REPUBLIKA.CO.ID,
Oleh Rosadi dan kawan kawan
Kajian mengenai tradsi lisan di Provinsi Jambi didasari pertimbangan adanya kesadaran akan budaya Indonesia yang melimpah ruah dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote. Kekayaan budaya ini bersumber dari nilai, adat istiadat, kearifan lokal, dan seni budaya yang tumbuh dan berkembang di tengah masyarakat. Kekayaan budaya tersebut jika dikelola dengan baik dapat menjadi kekuatan penggerak dan modal dasar pembangunan.
Pembangunan agama berbasis budaya merupakan salah satu cara yang dapat mendekatkan agama kepada masyarakat dengan sesedikit mungkin terjadinya gesekan yang tidak diharapkan. Di sisi lain, pengembangan budaya berdasarkan nilai-nilai agama sesungguhnya merupakan watak dasar bangsa Indonesia yang dikenal religius. Dengan demikian, agama dan budaya bukan sesuatu yang dikotomis tetapi saling melengkapi dan tidak perlu dipertentangkan, justru sebaliknya membutuhkan upaya dialog dan harmonisasi secara terus menerus.
Oleh karena itu, Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Jakarta pada tahun 2021 ini melakukan kajian terhadap 5 tradisi lisan yang ada di Provinsi Jambi. Pemilihan Jambi sebagai lokasi penelitian ini dilandasi adanya pengetahuan dan pemahaman mengenai khazanah budaya Jambi yang sangat beragam, khususnya tradisi lisan. Keberadaan tradisi lisan yang masih ada di Jambi diharapkan dapat menjadi sumber pembelajaran baik di madrasah maupun perguruan tinggi keagamaan.
Penelitian ini bertujuan:
a. Untuk mengungkap dan memahami keberlangsungan tradisi lisan di Provinsi Jambi;
b. Mengungkap dan memahami nilai keagamaan yang terkandung dalam tradisi lisan di Provinsi Jambi.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan folklor. Pengumpulan data diawali dengan pengumpulan data-data kepustakaan, telaah dokumen, dilanjut dengan wawancara, observasi (pengamatan) dan dokumentasi. Kelima tradisi lisan khas Jambi yang dikaji dalam penelitian ini yaitu: dadung, seloko adat, dul muluk, kompangan dan zikir burdah.
Temuan
Tradisi Dadung yang dikaji Muhamad Rosadi menemukan bahwa tradisi bertutur khas Jambi ini pada awalnya tanpa diiringi alat musik. Rasa sedih dan bahagia diungkapkan melalui senandung tanpa musik pengiring. Pada perkembangannya kemudian, tradisi bertutur ini diiringi dengan alat musik sebagai penguat suasana.
Selanjutnya tradisi seloko adat yang dikaji Reza Perwira menemukan bahwa seloko diciptakan oleh para tetua Jambi sebagai sebuah ungkapan yang bersumber dari tradisi, hukum, dan norma adat istiadat. Oleh karena bagian dari tradisi, maka seloko berperan sebagai penyadar bagi masyarakatnya.
Seloko berisi petuah-petuah dan nasihat-nasihat demi keselamatan dan kebaikan kehidupan manusia yang berkoherensi dengan kedudukan adat itu sendiri. Tidak ada batas yang jelas antara pepatah dan undang-undang adat; keduanya mengatur perilaku dan keduanya dapat menjadi acuan dalam perselisihan paham yang diungkapkan dengan bahasa kiasan. Kondisi ini bertujuan menciptakan kedamaian, keamanan bagi masyarakat.
Adapun tradisi Dul Muluk yang dikaji Dede Burhanudin menemukan bahwa seni teater tradisional ini masih dipentaskan di Dusun Danau Kelari, Desa Muaro Jambi, Kecamatan Marosebo, Kabupaten Muaro Jambi. Tradisi ini bersumber dari naskah Abdul Muluk yang awal pementasannya hanya dibacakan saja. Namun dalam perkembangannya kemudian menjadi pertunjukan teater.
Pertunjukan Dul Muluk biasanya melibatkan sekitar 20 sampai 40 orang pemain, diiringi dengan tarian musik dan lagu dan dimainkan di tengah lapangan selama semalam suntuk. Cerita yang dimainkan dalam Abdul Muluk menggambarkan situasi pada masa kerajaan.
Sedangkan tradisi kompangan yang dikaji Widya Safitri menemukan bahwa tradisi kompangan di Kota Jambi masih terjaga proses regenerasinya dengan baik. Tradisi ini biasa dimainkan pada saat pelaksanaan arakan pengantin dan kegiatan pemerintahan. Keberadaan dan keberlangsungan tradisi kompangan saat ini masih tergolong aman.
Terakhir, Tradisi Zikir Burdah yang dikaji oleh Asep Saefullah menemukan bahwa tradisi zikir burdah di Seberang Kota Jambi lebih merupakan ritual keagamaan, tepatnya sebagai varian bacaan salawat kepada Nabi Muhammad saw. Zikir Burdah ini merupakan pembacaan salawat kepada Nabi Muhammad saw, pujian, nasihan, dan juga doa yang didasarkan pada “qasidah” (kasidah) yang disusun oleh Imam al-Bushiri dari Mesir.
Zikir Burdah memiliki fungsi yang nyata bagi kehidupan sosial di Seberang Kota Jambi. Melihat corak keseniannya maka dapat disimpulkan bahwa Zikir Burdah berguna untuk mempererat rasa kebersamaan bagi masyarakat. Misalnya saat mula-mula wabah Covid19 masuk, Masyarakat Seberang Kota Jambi melakukan kegiatan Zikir Burdah keliling kampung. Kegiatan ini dilakukan selama tiga malam.
Rekomendasi
1. Kepada Direktorat Pendidikan Agama Islam (Ditjen Pendis) Kementerian Agama untuk menyusun bahan ajar yang berisi tentang khazanah tradisi lisan di Provinsi Jambi sehingga keragaman budaya yang masih bertahan dapat dipelajari dan dipahami oleh para siswa di Lembaga Pendidikan Keagamaan.
2. Kepada Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jambi untuk membuat regulasi yang berkaitan dengan alih generasi tradisi lisan di lingkungan madrasah.
* Balai Litbang Agama Jakarta