Oleh : Irman Gusman*
REPUBLIKA.CO.ID, Keberhasilan sahabat Indonesia Dato’ Seri Anwar Ibrahim menduduki kursi Perdana Menteri ke-10 Malaysia merupakan kabar gembira yang telah lama dinantikan. Bahkan telah lama pula diprediksi bahwa dialah figur negarawan yang paling tepat untuk memimpin Malaysia memasuki era baru, yaitu era Malaysia yang benar-benar demokratis mengikuti tuntutan zaman.
Kemenangan Anwar, yang direstui oleh Raja Yang Dipertuan Agung Al Sultan Abdullah, untuk membentuk pemerintahan baru itu sekaligus juga menjanjikan akan hadirnya paradigma baru dalam perpolitikan Malaysia yang multiras dan multikultur itu.
Yaitu cara pandang yang lebih modernis dan Islami sesuai nilai-nilai luhur ajaran Islam yang adil terhadap semua pihak dan menjadi rahmat bagi semua rakyat Malaysia dan umat manusia, bahkan menjadi acuan baru tentang falsafah rahmatan lil alamin dalam politik dunia Islam yang diperkaya dengan balutan budaya Melayu.
Reaksi kegembiraan terhadap kemenangan Anwar Ibrahim tak hanya datang dari negerinya sendiri. Indonesia, melalui Presiden Joko Widodo, merupakan negara tetangga yang cepat menyampaikan ucapan selamat dan berharap agar pemerintahan baru di Malaysia akan meningkatkan hubungan persahabatan di segala bidang dengan Indonesia.
Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong juga menyampaikan ucapan selamat atas terpilihnya Anwar Ibrahim sebagai Perdana Menteri, disusul Presiden Turkiye Recep Tayyib Erdogan yang “menginterupsi” konperensi pers Anwar dengan ratusan wartawan internasional saat ia menyampaikan ucapan selamat kepada kepala pemerintahan Malaysia tersebut.
Menjawab ucapan selamat tersebut, PM Anwar Ibrahim katakan ia sepakat dengan Presiden Erdogan untuk meningkatkan hubungan di segala bidang, khususnya di bidang ekonomi, militer, dan pendidikan, serta bekerja sama dalam memberantas terorisme di dalam negeri dan terorisme internasional.
Banjir ucapan selamat kepada PM Anwar Ibrahim akan terus berdatangan dari berbagai pelosok dunia, karena ketokohannya sebagai negarawan diakui di mancanegara.
Anwar adalah pemimpin dunia Islam dan intelektual Muslim yang pemikiran dan gagasan-gagasannya dalam memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan rakyat sudah lama diakui di komunitas internasional.
Dia bukan pemimpin “jago kandang” yang inward-looking; dia adalah pemimpin pejuang berwawasan global yang diakui di banyak negara, sekalipun harus menunggu 24 tahun sebelum menduduki posisinya saat ini.
Dari perspektif kegigihan perjuangannya, Anwar Ibrahim mungkin bisa kita samakan dengan Nelson Mandela yang menduduki pucuk kepemimpinan pemerintahan setelah dizalimi dan dipenjarakan. Bahkan sampai tiga kali Anwar dipenjarakan. Tapi bagi seorang Anwar Ibrahim, penjara hanyalah batu loncatan untuk semakin tinggi ia melambung, dan kini terbukti.
Itulah sikap seorang negarawan sejati yang patut diteladani oleh para pemimpin di berbagai negara lain. Semakin digencet, semakin kuat ia berdiri dan meneruskan perjuangannya demi apa yang ia yakini sebagai kebenaran yang harus diterjemahkan ke dalam langkah-langkah politiknya untuk kemaslahatan rakyat.
Tak banyak pemimpin mempunyai karakter negarawan pejuang seperti Anwar. Bahkan jarang pula ditemukan di dunia Islam. Kalau 10 tahun lalu dunia Islam melihat Presiden Erdogan sebagai sosok pemimpin pemberani, kemenangan Anwar Ibrahim kini mengalihkan pandangan dunia ke Malaysia.
Di sana telah muncul Anwar Ibrahim yang diharapkan bukan saja sebagai Perdana Menteri Malaysia yang akan semakin mengakrabkan persahabatan dengan berbagai negara, tetapi juga sebagai pemimpin dunia Islam yang bisa dijadikan acuan dalam memperjuangkan nilai-nilai ajaran agama tentang keadilan sosial, perhatian terhadap kaum terabaikan, serta perlawanan terhadap perselingkuhan antara politik dan hukum.
Bahkan kemenangannya telah pula merombak tradisi politik Malaysia yang sebelumnya didikte oleh sim salabim kekuasaan serta monopoli patronase politik yang selalu menghalangi langkahnya menuju tampuk kekuasaan eksekutif.
Yang juga menarik dari leadership style Anwar Ibrahim adalah dia bukanlah pemimpin yang mempunyai stigma negatif terhadap negara-negara Barat. Meskipun dia sendiri adalah seorang Muslim yang taat, paham Alquran, pandai berbahasa Arab dan fasih berbahasa Inggris.
Karena memang sejatinya Anwar yang saya anggap sebagai mentor politik serta negarawan sejati itu merupakan a rare perfect blend dari intelektualisme Islam, figur pemimpin Melayu yang kokoh pendiriannya, serta negarawan yang lengkap pengetahuan, pengalaman serta soft skill politiknya.
Sejak 1987 saat pertama kali saya berkenalan dengannya, Anwar memang seorang leader dan guru politik yang wawasannya bagaikan sumur yang tak pernah kering.
Ia banyak memberikan nasihat dan berbagi pengalaman dengan saya dan dari pengalamannya malang melintang di dunia politik, dapat saya timba banyak pelajaran, termasuk kesabarannya, keyakinan yang kokoh tentang visi yang diperjuangkannya, serta kegigihan dan keberaniannya melawan sistem penyelenggaraan pemerintahan yang dianggapnya tidak mendatangkan manfaat terbesar bagi rakyatnya.
Naiknya Anwar Ibrahim ke pucuk pimpinan pemerintahan di Malaysia juga membawa harapan bahwa negarawan ini dapat menawarkan nilai-nilai Islam dengan kearifan budaya Melayu sebagai salah satu opsi solusi untuk mengatasi berbagai masalah di dunia. Bukan hanya untuk mencapai kesejahteraan material tetapi juga menciptakan keseimbangan dengan kesejahteraan immaterial serta kesetaraan dan keadilan.
Sebab leadership style Anwar Ibrahim sesungguhnya melampaui batas-batas etnis dan rasial, serta sekat-sekat keagamaan dan budaya. Dengan visi globalnya serta kepemimpinan dan kepribadiannya yang kuat, Perdana Menteri Anwar Ibrahim diharapkan akan memelopori hadirnya era baru bukan saja di Malaysia, tetapi juga di kawasan ASEAN yang haus akan strong democratic leadership untuk dijadikan acuan.
Konstelasi hubungannya yang luas dengan para pemimpin di berbagai negara Barat juga diharapkan akan bisa menghapus politik Islamophobia serta stigma-stigma negatif terhadap dunia Islam, mengingat positioning-nya selama ini sebagai seorang leader inspiratif yang tidak inward-looking, sekaligus sebagai pembaharu yang modernis, yang sesungguhnya sangat dibutuhkan di dunia Islam, juga di ASEAN.
Sebagai pemimpin kelas dunia, Anwar telah lama menimba kearifan dari para tokoh di banyak negara, termasuk dari Indonesia, seperti Muhammad Natsir dan Buya Hamkah, meskipun dia sendiri merupakan seorang pengagum karya sastra Barat.
Menduduki kursi Perdana Menteri di usianya yang 75 tahun, Anwar tentu akan mengerahkan segala kemampuannya untuk mengubah wajah Malaysia menjadi lebih baik sebagai legacy yang telah lama dinantikan rakyat Malaysia.
Clean and good governance tentu akan melandasi budaya pemerintahannya dan ia akan menerjemahkan semua agenda perjuangannya selama ini ke dalam kenyataan sebab, itulah yang dinantikan rakyat Malaysia yang telah cukup lama diombang-ambingkan oleh politik menopoli kekuasaan.
Sudah cukup lama Anwar dihambat sebagai the voice of the oppressed dan the voice of true freedom and democracy. Dan sekaranglah saatnya ia membuktikan kepada rakyat Malaysia bahwa apa yang ia perjuangkan selama ini adalah untuk kepentingan mereka.
Tantangan terdekat yang ia hadapi adalah memastikan dukungan mayoritas di parlemen untuk menyetujui RAPBN tahun depan, sebab belanja negara, termasuk untuk pembayaran gaji pegawai negeri, polisi dan militer harus dikeluarkan pada bulan Januari 2023.
Maka sidang parlemen pada 19 Desember nanti akan merupakan pertarungan yang cukup sengit bagi PM Anwar Ibrahim dan Pakatan Harapan yang perlu merangkul lima koalisi lainnya untuk memuluskan langkahnya ke depan.
*) Penulis adalah Ketua DPD RI 2009-2016, Ketua Dewan Pembina Yayasan Pusat Kebudayaan Minangkabau, dan Ketua Center for Empowerment & Development of Indonesia (CEDI).