REPUBLIKA.CO.ID, oleh: Hari Prasetya, Deputi Perencanaan dan Pengkajian, BPKH.
Salah satu syarat wajib berhaji yang harus dipenuhi, yakni mampu atau istitho’ah, dari sisi kesehatan dan keuangan. Istitho’ah kesehatan harus dipenuhi karena beberapa prosesi berhaji perlu kebugaran jasmani, di antaranya: Wukuf; Tawaf Ifadoh; dan Sai yang merupakan rukun haji, serta Mabit; Melontar Jumrah; dan Tawaf Wada yang merupakan wajib haji. Sedangkan istitho’ah keuangan untuk memastikan jamaah dapat membayar ongkos perjalanan dan perbekalannya.
Demi menggugah kesadaran masyarakat, perlu dilakukan kampanye perencanaan istitho’ah kesehatan dan keuangan. Bagi muslim yang sudah istitho’ah keuangan juga perlu didorong segera mendaftar haji. Upaya-upaya tersebut berkelindan dengan rencana Kerajaan Arab Saudi (KSA) mencapai Visi Saudi 2030.
Perencanaan Kesehatan
Berkenaan istitho’ah kesehatan, diasumsikan makin muda seseorang akan makin siap secara fisik untuk berhaji secara mandiri. Anjuran mendaftar haji selagi muda didasari pertimbangan masa tunggu haji yang makin lama.
Pada Pasal 4 UU No. 8/2019, setiap WNI yang beragama Islam dapat mendaftar haji dengan membayar setoran awal dan menyerahkan salinan dokumen yang sah. Sedangkan persyaratan keberangkatan: berusia paling rendah 18 tahun atau sudah menikah; memenuhi persyaratan kesehatan; melunasi Bipih; dan belum pernah berhaji atau pernah berhaji paling singkat 10 tahun sejak haji terakhir.
Pasal 5 Peraturan Menteri Agama (PMA) No. 13/2021, mengatur persyaratan mendaftar haji paling rendah 12 tahun. Ketentuan PMA tersebut mempersempit ketentuan dalam UU yang memberi kesempatan setiap WNI yang beragama Islam mendaftar haji tanpa batasan usia minimal.
Pengaturan UU No. 8/2019 senafas dengan Fatwa MUI No. 002/2020 Tentang Pendaftaran Haji Saat Usia Dini, yakni pendaftaran haji pada usia dini hukumnya boleh (mubah), dengan syarat: dari uang halal; tidak mengganggu biaya lain yang wajib dipenuhi; tidak melanggar perundang-undangan; dan tidak menghambat muslim yang memiliki kewajiban berhaji (‘ala al-faur) dan sudah mendaftar.
Dengan mendaftar haji pada usia belia, ketika panggilan haji datang, mereka dapat menyambutnya dengan kesiapan fisik untuk melaksanakan prosesi berhaji secara mandiri tanpa pendampingan.
Perencanaan Keuangan
Seorang muslim harus memiliki sekurangnya Rp25 juta untuk mendaftar haji. Bagi yang belum punya dapat menempuh berbagai cara: membuka tabungan haji di bank syariah; melakukan investasi berkala pada reksadana pasar uang; mengajukan pembiayaan arrum haji dari Pegadaian; atau memanfaatkan utang/pembiayaan dari lembaga keuangan.
Berdasarkan Fatwa MUI No. 004/2020 Tentang Pembayaran Setoran Awal Haji dengan Utang/Pembiayaan, pembayaran setoran awal dengan uang hasil utang/pembiayaan hukumnya boleh (mubah), dengan syarat: bukan utang ribawi dan mempunyai kemampuan untuk melunasi utang yang dibuktikan dengan kepemilikan aset.
Pasal 4 PMA No. 13/2021, melarang setoran awal dari dana talangan atau nama lain baik secara langsung maupun tidak langsung yang bersumber dari BPS BPIH. Bank yang melanggar ketentuan akan dilakukan pemblokiran dan/atau pencabutan user id Siskohat-nya setelah dilakukan klarifikasi.
Berdasarkan UU No. 34/2014 dan UU No. 8/2019, BPS BPIH adalah Bank Umum Syariah atau Unit Usaha Syariah yang ditunjuk BPKH setelah memenuhi kriteria dan persyaratan. BPS BPIH merupakan mitra strategis BPKH dalam pengelolaan keuangan haji, termasuk perencanaan keuangan perjalanan ibadah haji. BPS BPIH tunduk pada Peraturan BPKH dan perjanjian kerjasama kedua pihak.
PMA tidak menyebut alasan pelarangan dana talangan. Isu yang mengemuka, pelarangan dimaksudkan agar daftar tunggu tidak makin meningkat. Merujuk klausul menimbang UU No. 34/2014, pembentukan BPKH dilatarbelakangi perlunya pengelolaan keuangan haji yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel terhadap akumulasi dana haji yang disebabkan meningkatnya jamaah tunggu.
Mengacu hal tersebut, peningkatan jamaah tunggu merupakan pendorong pendirian BPKH, yang juga menjadi indikator jaminan kemerdekaan beribadah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Menyadari potensi peningkatan jamaah tunggu, UU mengamanatkan BPKH membagikan secara berkala sebagian nilai manfaat pengelolaan setoran awal ke rekening virtual jemaah tunggu.
Haji Eksekutif
Berdasarkan Survei Tahun 2017, sekitar 13 juta muslim sudah istitho’ah keuangan namun belum mendaftar haji. MUI mengeluarkan Fatwa No. 005/2020 Tentang Penundaan Pendaftaran Haji Bagi Yang Sudah Mampu, yang menyatakan berhaji pada galibnya merupakan kewajiban yang tidak perlu disegerakan (‘ala al-tarakhi) bagi muslim yang sudah istitho’ah.
Namun menjadi kewajiban yang harus disegerakan (‘ala al-faur) apabila terpenuhi kriteria: sudah berusia 60 tahun; khawatir berkurang atau habisnya biaya berhaji; atau qadla’ atas haji yang batal. Mendaftar haji bagi yang memenuhi satu dari tiga kriteria tersebut, hukumnya menjadi wajib.
BPKH mencanangkan program haji eksekutif untuk mendorong muslim yang sudah istitho’ah segera mendaftar haji. Program ini diarahkan pada pendaftaran haji khusus yang masa tunggunya lebih pendek.
Visi Saudi dan Digitalisasi
Dalam Visi Saudi 2030, KSA akan mengurangi ketergantungan pada minyak, diversifikasi ekonomi, serta mengembangkan layanan umum. Berkenaan hal tersebut, KSA akan meningkatkan kapasitas dan kualitas layanan haji dan umroh. Pada 2030, kapasitas umroh ditingkatkan menjadi 30 juta jemaah per tahun dari 8 juta saat ini. Untuk kapasitas haji, ditingkatkan menjadi 10 juta jemaah dari saat ini sekitar 2,5 juta.
Dengan peningkatan kapasitas, kuota haji diprediksi akan meningkat sehingga mengurangi daftar tunggu. Kampanye haji muda dan haji eksekutif mempertimbangkan potensi kenaikan kapasitas dan kuota haji tersebut. Sejalan era digitalisasi, BPKH juga mendorong penggunaan aplikasi untuk mendaftar haji. Hal tersebut sesuai target kampanye haji muda dan haji eksekutif yang menyasar milenial dan eksekutif mapan yang kesehariannya tidak lepas dari gawai.
* Tulisan ini merupakan pendapat pribadi.