Oleh : Indira Rezkisari*
REPUBLIKA.CO.ID, Makan dalam batas waktu 20 menit menjadi salah satu aturan terbaru saat pelonggaran Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Tanah Air. Dan, sejatinya masyarakat modern yang kaya pengaruh internet beragam meme pun bermunculan soal aturan makan 20 menit.
Saya sebagai penggemar joke receh tentunya terhibur melihat berbagai meme makan 20 menit berseliweran. Mulai dari foto piring bergambar ayam dengan timer hitungan mundur 20 menit, serta masih banyak lagi meme viral seputar aturan makan tersebut.
Penentuan waktu 20 menit sebenarnya bukan sekadar hitungan asal-asalan. Saya melihatnya sebagai waktu yang sesuai atau cukup untuk mengisi perut saat sedang berada di luar rumah.
Namanya juga masih pandemi, artinya masyarakat yang harus keluar rumah untuk bekerja misalnya atau melakukan kebutuhan hidup lain tidak bisa bersantai dengan situasi. Makan di masa PPKM artinya sekadar melakukan pemenuhan fisik untuk mengisi perut. Makan di masa pandemi tidak sama seperti saat kasus sedang rendah, positivity rate terkendali, yang bisa dilakukan sembari mengobrol, sambil menambah porsi, atau menikmati suasana di tempat makan.
Saat ini makan di luar rumah artinya hanya untuk mengisi perut. Titik.
Aturan makan 20 menit juga memiliki alasan ilmiah. Menurut keterangan juru bicara Pemerintah untuk Covid-19, dr Reisa Broto Asmoro, studi Internasional menyatakan butuh 20 menit untuk otak manusia memberikan sinyal kenyang setelah makan.
"Ini juga diterangkan oleh ahli gizi, bahwa pada menit ke-20 itulah hormon kenyang dan puas itu muncul," ujar Reisa.
Ahli nutrisi telah lama menyarankan, menghabiskan satu sendok makan itu memerlukan sekitar 20-30 kali mengunyah agar proses pencernaan menjadi optimal. Sehingga waktu 20 menit pun dipilih sebagai durasi.
Bagi beberapa orang makan dalam waktu 20 menit memang terasa sulit. Wali Kota Bogor, Bima Arya, saat melakukan uji coba makan 20 menit di sebuah warung pecel lele mengatakan upaya makan 20 menit itu seperti makan sahur yang mepet waktu imsak. Mungkin maksud Bima, bisa tapi terburu-buru.
Ketentuan makan 20 menit diatur dalam Inmendagri Nomor 24 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Level 4 dan Level 3 Corona Virus Disease 2019 di Wilayah Jawa dan Bali. Aturan tersebut berbunyi, warung makan/warteg, pedagang kaki lima, lapak jajanan dan sejenisnya diizinkan buka dengan protokol kesehatan yang ketat sampai dengan pukul 20.00 waktu setempat dengan maksimal pengunjung makan 25 persen (dua puluh lima persen) dari kapasitas dan waktu makan maksimal 20 (dua puluh) menit.
Kebijakan makan 20 menit memang tidak ideal, terutama dari segi pengelola tempat makan. Sebelum PPKM diberlakukan, alias sepanjang pandemi, banyak warteg yang sudah terpuruk nasibnya. Terutama tempat-tempat makan kecil yang berlokasi di daerah perkantoran.
Ketua Koordinator Warteg Nusantara (Kowantara), Mukroni, menyatakan sejak pandemi merebak sudah puluhan ribu warteg di Jabodetabek tutup. Kini hanya tersisa sekitar 50 ribu warteg yang masih bertahan.
Saat ini meski sudah boleh menerima makan di tempat namun ada aturan baru yang mengganjal pengusaha tempat makan skala kecil. Mukroni mengeluhkan tidak spesifiknya aturan 20 menit tersebut.
Apakah dimulai dari pelanggan memesan makan atau saat makanan tiba. Padahal kata dia ada beragam cara penyajian makanan, seperti harus dibakar dulu, digoreng dulu, dan lainnya. Persiapan tersebut membutuhkan waktu yang sulit dipenuhi jika harus ditambah waktu makan 20 menit.
Kebijakan tersebut pun dikuatirkannya kembali menempat pengusaha makanan skala kecil terpuruk. Padahal banyak pedagang belum tersentuh BLT atau subsidi usaha lainnya di masa pandemi.
"Saya baca di media massa, bahwa Pemerintah Jepang membayar kompensasi hingga Rp 40 juta per pedagang karena usaha mereka ditutup selama pandemi. Karena pedagang ini pendapatan dari jualan, kalau mau kasih stimulus karena mereka kan ada yang kredit macet dan lainnya," katanya.
Bukan cuma pengusaha warteg atau pedagang makanan kaki lima yang terpuruk. Restoran atau rumah makan hingga kafe yang berlokasi dalam gedung atau tempat tertutup masih belum boleh menerima pengunjung makan di tempat.
Aturan PPKM level 4 masih belum membolehkan mereka menerima pengunjung untuk makan di tempat. Kebijakan operasional masih dibatasi untuk menerima layanan pesan antar atau bungkus saja. Pengurangan pegawai pun membayangi sektor kuliner tersebut.
Memang tidak ada yang ideal dari aturan selama PPKM Darurat dan perpanjangannya. Selama kasus Covid-19 belum bisa ditekan, tekanan untuk berada di rumah lebih banyak akan terus digencarkan. Maka perputaran ekonomi menjadi lebih sulit berjalan karena masyarakat juga menahan konsumsinya.
Sementara itu, lebih baik kita sudahi saja polemik makan 20 menit. Aturan tersebut diciptakan tak hanya untuk membantu pengusaha makanan minuman skala kecil, tapi juga untuk mengakomodir kebutuhan penduduk yang masih harus keluar rumah dan membutuhkan makan. Mungkin kenikmatan akan berkurang karena makan jadi diburu-buru, atau Anda tidak bisa memesan makanan kegemaran karena kuatir waktu 20 menit tidak cukup.
Sekarang tapi bukan waktunya untuk menghibur diri. Saat harus berada di luar rumah fokus sebaiknya dialihkan ke bagaimana caranya protokol kesehatan tetap terjaga, terpenuhi, dan Anda bisa pulang ke rumah dalam keadaan sehat.
Semoga pandemi segera berlalu, supaya kita bisa sama-sama makan di luar rumah tanpa batasan waktu lagi.
*Penulis adalah jurnalis Republika.co.id