Oleh: DR Fuad Bawazier, Mantan Menteri Keuangan RI
Terlepas dari pandangan politik atau umum ataupun khusus agama yang umumnya menolak gagasan rumah ibadah dikontrol pemerintah, mari kita coba mengajinya dari pandangan ekonomi atau APBN pada khususnya.
Di Indonesia ini ada lebih dari sejuta sampai dengan dua juta rumah ibadah. Bila dikontrol atau diawasi oleh pemerintah, berarti pemerintah harus menyediakan dana atau honor untuk mengawasinya.
Berapa dana yg akan dikeluarkan untuk mengawasi jutaan rumah ibadah itu? Tentulah triliunan rupiah. Dan dari waktu ke waktu kebiasaan kita pastilah akan ada usul ini itu yang intinya akan membengkakkan anggarannya atau APBN-nya.
Jamaah yang biasa berdonasi ke rumah ibadah pun akan berhenti berdonasi dan rumah ibadah yang biasa mandiri akan menjadi bergantung pada pemerintah.
Dari soal keuangan ini kemudian akan melahirkan berbagai persoalan lain yang bukan tidak mungkin akan menjadi masalah nasional. Jadi sebelum gagasan yang aneh ini berkembang lebih lanjut, berhentilah mengusik rumah ibadah dan berpotensi memberatkan APBN.
Pokoknya jangan memancing atau mengundang anggaran baru (APBN) yang sebenarnya bisa ditangani swasta, seperti Taman Mini Indonesia Indah (TMII), misalnya.
Saya masih ingat betul ketika pemerintah mau mengambil alih pengelolaan TMII dengan alasan pengelola (swasta) yang tidak pernah menyetor PNBP ke APBN. Saya waktu itu berkomentar bahwa meskipun TMII tidak pernah menyetor ke APBN, sekurang kurangnya tidak minta uang ke APBN alias mandiri.
Namun, bila diambil alih pemerintah, pastilah TMII akan minta anggaran miliaran atau triliunan rupiah dan tidak (belum) juga ada setoran ke APBN. Itulah yang terjadi pada TMII sekarang dari mandiri menjadi beban APBN.
Sekali lagi mudah mudahan tidak terulang lagi pemerintah mengubah anggaran atau keuangan dari yang mandiri menjadi beban APBN.