REPUBLIKA.CO.ID, Kondisi pandemi Covid-19 di Indonesia kian memulih. Aktivitas masyarakat mulai kembali normal. Ekonomi pun kembali bergerak. Kendati demikian, tetap waspada, jangan gegabah. Momentum pemulihan ini harus sama-sama dijaga dengan baik.
Alhamdulillah. Patut disyukuri. Penambahan kasus di Tanah Air terus melandai hingga akhir Mei ini. Sempat meninggi pada Februari (63,956 kasus per hari), kini, pada 30 Mei tercatat 218 per hari. Grafiknya terus melandai.
Angka kesembuhan pada pertengahan Mei lalu mencapai rata-rata 96,51 persen. Pada 30 Mei ini sebesar 97,37 persen. Meski, secara bersamaan, rata-rata kematian di Indonesia cenderung masih tetap di kisaran 2,59 persen.
Secara garis besar, penularan pada masa pandemi sudah bisa dianggap terkendali. Keberhasilan ini, mengutip pernyataan daring Presiden Joko Widodo dari Istana Merdeka, Jakarta, Senin (30/5/2022), sebagai keberhasilan semua pihak. Saya setuju. Kendati, seperti sudah disinggung di awal, masyarakat dan semua pihak masih butuh waspada.
Sebab, suka tidak suka, ingat atau lupa, virus Covid-19 masih ada di sekitar kita. Ia belum hilang dan bahkan mungkin ada selamanya. Potensi penularan masih ada dan bisa meninggi.
Sebab itu, ikhtiar menjaga momentum pemulihan harus sama-sama dijaga. Caranya? Dengan menerapkan upaya pencegahan yang terbukti memberikan hasil baik. Di antaranya dengan tetap melakukan vaksinasi Covid-19 dua dosis dan juga vaksinasi penguat/booster untuk mencegah penularan.
Kementerian Kesehatan mencatat jumlah penerima vaksin booster di Indonesia telah mencapai 45,41 juta orang per 30 Mei 2022. Jumlah itu telah mencapai 21 persen lebih dari target vaksinasi Covid-19 nasional. Target vaksinasi Covid-19 nasional menyasar 208,26 juta orang.
Vaksinasi penguat memiliki peran sangat penting. Data dari Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa booster dapat meningkatkan kekebalan imunitas hingga dua kali lipat dibandingkan vaksinasi dosis kedua.
Vaksinasi booster ini juga diperlukan untuk melindungi orang tua dan kelompok masyarakat rentan atau memiliki komorbid dari penularan Covid-19.
Bagaimana dengan masker?
Ada anggapan kebijakan pemerintah memberlakukan pelonggaran memakai masker pada 17 Mei lalu artinya kita sudah bebas untuk tidak menggunakannya di mana saja, kapan saja, semau kita.
Padahal, bila dicermati, pelonggaran tersebut baru dibolehkan untuk mereka yang sedang beraktivitas di luar ruangan. Itu pun dengan syarat tidak dalam keadaan padat aktivitas masyarakat.
Warga masih tetap wajib memakai masker saat kegiatan di ruangan tertutup dan transportasi publik. Mereka yang mengalami gejala batuk-pilek, atau masuk kategori rentan, lansia, dan mempunyai penyakit komorbid, masih diimbau menggunakan masker ketika beraktivitas di luar maupun dalam ruangan.
Sebagian besar masyarakat harusnya sudah sangat memahami. Selain mencegah penularan virus Sars-Cov-2, penggunaan masker, cuci tangan, dan jaga jarak masih efektif mencegah penyebaran berbagai penyakit lain. Salah satunya hepatitis akut misterius, yang saat ini juga sedang menjadi perhatian serius.
Penyakit yang menyerang saluran pencernaan dan pernapasan ini juga disebut dapat menular melalui droplet atau via udara. Kementerian Kesehatan menduga penyakit yang sedang melanda dunia ini telah masuk ke Indonesia. Itu setelah tiga anak dilaporkan meninggal dunia diduga akibat hepatitis misterius.
Pada dasarnya, melanjutkan kebiasaan baik, seperti menggunakan masker dan menjaga protokol kesehatan, lebih banyak faedahnya. Bahkan tidak ada ruginya. Apalagi, kita kini sudah terlatih dan terbiasa menerapkannya selama pandemi.
Karena itu, marilah lanjutkan ikhtiar-ikhtiar tersebut dengan baik. Jaga bersama momentum bagus ini. Semoga Indonesia semakin pulih dan ekonomi pun bisa tumbuh sehat lagi.