Selasa 06 Jun 2023 17:22 WIB

Tekanan Ekonomi tak Mampu Hantam Erdogan

Erdogan menang karena warga Turki lebih memilih stabilitas di masa sulit.

Turkish President Recep Tayyip Erdogan memenangi Pemilu Turki.
Foto: EPA-EFE/NECAT? SAVAS
Turkish President Recep Tayyip Erdogan memenangi Pemilu Turki.

Oleh : Ahmad Fikri Noor, Redaktur Republika

REPUBLIKA.CO.ID, Gelombang politik dan tekanan ekonomi besar nyatanya belum mampu membuat popularitas Recep Tayyip Erdogan meredup di Turki. Erdogan berhasil memenangkan pemilihan umum presiden Turki dengan mengalahkan pemimpin oposisi Kemal Kilicdaroglu pada pemungutan suara putaran kedua pada Ahad (28/5/2023).

Selama menjadi pemimpin Turki dalam waktu 20 tahun, beberapa kali Erdogan diguncang oleh krisis politik seperti demo besar, tuduhan korupsi, kudeta militer, dan gelombang pengungsi dari Suriah. Belakangan ini, masyarakat Turki juga mengalami tekanan ekonomi akibat inflasi yang meroket serta sebagian masyarakat juga sedang dalam pemulihan akibat gempa besar pada Februari lalu. Meski diterpa badai seperti itu, Erdogan tetap bisa mencuri hati para rakyat Turki dan memenangi pemilu.

Jadi pertanyaan kemudian, kok bisa Erdogan tetap menang? Dikutip dari AP, tokoh berusia 69 tahun itu berhasil mendapatkan loyalitas yang dalam dari kelompok konservatif dan religius. Erdogan kerap menonjolkan nilai-nilai Islam di negara yang mengusung sekularisme tersebut. Tak hanya itu, Erdogan juga berhasil menunjukkan kekuatan Turki di panggung dunia dengan menjadi penengah antara Timur dan Barat.

Rakyat Turki dinilai lebih memilih stabilitas di masa-masa sulit saat ini. "Pemilih tidak memiliki kepercayaan terhadap oposisi untuk memperbaiki banyak hal," ungkap analis dari Middle East Institute Gonul Tol.

Lawan Erdogan, Kilicdaroglu adalah seorang ekonom dan mantan anggota parlemen. Dia berjanji akan merombak kebijakan ekonomi Erdogan yang telah memicu inflasi tinggi. Akan tetapi, hal ini tak bisa menembus pendukung Erdogan.

"Lihat bagaimana pencapaian negara kami dalam 20 tahun terakhir. (Oposisi) justru akan membawa kami kembali ke 50-60 tahun yang lalu," ungkap Bekir Ozcelik, seorang penjaga keamanan di Ankara.

Menurut Ozcelik, tak ada pemimpin lain yang bisa mengimbangi Erdogan. Hal ini turut menegaskan, keberhasilan Erdogan dalam menunjukkan kapasitas Turki sebagai pemain besar dalam tatanan geopolitik.

Salah satu tantangan besar yang dihadapi Erdogan adalah perekonomian. Metode ekonominya dalam menggeber belanja pemerintah sekaligus menurunkan tingkat suku bunga telah membuat tingkat inflasi meroket tajam.

Inflasi tahunan Turki pada April 2023 memang sudah melandai menjadi "hanya" 43,68 persen (yoy). Kebijakan tak biasa yang diterapkan Erdogan memacu krisis lira pada akhir 2021 dan membuat inflasi sempat menembus 85,51 persen pada tahun lalu.

Untuk menjaga daya beli masyarakat, Erdogan meningkatkan gaji pegawai sektor publik, meningkatkan uang pensiun, dan mengizinkan jutaan orang mengajukan pensiun dini. Dia juga memberikan subsidi listrik dan gas serta penghapusan sejumlah kredit perumahan.

Hal ini turut membuat masyarakat Turki tak mau meninggalkan Erdogan. Mustafa Ozturk, salah seorang warga, mengaku standar hidupnya kini harus diturunkan akibat inflasi. Akan tetapi, menurut dia, hal ini tidak hanya dirasakan di Turki tapi negara lain di dunia sebagai efek pascapandemi.

"Ini bukan salah Erdogan," ungkapnya.

Republika juga sempat berkunjung ke Turki pada tahun lalu dan menanyakan dampak inflasi tinggi terhadap beberapa pelaku bisnis wisata. Mereka mengaku, memang cukup kerepotan dengan lira yang terus melemah. Beberapa pengusaha restoran bahkan harus menutupi harga di buku menu karena sudah tidak sesuai dengan harga saat ini.

Akan tetapi, bukan berarti bisnis meredup. Justru, bagi mereka bisnis sedang positif dan menunjukkan pemulihan signifikan setelah tekanan berat pandemi.

Rasit Can, seorang pengelola penginapan di desa wisata Mustafapasa, Urgup, Turki juga merasa baik-baik saja dengan fenomena inflasi ini. Untungnya, kata Rasit, bisnisnya mengandalkan transaksi dengan mata uang yang lebih stabil yakni dolar AS atau euro. "Yang bisa kami lakukan sekarang adalah terus beradaptasi dengan harga dan berharap keadaan bisa menjadi lebih stabil," ujarnya.

Dari beberapa pernyataan warga ini, bisa jadi Turki memang tidak terlalu dengan inflasi yang meroket. Yang terpenting, ekonomi terus menggeliat, usaha masyarakat bisa berkembang, dan pada akhirnya kecintaan kepada Erdogan pun tidak meredup.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement