REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Rakhmad Zailani Kiki, Kepala Lembaga Peradaban Luhur (LPL)
Bagi saya, harga bahan bakar minyak (BBM) Pertalite tetap Rp 5.000. Walau pada Sabtu (3/9) kemarin Pemerintah Pusat menaikkan harganya menjadi Rp 10 ribu per liter.
Harga BBM Rp 5.000 ini sudah saya setting atau atur di pikiran bukan kali ini saja, tapi sejak zaman Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), bahkan sejak SPBU punya tayangan digital untuk nominal harga bahan bakar yang dibeli konsumen.
Sejak itu, saya tidak pernah melihat lagi jumlah liter, berapa liter yang bisa saya beli. Saya hanya melihat angka Rp 5.000 dan kelipatannya sesuai kemampuan: Jika ingin membeli dua kali dari harga Rp 5.000, ya saya bayar Rp 10 ribu. Jika ingin membeli tiga kali dari harga Rp 5.000, ya saya bayar Rp 15 ribu, dan seterusnya.
Atur pikiran seperti ini membantu saya untuk menjaga kesehatan mental dan pikiran agar tidak stres. Saya bisa keluar dari banyak beban pikiran akibat kenaikan harga BBM per liternya yang ditetapkan Pemerintah Pusat. Karena memang kebutuhan BBM saya untuk sekali jalan ke luar rumah dan kembali ke rumah menggunakan sepeda motor matik, saya seringnya Rp 5.000.
Bagi saya, liter itu tidak menjadi unit pengukur volume lagi, tapi unit para pedagang BBM untuk mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya dengan dalil yang dipas-paskan dengan perang, situasi global, dan lain-lain yang sebenarnya bersumber pada keserakahan lingkaran supply and demand di tingkat internasional maupun nasional yang saling mempengaruhi.
Produsen BBM dan mata rantai supliernya menjadi serakah karena keserahkan para konsumennya yang mengonsumsi BBM di luar kebutuhan, bahkan di luar kewarasan, seperti untuk gaya hidup, prestise atau lainnya.
Selama para konsumen ini masih serakah, banyak mengeluarkan BBM di luar kebutuhan, dan jelas mereka ini dari golongan menengah ke atas, maka siapapun presidennya tidak akan mampu mencegah kenaikan harga BBM.
Dengan atur pikiran harga BBM Pertalite tetap Rp 5.000, saya telah keluar dari lingkaran keserahkan supply and demand BBM ini. Atur pikiran harga BBM tetap Rp 5.000 bisa menurunkan harga BBM, jika mayoritas konsumen BBM melakukannya karena memang biang keroknya pada demand yang tinggi.
Bagaimana menyikapi harga-harga barang kebutuhan pokok yang menyertai kenaikan BBM Pertalite? Cobalah dengan atur pikiran yang sama: Jangan beli unit pengukur volume barangnya (liter, kg, dll), tapi beli sesuai kebutuhan dan kemampuan dengan uang yang ada, saya pastikan Anda tidak pusing, tidak stres, tetap tenang dan bahagia.
Selamat mencoba!