Oleh : Esthi Maharani, Jurnalis Republika.co.id
REPUBLIKA.CO.ID, Lonjakan Covid-19 dengan varian delta yang lebih mudah menular, membuat banyak orang ramai-ramai membentengi diri dengan produk-produk suplemen. Seperti déjà vu, jika setahun yang lalu, masker dan hand sanitizer yang diburu, kini susu beruang dan vitamin C jadi buruan di berbagai apotek dan minimarket.
Beberapa kali saya melihat story Instagram kawan yang mengoleksi susu beruang. Dia memang positif Covid-19 dan sedang isolasi di rumahnya. Ia meyakini dengan mengonsumsi susu beruang bisa segera sehat kembali. Tak hanya susu beruang, ternyata vitamin C botol kaca yang mengandung soda juga dikoleksi. Tujuannya sama, untuk menangkal dan mengusir virus Covid-19. Entah berapa botol yang dimiliki dan entah berapa banyak botol yang diminum per hari demi cepat-cepat sembuh dari penyakit ini. Konon katanya, penderita Covid-19 harus meminum vitamin C1000 mg itu setiap tiga jam sekali.
Fenomena ini menyesatkan. Misalnya saja soal susu beruang. Kandungan nilai gizi yang baik dalam susu beruang tak hanya ada pada satu produk susu tertentu. Di dalam susu terdapat kandungan nilai gizi yang baik mulai dari protein hingga mineral. Selain itu, dengan meminum susu dapat meningkatkan imunitas tubuh karena juga mengandung protein whey, lactoferin, dan laktalbumin. Di susu ada protein, vitamin A dan B12, Zn, selenium, serta mineral lain yang bermanfaat untuk kesehatan. Tapi ya tidak harus susu beruang, susu yang lain juga bagus.
Begitu pula dengan konsumsi vitamin C. Memang, vitamin C merupakan salah satu yang disarankan untuk dikonsumsi sebagai bentuk pendukung penyembuhan pasien Covid-19. Vitamin C diharapkan dapat mengembalikan metabolisme tubuh dan membantu perbaikan fungsi selular sistem imun. Vitamin C bekerja sebagai antioksidan, mengurangi radikal bebas, anti-inflamasi, dan membantu kerja sistem imun dalam memerangi penyakit.
Dalam Pedoman Tatalaksana Pasien Covid-19 yang dibuat oleh lima organisasi profesi, vitamin C dianjurkan dikonsumsi oleh pasien Covid-19 tanpa gejala sebagai salah satu bentuk pengobatan, dengan saran dosis yakni tablet vitamin C non acidic 500 miligram per 6-8 jam diberikan oral (untuk 14 hari), atau tablet isap vitamin C 500 miligram per 12 jam diberikan secara oral (selama 30 hari), atau multivitamin yang mengandung vitamin c 1-2 tablet per 24 jam (selama 30 hari), dianjurkan vitamin yang komposisi mengandung vitamin C, B, E, zink.
Namun, konsumsi vitamin C harus tepat dosisnya. Pemberian vitamin C lebih dari 2.000 miligram per hari dapat mengakibatkan intoksikasi atau keracunan vitamin C. Konsumsi berlebihan dapat mengakibatkan efek samping, seperti mual, nyeri ulu hati, hingga diare. Kemungkinan efek bagi pencernaan juga perlu jadi pertimbangan. Karena sifatnya asam, vitamin C juga butuh penyesuaian dosis bila ada risiko gangguan nyeri lambung.
Jika berkaca pada kasus-kasus tersebut, perilaku masyarakat Indonesia membeli barang dalam jumlah besar tiba-tiba atau panic buying disebabkan informasi yang beredar tidak jelas atau tidak utuh. Dasar perilaku panic buying ini tak lain akibat kecemasan menghadapi lonjakan kasus Covid-19 dalam beberapa pekan terakhir.
Untuk mengatasi perilaku ini, masyarakat perlu bertindak berdasarkan informasi yang benar. Pemerintah perlu secara konsisten mengedukasi masyarakat mengenai hal-hal terkait dengan Covid-19, terutama upaya pencegahan dan pengobatannya.
Pemerintah juga memberikan imbauan masyarakat membatasi pembelian. Selain itu, pemerintah perlu memberikan imbauan kepada penjual usaha ritel supaya meratakan penjualan, distribusi, dan tidak boleh menaikkan harga melebihi batas tertentu. Supermarket pun bisa memberikan batasan pada masyarakat
Dalam kondisi saat ini, masyarakat perlu menerapkan logika berpikir diatas kecemasan. Caranya dengan membeli secara rasional atau smart buying. Artinya, membeli yang memang dibutuhkan dalam jumlah cukup untuk keluarga dalam jumlah rasional atau sesuai keuangan.