Oleh : Anwar abbas, Pengamat sosial ekonomi dan keaganaan, Wakil Ketua Umum MUI
REPUBLIKA.CO.ID, Kalau di negeri ini muncul kelompok-kelompok radikal, teroris, dan separatis kita hendaknya berani mengevaluasi diri dan bertanya serta mencari jawabannya secara mendasar dan holistik dengan mengurai satu persatu variabel yang menjadi pemicunya. Salah satu pemicu yang sangat dominan tentu adalah kekecewaan mereka kepada pemerintah, DPR dan lembaga yudikatif. Apa saja yang membuat mereka kecewa kepada lembaga-lembaga tersebut?
Pertama, pemerintah, DPR dan lembaga yudikatif tidak konsisten dan konsekwen melaksanakan dan menegakkan nilai-nilai Pancasila. Bahkan kita lihat ada oknum-oknum yang merupakan pejabat negara atau pemerintah terkait dengan sila pertama Ketuhanan yang Maha Esa atau menyangkut masalah keagamaan, mereka hanya melihat dan menuding serta membidik tokoh-tokoh dari agama tertentu saja. Namun mereka tidak bicara banyak tentang tindak kekerasan dan radikalisme yang dilakukan tokoh-tokoh dari agama lain.
Padahal mereka-mereka itu juga merupakan pentolan-pentolan utama dalam mendorong tindakan radikalisme dan terorisme, bahkan lebih jauh lagi dari itu yaitu separatisme. Tapi mereka-mereka yang telah berbuat onar tersebut seperti tidak dijamah dan terjamah.
Kedua, dalam bidang hukum, penegakan hukum tampaknya tajam kepada kelompok tertentu dan tumpul terhadap kelompok tertentu lainnya. Kalau kesalahan itu dilakukan oleh bagian dari kelompok tertentu cepat sekali diproses tapi kalau dari kelompok lain, sudah berteriak-teriak rakyat dari Sabang sampai dengan Merauke meminta yang bersangkutan untuk diproses. Nyatanya sampai hari ini yang bersangkutan masih saja bebas cuap-cuap dan melenggang sembari menyengat lawan-lawannya.
Ketiga dalam bidang politik. Wakil-wakil kita di DPR tersebut semestinya benar-benar menempatkan diri sebagai wakil rakyat yang memegang prinsip dari rakyat bersama rakyat dan untuk rakyat. Namun pada kenyataannya mereka memang dipilih rakyat tidak lagi bekerja bersama rakyat dan untuk rakyat melainkan mereka bekerja adalah untuk kepentingan partainya yang sudah terkooptasi dan dikendalikan para pemilik kapital. Sehingga produk UU yang mereka lahirkan tidak lagi mencerminkan aspirasi rakyat tapi lebih mengakomodasi kepentingan pemilik kapital.
Keempat dalam bidang ekonomi, para pemimpin di negeri ini lebih memperhatikan kepentingan dari pemilik kapital dari pada kepentingan rakyat. Padahal konstitusi kita di Pasal 33 UUD 1945 telah mengamanatkan kepada negara untuk menciptakan sebesar-besar kemakmuran rakyat.