Oleh: Nanang Sumanang, Guru Sekolah Indonesia Davao-Filipina
It is not about your aptitude, but your attitude that will be determine your altitude (Jesse Jackson)
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setelah subuhan, sambil meminum segelas kecil kopi pahit, iseng-iseng saya membaca hasil Programe for International Students Assessment (PISA) Vol I tahun 2022, yang diterbitkan oleh The Organisation for Economic Co-Operation and Development (OECD) sebuah organisasi internasional yang bekerja untuk membantu membangun kebijakan-kebijakan yang lebih baik agar kehidupan juga menjadi lebih baik. yang membuat banyak laporan dari berbagai bidang dari berbagai negara (https://www.oecd-ilibrary.org/oecd/about, diunduh tgl 27 Desember 2023 pukul 05.20-an pagi).
Sebagai guru biasa, tentunya yang pertama kali dilihat dari laporan PISA tahun ini adalah bidang pendidikan, dan hasilnya memang sudah bisa diprediksi, bahwa peringkat pendidikan kita di dunia internasional tidak akan jauh-jauh dari peringkat tahun-tahun sebelumnya. Dari sekitar 80-an negara di dunia yang ditelitinya oleh OECD, dalam bidang matematika, Indonesia menempati urutan ke-70, dengan skor rata-rata 366, yang skornya hampir sama dengan negara-negara Alabania, Palestina, Maroko, Uzbekistan, dan Yordania.
Dalam bidang membaca Indonesia menempati urutan ke-71, dengan skor rata-rata 359, hampir sama dengan negara-negara Ajerbaijan, El-Salvador, Macedonia Utara. Dalam bidang sains urutan Indonesia lebih baik sedikit dari kedua bidang sebelumnya yaitu pada urutan ke-68, dengan skor rata-rata 383, mirip dengan negara Panama, Georgia, Azerbaijan, dan Macedonia Utara. Sejujurnya, walaupun sudah bisa diprediksi bahwa Indonesia tidak akan ada kenaikan yang signifikan dalam peringkat PISA tahun 2022, tetapi kenyataannya terasa lebih pahit dari kopi pahit yang saya minum.
Singapura, negara tetangga kita menjadi satu-satunya negara yang konsisten menduduki peringkat pertama dari seluruh negara-negara yang diteliti oleh OECD dengan skor untuk tahun ini; matematika skor 575, membaca skor 543, dan sains dengan skor 561.
Sementara negara-negara di Asia lainnya yang tingkatnya jauh melampaui skor rata-rata selain Singapura adalah Hong Kong, Jepang, Korea, Makao, dan Taipeh.
Barangkali untuk mencari pembenaran tentang kondisi pendidikan kita, seharusnya kita juga harus membuka bidang-bidang lainnya, karena pendidikan di Indonesia tidak akan pernah bisa berdiri sendiri, dia sangat terkait dengan bidang-bidang lainnya, baik politik, sosial, budaya, kesehatan, gizi, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan sebagainya, ditambah lagi dengan adanya Covid-19 juga turut berpengaruh terhadap kondisi Pendidikan Indonesia saat ini.
Tentu saja bukan pemerintah tidak melakukan apa-apa. Pemerintah sudah banyak melakukan upaya-upaya untuk terus memperbaiki kualitas pendidikan kita, seperti; Merdeka Belajar, Kampus Merdeka, Guru Penggerak, Sekolah Penggerak dan lain sebagainya.
Di tengah-tengah upaya pemerintah untuk memperbaiki sistim pendidikan kita, juga teramat sering kita mendapatkan video-video yang dishare oleh teman-teman kita, dan meminta untuk diviralkan, baik dalam group maupun secara personal yang berisi kasus-kasus perundungan. Perundungan baik yang dilakukan oleh antar siswa, guru dan siswa, maupun orang tua/ wali murid terhadap guru, dimana semua kasus-kasus tersebuat biasanya akan diselesaikan secara kekeluargaan, tanpa membawa ke ranah hukum.
Sementara dalam berbagai kegiatan kampanye di berbagai daerah di Indonesia, para capres dan cawapres sering mendapatkan pengaduan nasib mengenaskan dari para guru honor yang mengadukan nasibnya dengan penuh harapan agar ketika menjabat nanti, pemerintah bisa mengalokasikan dana yang cukup untuk meningkatkan kesejahteraan para guru honor yang jumlahnya cukup banyak. Dalam sebuah dialog dengan salah satu capres di Mataram, ada seorang guru honorer yang menceritakan bahwa gajinya dibayar setiap tiga bulan sekali sebanyak Rp 600 ribu, yang artinya bahwa dia menerima honor dalam satu bulan hanya Rp 200 ribu saja. Sebuah pendapatan yang sangat tidak sesuai dengan tanggung jawab sebagai guru.
Dalam bidang penyebaran guru yang tidak merata, juga masih menjadi pekerjaan rumah bagi kita semua, apalagi kalau guru sekolah swasta kemudian dia lulus menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS/Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang harus memilih mengajar di Sekolah-sekolah negeri, sehingga guru swasta yang sudah mengabdi cukup lama dan berpengalaman harus meninggalkan sekolah swasta tempat mengabdinya selama ini. Hal demikian tentunya sangat merugikan pihak sekolah swasta. Yang harus diingat juga adalah bahwa sekolah swasta sejatinya adalah mitra pemerintah dalam mencerdaskan bangsa ini.
Jumlah kelas dan tempat belajar penyebarannya juga kurang merata. Ada daerah-daerah yang dulunya penduduknya banyak sekarang berkurang, sehingga berlebihan kelas-kelas tempat belajar, sementara di suatu daerah, seperti daerah-daerah terpencil yang masih bagian dari Indonesia juga, masih banyak kekurangan kelas tempat belajarnya.
Melihat kendala-kendala yang sangat besar, walaupun pemerintah sudah banyak melakukan perbaikan-perbaikan dalam sistim dan kebijakan pendidikan, agaknya bisa dipahami juga kalau ada sebagian masyarakat yang cukup pesimis bahwa kita akan mendapatkan bonus demografis tahun 20245 yang akan membawa Indonesia ke masa kejayaan atau dikenal dengan nama Indonesia Emas 2045.
Rasa pesimis ini juga diperkuat dengan adanya penurunan tingkat kecerdasan (IQ) dan gejala bayi-bayi yang lahir secara stunting dikarenakan kekurangan asupan nutrisi/gizi yang baik, yang seharusnya sudah diberikan sejak ibu dalam keadaan hamil.
Membangun pendidikan yang baik tentunya bukanlah semudah membalikkan telapak tangan. Ada banyak faktor yang saling kait mengait yang secara garis besarnya adalah; pemerintah, Sekolah dalam arti yang sangat luas, dunia kerja, serta peserta didik itu sendiri.
Sebagai guru, saya melihat pendidikan yang sangat penting saat ini adalah bagaimana kita bersama-sama mengembangkan karakter kebangsaan kita, karena karakter adalah kunci dari setiap kesuksesan manusia di masa depan. Karena tidak bisa hanya ditumbuhkan dalam masyarakat Sekolah saja, sementara pemerintah, masyarakat, dunia kerja tidak mendukung pendudukan karakter ini.
Kutipan di atas saya kutip dari perkataan Jesse Jackson, seorang aktifis sipil Amerika Serikat yang secara umumnya ber-arti bahwa yang akan menentukan ketinggian kamu (your altitude), bukanlah bakat yang sudah diasah dan dikembangkan (your aptitude), tetapi yang akan menentukan ketinggian kamu adalah kepribadian/karakter kamu (your attitude).
Dalam berbagai kajian, maka sesungguhnya yang sangat menentukan keberhasilan seseorang adalah karakter/kepribadiannya. Bagaimana dia bisa mengontrol dirinya dan emosinya, terutama ketika berhadapan dan berekasi terhadap orang lain atau suatu permasalahan.
Saking pentingnya karakter atau kepribadian ini, maka hamper semua disiplin ilmu membahas tentang kepribadian ini. Dalam Pendidikan kedudukan guru bukan hanya penyampai (transferer) ilmu pengetahuan dan ketrapilan, tetapi peran yang paling utama adalah sebagai pembentu (transformer) karakter seorang murid.
Dalam bukunya Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional (2011), Masnur Muslich menyatakan bahwa karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.
Agus Wibowo menuliskan definisi karakter dalam bukunya Pendidikan Karakter: Strategi Membangun Karakter Bangsa Berperadaban (2012) menyatakan bahwa karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
Dari dua definisi di atas bisa disimpilkan secara sederhana bahwa karakter adalah pembentuk ciri seseorang, yang di dapat dari penghayatannya terhadap Tuhan YME, terhadap manusia dan alam sekitarnya yang terekspresikan dalam tingkah laku.
Dalam tradisi Islam moral yang merupakan sikap atau perilaku seseorang terhadap sesuatu yang berada di luar dirinya merupakan produksi Mental yang lahir dari resultante dari pemahaman dan pengalaman spiritual dan kecerdasan seseorang. Kalau spiritual itu merupakan garis vertical (sumbu Y), sedangkan intelektual merupakan garis horizontal (sumbu X), maka diantara 4 kuadran, diharapkan mental yang lahir berada di kuadran pertama dimana semuanya merupakan nilai positif. Semakin besar penghayatan terhadap spiritual dan penggunaan intelektual, maka mental seseorang akan berkembang menjadi lebih baik, dan dari mental tersebut akan melahirkan moral yang lebih baik.
Artinya kalau kita ingin membangun pendidikan kita menjadi lebih baik, maka pengembangan karakter di mana pengalaman pemahaman spiritual, serta penggunaan akal sehat dan nurani mesti diberikan perhatian yang lebih besar, daripada hanya sekedar gonta-ganti kurikulum. Pelatihan cara berpikir dan bertindak yang tumbuh dan berkembang (growth mindset) sebagai senjata responsifitas perkembangan jaman juga sudah dimulai diajarkan pada kelas-kelas awal, tentunya disesuaikan dengan kejiwaan dan usia peserta didik.
Selamat tinggal tahun 2023, selamat datang tahun 2024. Semoga pendidikan kitab isa lebih maju dan berkembang.