusantara inipun tidak luput dari semangat yang ditebarkan oleh para leluhur kita yang memiliki hati yang bersih, dan meneriakan kata Allahu Akbar dalam membebaskan negeri ini dari penjajahan. Kata Allahu Akbar telah membakar semangat kesetaraan sebagai makhluk Allah, yang tidak boleh ada ekploitasi antar makhluk Allah. Kalimat takbir ini telah membasahi lisan lisan para pejuang kita dari Sabang sampai Merauke

Atau lihatlah para petarung Ultimate Fighting Championship (UFC) atau Mixed Martial Art dari Dagestan, yang selalu menyatakan Allahu Akbar, sehingga mereka tidak pernah takut dan gentar melawan musuh musuh mereka. Terakhir adalah ketika Islam Makhachev menaklukan Dustin Poirier pada ronde ke lima.

Masih dalam suasana Idul Adha, sepertinya ini merupakan momen yang baik bagi kita untuk melakukan introspkesi diri (bermuhasabah), serta merevitalisasi pemahaman dan perasaan kita, ketika mengucapkan atau mendengarkan kata Allah Akbar. Entah karena hati kita yang kurang bersih, atau pemahaman kita terhadap makna Allahu Akbar yang kurang, sehingga semakin hari, makna Allahu Akbar semakin kurang bermakna dalam kehidupan sehari-hari.

Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme semakin marak saja, di tengah tengah rumah dan tempat ibadah serta kegiatan keagamaan lainnya semakin marak . Dimana lembaga lembaga untuk membina dan menyosialisasikan nilai nilai Pancasila serta lembaga penegakan hukum pun sudah difasilitasi dengan dukungan dana yang lebih besar, makna kalimat takbir Allahu Akbar malah semakin kering saja.

Kalimat takbir Allahu Akbar seharusnya dapat menimbulkan rasa ketakutan dan kekhawatiran yang sangat akan siksa Tuhan di hati kita, dan di sisi lainnya akan melahirkan kekaguman dan keterpesonaan hati ini akan cipataan Tuhan Yang Maha Esa dan keMaha Nesaran-Nya, sehingga kita merasa bahwa hanya Allah-lah semata Tuhan Yang Maha Besar, kita manusia hanyalah makhluk kecil, sama dengan makhluk makhluk lainnya di alam semesta ini. Dari pemahaman inilah lahir kerendahan hati, kesetaraan dan penghormatan kita terhadap sesama manusia atau ciptaan Allah lainnya.

Dulu ketika jamannya SMA kita belajar juga tentang tiga Hukum Kepler yaitu tentang bagaimana planet planet itu mengorbit mengelilingi matahari sebagai pusat dari tata surya dalam bentuk elips (lingkar melengkung), dan kecepatan palnet planet itu mengelilingi matahari.

Johannes Kepler, seorang ahli fisika, matematika dan astronomi berkebangsaan Jerman. Dia lahir dan besar di Weil Der Stadt pinggiran kota Jerman. Ketertarikannya kepada dunia maematika dan astronomi telah membuat sebuah buku awal yang berjudul “Cosmographicy Mystery” (misteri alam semesta) berdasarkan hitungan matematika dan astronomi.

Ketika Kepler mencocokan berbagai bentuk kurva planet Mars, dan juga menyelesaikan perbedaan delapan menit busur, Kepler memposisilan dirinya berada di planet Mars. Ketika Kepler memposisikan dirinya berdiri di planet Mars, maka dia merasakan sesuatu yang sangat menakutkan akan keberadaannya di alam jagat semesta ini. Ada rasa sangat kecil, sangat tidak berdaya, dan kekhawatiran yang besar apabila membandingkan dirinya yang hidup di bumi dengan keluasan jagat raya.

Sebaliknya, banyak para ilmuwan dan para astronom merasakan keterpesonaan dan kekaguman melihat luas dan indahnya jagat raya ini.

Artinya kalau kita mencoba menggunakan akal pikiran untuk mencoba memperhatikan ciptaanNya, maka sesungguhnya akan timbul rasa takut/ khawatir hingga ke-terpesonaan yang mendalam di dalam hati ini, dan bagi seorang muslim akan berujung pada keyakinan bahwa Allah adalah Maha Besar dengan segala kebesarannya.

Belum lagi kalau kita memperhatikan ke dalam diri ini, atau menggali semua yang ada di bumi, maka ujungnya akan sama yaitu mengakui bahwa manusia adalah makhluk kecil yang lemah, dibandingkan dengan kebesaran Allah SWT, yang telah menciptakan alam ray aini.

“Wahai sekalian jin dan manusia, sekiranya kamu bisa menjelajahi langit dan bumi, maka jelajahilah, maka sesungguhnya kamu tidak akan sanggup menjelajahinya kecuali kamu memiliki ilmu pengetahuan” (QS: Ar Rahman: 33)

“Pikirkanlah ciptaan Allah SWT, dan jangan sekali kali memikirkan dzatNya Allah, maka sesungguhnya kamu tidak akan sanggup” (hadits dari Abu Hurairah RA).

Maka yang diharapkan oleh Allah adalah ketika mengucapkan kata takbir Allah SWT, hati kita akan tergetar ketakutan untuk melanggar perintah Allah, termasuk di dalamnya adalah penghinaan, melakukan diskriminasi dan ketidak adilan terhadap makhluk Allah lainnya, serta menuhankan selain Allah SWT.

Semoga setiap takbir yang kita ucapkan bisa menyerap langsung ke nurani kita dan menyadarkan kita bahwa menghormati dan menghargai sesama makhluk Allah adalah suatu keharusan, dan melanggar perintah Allah adalah suatu hal yang kita hindari.

Dengan gema takbir, maka kita harapkan tidak ada lagi penghapusan suatu kaum oleh kaum lain, seperti yang dilakukan Israel kepada bangsa Palestina sekarang ini, penjajahan dalam segala bentuknya, dan ketidak adilan sesama makhluk Allah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement