Oleh : Muhammad Muchlas Rowi*
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saat Ketua Mahkamah Konstitusi [MK] Suhartoyo membacakan langsung amar putusan terkait sengketa Pilpres 2024, ekspresi pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 1 Anies Rasyid Baswedan [Abah Anies] dan Muhaimin Iskandar [Cak Imin] terlihat datar sekali. Sesekali Abah Anies dan Cak Imin nampak tersenyum, terutama ketika para hakim menyinggung soal bantuan sosial.
Ekspresi berbeda nampak terlihat dari pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 3 Ganjar Pranowo dan Mahfud MD. Ganjar tampak mengambil foto putusan MK yang ditampilkan di layar, sementara Mahfud MD yang pernah menjadi hakim MK tampak mengusap dahi, isyarat kekecewaan.
Mahkamah Konstitusi memang akhirnya memutuskan menolak seluruh permohonan yang diajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 1 [Anies-Muhaimin] maupun pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 3 [Ganjar-Mahfud] dalam perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum [PHPU] Pilpres 2024.
MK dalam konklusi-nya menyatakan permohonan mereka tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya. Meski ada pendapat berbeda [dissenting opinion] dari tiga hakim MK, yaitu Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Arief Hidayat, namun over all karena dalil-dalil permohonan yang diajukan tidak dapat dibuktikan, maka MK memutuskan semua dalil yang dituduhkan gugur demi hukum.
Palu Emas MK
Hasil putusan Sidang MK ini jelas akan memperkuat keabsahan kemenangan Prabowo-Gibran dalam Pilpres 2024. Dengan memutuskan hasil sengketa tersebut, MK secara tegas menyatakan bahwa hasil pemilihan presiden tersebut sah dan tidak dapat dipertanyakan lagi.
Pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka pun ibarat mendapat ‘Palu Thor’, atau Miol-neer dalam mitologi Nordik. Palu ini memberi Prabowo dan Gibran kekuatan yang besar.
Dalam bahasa Norse Kuno Miol-neer berarti kilat, atau bisa juga berarti putih dan mengacu pada kesucian, seperti halnya kilat yang berwarna putih. Fungsi utamanya adalah membuat Thor dapat lebih memfokuskan kekuatannya. Membantu mencegah para ‘raksasa’ menghancurkan Asgard.
Seumpama Thor, Palu Emas MK yang telah diketuk tidak hanya memberikan legitimasi hukum terhadap kemenangan Prabowo-Gibran, tetapi juga mengukuhkan stabilitas politik pasca-pemilihan. Palu ini menghindarkan negara dari potensi ketegangan politik yang dapat merusak demokrasi.
Lebih dari sekadar memastikan keabsahan hasil pemilihan, putusan MK juga menjadi tonggak penting dalam penguatan demokratisasi politik di Indonesia. Dengan menegaskan supremasi hukum dan prinsip-prinsip demokrasi, MK memberikan sinyal kuat bahwa Indonesia punya komitmen kuat buat melindungi proses demokrasi serta menjaga keadilan dan transparansi dalam setiap Pemilu di masa depan.
Putusan MK sekaligus memperkuat legitimasi kepemimpinan pasangan Prabowo – Gibran yang sebelumnya diberikan rakyat dalam Pemilihan Presiden 2024. Maximilian Weber atau Max Weber adalah sosiolog Jerman era 1920-an, dalam bukunya Politic as Vocation dia mengutarakan, legitimasi adalah bagian amat penting dalam sebuah pemerintahan. Legitimasi menurut Weber adalah sebuah pengakuan keabsahan, tanpa adanya legitimasi sebuah pemerintahan akan kesulitan menjaga stabilitas negaranya. Begitu pula sebaliknya, sebuah pemerintahan ketika mendapatkan legitimasi dari rakyatnya, ia akan mudah untuk mengatur rakyatnya tanpa harus melakukan pemaksaan, karena masyarakat melakukannya secara sadar.
Seperti tergambar dalam riset Indikator Politik terbaru, bahwa hampir 73,2 persen masyarakat percaya MK bakal mengeluarkan putusan secara adil. Temuan menariknya, 70,8 persen pendukung Ganjar-Mahfud dan 47,7 persen pendukung Anies-Muhaimin juga percaya narasi tersebut. Pasangan Prabowo-Gibran punya modal dan legitimasi kuat untuk menatap masa depan kepemimpinannya lima tahun mendatang.
Masa depan bangsa
Kendati demikian, sebagai pemenang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2024, Prabowo-Gibran memiliki pekerjaan rumah yang tidak ringan. Rangkaian kontroversi yang membayangi proses kemenangannya tentu sedikit banyak berpengaruh pada perjalanan kepemimpinan mereka. Terutama di mata para basis pemilih 01 dan 03, kalangan civil society dan juga dunia internasional yang concern pada perkembangan demokrasi.
Suara kritis ini tidak terlihat di masyarakat akar rumput, melainkan pada sekelompok orang saja. Namun tetap memiliki political engagement yang kuat dalam proses demokrasi. Karena itu, pekerjaan rumah yang harus segera Prabowo-Gibran selesaikan adalah melakukan konsolidasi kekuatan politik untuk menjaga stabilitas pemerintahan di awal transisi kekuasaan mereka.
Selain itu, Prabowo-Gibran juga harus disiplin dalam bersikap dan bermanuver supaya tidak melahirkan gejolak dan instabilitas politik yang tak produktif. Upaya ini sekaligus menjawab tudingan dan kekhawatiran masyarakat kritis terkait trend kemunduran demokrasi di masa kepemimpinan mereka.
Prabowo-Gibran harus bisa membuktikan bahwa konsolidasi demokrasi akan tetap terjaga di masa pemerintahan mereka ke depan. Semua pilar demokrasi harus diajak berdialog dan berkolaborasi untuk membangun masa depan Indonesia.
Terlepas dari akan hadirnya pemerintahan baru, materi dissenting opinion dari 3 hakim MK juga penting untuk dijadikan refleksi bersama untuk memperbaiki kualitas pemilu dan demokrasi Indonesia ke depan. Dalam konteks ini, pemerintahan mendatang harus mendorong evaluasi mendasar. Tidak saja pada aspek netralitas kekuasaan yang harus dijaga, namun juga pada sistem pemilihannnya.
Kemajuan teknologi, big data maupun kecerdasan buatan [artificial intelligence] mestinya memungkin upaya perbaikan sistem demokrasi dimana pun, termasuk Indonesia. Tujuan utamanya, mengembalikan kedaultan demokrasi kepada kekuatan rakyat, bukan kepada kekuatan ‘modal’. Sehingga proses politik menjadi lebih murah dan mudah.
Jika upaya ini bisa kita lakukan, maka pemerintahan mendatang bisa lebih fokus pada isu-isu penting seputar pendidikan yang kontekstual dengan kemajuan zaman. Juga melakukan persiapan dan pengelolaan negara dalam konteks geopolitik terkini. Indonesia di masa yang akan datang harus ikut masuk dalam persaingan sengit untuk mengembangkan teknologi kecerdasan buatan, tidak sekadar menjadi penonton.
Dalam konteks inilah pasangan Prabowo-Gibran bisa berbagi peran. Prabowo Subianto yang lama berkarir dalam bidang pertahanan dan keamanan tentu paham betul bagaimana menghadapi konflik geopolitik terkini. Sementara Gibran Rakabuming Raka yang sering menyampaikan wacana hilirisasi digital dan dekat dengan kalangan anak muda, dapat memimpin inovasi dan pengembangan teknologi kecerdasan buatan.
Pada akhirnya, Prabowo-Gibran yang dipilih oleh 96.214.691 orang atau 58,6 persen dari total suara sah nasional, tetap tidak bisa bekerja sendiri. Tapi membutuhkan dukungan dari semua pihak, mulai dari partai politik, civil society, kaum intelektual, ulama, atau siapa pun di negeri ini untuk membawa Indonesia ke era emasnya.
*Pegiat literasi Media dan lulusan S3 Ilmu Hukum Universitas 17 Agustus Jakarta