REPUBLIKA.CO.ID,
Oleh: Rakhmad Zailani Kiki
Kepala Lembaga Peradaban Luhur, Redaktur Mediaislam.id
Dari pengalaman pandemi Covid-19 yang terjadi di era digital, era revolusi industri 4.0, menjadikan internet sebagai keperluan yang tidak dapat dihindarkan. Dikarenakan setiap orang harus menjaga jarak dalam berinteraksi satu sama lain (social distancing), melakukan kontak fisik seminimal mungkin sehingga interaksi sosial lebih banyak dilakukan di dunia maya.
Akibatnya, tempat-tempat kerja, tempat pertemuan, tempat peribadatan, termasuk masjid, tidak sering dibuka. Jika dibuka, tidak lagi dipenuhi banyak orang karena jumlahnya pengunjungnya dibatasi untuk mencegah terjadinya penularan Covid-19.
Sebagai tempat peribadatan dan aktivitas sosial keagamaan dalam konsep Islamic Center, walau di masa pandemi, masjid tetap dirindukan dan diharapkan jamaahnya untuk tetap menjalanan fungsinya, terutama dalam pembinaan, pendidikan dan pelatihan. Karenanya, masjid pun harus mengubah strategi pelaksanaan program dan kegiatannya agar tetap eksis dengan memanfaatkan internet yang memunculkan istilah cyber mosque.
Pengertian cyber atau siber adalah sesuatu yang berhubungan dengan sistem komputer dan informasi. Dalam perkembangannya, cyber dapat diartikan yang berhubungan dengan internet.
Laman www.dictionary.com mendefinisikan cyber mosque dengan a website dealing with Islamic religious matters. Jika diartikan secara luas, maka cyber mosque adalah sebuah website yang berhubungan dengan urusan agama Islam. Teknologi dan internet dikaitkan dengan bahan-bahan wawasan keislaman yang diperlukan oleh jamaah masjid.
Cyber mosque atau masjid cyber di Indonesia bukanlah barang baru. Sudah banyak masjid yang melakukannya seperti di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam. Provinsi ini telah menerapkan cyber mosque pada September 2016 dengan memperkenalkan istilah Cyber Masjid.
Sebanyak 10 masjid di Kota Banda Aceh dikelola dengan sistem cyber, setiap kegiatannya di-update ke dalam web resmi masjid tersebut. Penggagas dan sekaligus inovator program Cyber Masjid, Teuku Farhan, mengklaim bahwa Banda Aceh merupakan kota pertama yang menerapkan inovasi yang memudahkan komunikasi para pengurus masjid ini.
Adapun kesepuluh masjid itu adalah masjid-alhidayah.com (Prada), masjid-baiturrahim.com (Ulee Lheue), masjidkopelma.com (Darussalam), masjidtgkdianjong.com (Peulanggahan), almakmur.com (Lampriek), baitulkiram.com (Peuniti), baitulmusyahadah.com (Seutui), baitusshalihin.com (Ulee Kareng), masjid-alfurqan.com (Beurawe), dan masjid-alhuda.net (Gp Laksana).
Namun satu bulan sebelum Aceh meluncurkan Cyber Masjid, dalam seminar bertema "Peran Masjid Dalam Membentengi Umat Dari Pemahaman Menyimpang" pada Kamis, (4/8) di Masjid Al-Azhar Kebayoran Jakarta, Prof. Dr. Ing. Ilham Akbar Habibie, Wakil Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) yang membidangi media dan teknologi telah meluncurkan I-Masjid.
Ilham Habibie mempresentasikan bahwa program i-masjid adalah platform atau sistem jaringan yang akan menghubungkan antarmasjid di seluruh dunia, jadi bukan hanya Indonesia saja. Sistem ini akan menjadikan masjid sebagai pusat pembangunan dan peradaban Islam dengan saling berbagi informasi terkait keberagamaan, kesehatan, ekonomi, dan kebudayaan.
Sebenarnya sudah banyak stakeholders yang mengembangkan sistem informasi berbasis masjid ini. Direktorat Bimas Islam mengembangkan kanal khusus sistem informasi masjid yang memuat data masjid seluruh Indonesia melalui situs www.simas.kemenag.go.id.
Dewan Masjid Indonesia juga mengembangkan aplikasi masjidku.com yang bisa diakses melalui aplikasi Android. Semirip dengan DMI, teman-teman aktivis Masjid Ash Shaff Emerald Bintaro dan Masjid Raya Bintaro menginisiasi website dan aplikasi masjidku.id. Masjid Salman ITB memperkuat fungsi kehumasan masjid dengan mengembangkan i-masjid dan direncanakan pada tahun 2017 akan diaplikasikan untuk masjid-masjid se-Jawa Barat.