Senin 21 Aug 2023 17:29 WIB

Kemerdekaan Hakiki dalam Alquran

Misi suci para Nabi adalah memerdekakan semua umat manusia.

Rep: Andrian Saputra/ Red: Muhammad Hafil
Ketua Umum Ikadi KH Dr. Ahmad Kusyairi Suhail
Foto:

Makna Thaghut

Thaghut secara etimologis berasal dari kata thaghaa yathghaa thughyaan yang berarti melampaui batas dalam maksiat. Lalu secara terminologis, thaghut berarti semua orang yang melampaui batas, dan segala sesuatu yang disembah selain Allah    (Lihat: Mufradaat Alfaazh Al Qur'an, Al Ashfihaani, hal. 520, Dar Al Qalam, Damaskus, cet.I, 1412 H/1992 M).

Menurut Imam Ibnu'l Qayyim –rahimahullah-, makna thaghut adalah seorang hamba melampaui batas, baik dalam hal ma'bud (sesembahan/yang disembah) atau matbu' (yang diikuti) atau muthaa' (yang ditaati). Dan thaghut itu banyak bentuknya, pangkalnya ada lima:

Iblis yang dilaknat oleh Allah.

Orang yang disembah dan ia rela untuk itu.

Orang yang menyeru umat manusia untuk menyembah dirinya.

Orang yang mengklaim/mengaku mengetahui hal yang ghaib.

Orang yang berhukum kepada selain yang diturunkan oleh Allah (Al Ushul Ats Tsalaatsah wa Adillatuha, Muhammad At Tamimi, hal 24-25, Wizaarah Asy Syu'un Al Islamiyah, Saudi Arabia, 1416 H).  

Lafazh ini dengan derivasi (kata jadian)nya disebut 39 kali dalam Al Qur'an. Perhatian Al Qur'an yang begitu besar ini, merupakan warning agar umat manusia waspada terhadap segala penyembahan kepada selain Allah, dan segala perilaku yang melampaui batas.

Kemerdekaan Hakiki dalam Perspektif Al-Qur’an

Memahami misi Rasul di atas, maka jelaslah bagi kita bahwa kemerdekaan dalam pandangan Islam dan menurut Al-Qur’an bukanlah sekedar merdeka dari penjajah. Melainkan ketika kita hanya menghamba kepada Allah SWT semata.

Makna ini dipertegas oleh Rib'i bin Amir RA, ketika diutus oleh panglima perang kaum muslimin dalam perang Qadisiyah, Sa'ad bin Abi Waqqash RA. Dihadapan Rustum, panglima perang bangsa Persia, Rib'i bin Amir menyampaikan misi luhurnya, "Kami datang untuk memerdekan umat manusia dari penyembahan dari sesama manusia menuju penyembahan kepada Rabb manusia, Allah SWT. Untuk memerdekakan manusia dari kesempitan dunia menuju keluasan dunia dan untuk memerdekakan manusia dari kezhaliman beragam agama menuju keadilan Islam" (Al Bidaayah wa'n Nihaayah, Ibnu Katsir IV/43).

Al Qur'an mendokumentasikan, bahwa dalam sejarah peradaban umat manusia telah terjadi penyelewengan penyembahan kepada selain Allah. Di antara mereka ada yang menyembah matahari dan bulan sebagaimana firman Allah, "Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. janganlah sembah matahari maupun bulan, tapi sembahlah Allah yang menciptakannya, jika Ialah yang kamu hendak sembah" (QS Fushshilat [41]: 37).

Di antara mereka ada yang menyembah malaikat seperti dalam firman Allah, "Dan (tidak wajar pula baginya) menyuruhmu menjadikan Malaikat dan Para Nabi sebagai tuhan. Apakah (patut) Dia menyuruhmu berbuat kekafiran di waktu kamu sudah (menganut agama) Islam?" (QS Ali Imran [3]: 80).

Ada juga, manusia yang menyembah para nabi. Allah berfirman, "Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman: "Hai Isa putera Maryam, Adakah kamu mengatakan kepada manusia: "Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain Allah?". Isa menjawab: "Maha suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). jika aku pernah mengatakan Maka tentulah Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha mengetahui perkara yang ghaib-ghaib" (QS Al Maaidah [5]: 116).

Al Qur'an juga menyinggung manusia yang menyembah hawa nafsu, "Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Maka Apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?" (QS Al Furqaan [25]: 43). Juga lihat QS Al Jaatsiyah [45]: 23. Dan bentuk-bentuk thaghut yang lain masih banyak.

Dalam bahasa ayat di atas, manusia yang terjajah dan belum merdeka adalah mereka yang berada dalam kesesatan. Sementara manusia yang merdeka sejati adalah mereka yang mendapat hidayah (petunjuk) Allah, yang hanya menghamba kepada Allah SWT semata, "Maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya". Begitulah, hidup adalah pilihan diantara dua hal; hidayah (petunjuk) atau dhalalah (kesesatan), Al Khair (kebaikan) atau Asy Syarr (keburukan), iman atau kufur, Al Haq (kebenaran) atau Al Baathil (kebatilan), taqwa atau fujur, dan akhirnya di akhirat nanti manusia dihadapkan pada dua pilihan tempat; surga atau neraka. Setiap pilihan memiliki konsekuensi dan balasan masing-masing.

Maka, penting merenungkan keberakhiran manusia dan kaum terjajah, yang durhaka kepada para rasul, mendustakan kebenaran dan menentangnya seperti kaum 'Ad dan Tsamud, yang telah dibinasakan oleh Allah SWT disebabkan dosa-dosa mereka, "Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul)".

Melalui peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia ini, kita diingatkan untuk terus  berjuang menjadikan diri kita, keluarga kita, masyarakat dan bangsa untuk menjadi manusia dan bangsa merdeka yang hakiki agar bahagia dunia dan akhirat dalam rengkuhan ridha Ilahi.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement