Selasa 20 Apr 2021 08:51 WIB

Pandemi Covid-19 dan Perubahan Kualitas Lingkungan

Bisnis laundry di lingkungan perumahan turun hingga 50 persen.

Seorang anak kecil bermain di jalan perkampungan yang tergenang banjir berwarna merah di Jenggot, Pekalongan, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu.
Foto: Antara/Harviyan Perdana Putra
Seorang anak kecil bermain di jalan perkampungan yang tergenang banjir berwarna merah di Jenggot, Pekalongan, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Eko Siswoyo (Kaprodi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Islam Indonesia)

Pandemi Covid-19 yang melanda se­luruh dunia selama lebih dari seta­hun telah memberi dampak bagi ba­nyak hal, salah satunya yaitu lingkungan. Beberapa peneliti mengungkapkan bahwa selama pandemi ini kualitas lingkungan menjadi sedikit terjaga. 

Kualitas udara di beberapa kota besar misalnya, seperti Jakarta, Surabaya, dan Yogya­karta menjadi lebih baik karena kegiatan trans­portasi yang menurun. Namun beberapa peneliti juga mengungkapkan meningkatnya beban pencemaran pada beberapa sungai dari limbah domestik selama masa kerja dari rumah (work from home) dan belajar dari rumah. 

Adaptasi kebiasaan baru masyarakat yaitu sering mencuci tangan dengan sabun bisa jadi menjadi salah satu kontributor peningkatan limbah yang masuk ke badan air penerima. Limbah domestik lain yang dinilai turut ber­kontribusi pada kualitas lingkungan air salah satunya yakni limbah dari aktivitas mencuci pakaian atau limbah laundry.

Di kota-kota yang sarat dengan geliat kehidupan kampus dan mahasiswa, sangat lazim ditemukan usaha laundry yang dikelola secara mandiri oleh masyarakat.  Usaha ini banyak tumbuh di sekitar kampus dan kos-kosan mahasiswa. Sepinya kehidupan kampus di tengah kondisi pandemi turut memberikan pengaruh pada usaha ini.

Dari hasil survei yang penulis lakukan pada beberapa lokasi sekitar kampus di Yogya­karta, pada kondisi normal sebelum pandemi pelaku bisnis laundry mampu mengolah 60 hingga 80 kilogram pakaian setiap harinya. Sebaliknya, saat pandemi menurun drastis menjadi 15-20 kilogram per hari. Senada dengan pelaku bisnis laundry yang beroperasi di sekitar kampus tersebut, bisnis laundry yang berada di lingkungan perumahan juga menga­lami penurunan hingga 50 persen dari kondisi normal. 

Perkuliahan yang kini digelar secara daring membuat mahasiswa tidak perlu lagi berada di kota Yogyakarta. Kondisi seperti ini juga kemungkinan terjadi untuk daerah-dae­rah lain di Indonesia mengingat sebagian besar universitas di Tanah Air masih member­lakukan sistem pembelajaran daring. Meski pandemi berdampak negatif pada omzet usaha laundry, namun dampak positif justru di­rasakan pada lingkungan karena menurun­nya pencemaran akibat limbah laundry di kota Yogyakarta.

Merujuk pada data yang dirilis oleh Pe­merintah DIY melalui situs bappeda.jogjaprov. go.id, terlihat bahwa pada tahun 2020 terjadi penurunan beberapa parameter seperti BOD dan COD pada beberapa segmen sungai namun pada segmen yang lain mengalami peningkatan.

Permasalahan limbah laundry muncul ka­rena sebagian besar pelaku bisnis tersebut khususnya laundry rumahan masih belum memiliki instalasi pengolahan air limbah yang baik. Pada umumnya limbah laundry  langsung dialirkan ke sumur resapan atau bahkan dibuang langsung ke badan air pene­rima me­lalui selokan atau saluran drainase terdekat. 

Hasil uji di laboratorium menunjukkan limbah laundry memiliki beberapa parameter seperti detergen (surfaktan) berkisar 9-27 mg/L, fosfat 1-2 mg/l dan COD berkisar antara 365-975 mg/L, serta beberapa parameter lain. 

Akumulasi bahan pencemar tersebut pada badan air penerima akan berdampak pada menurunnya kualitas lingkungan. Tidak hanya itu risiko terjadinya eutrofikasi dan algae bloom juga semakin besar. Secara alami sebenarnya lingkungan akan mampu menetralkan bahan pencemar yang diterimanya (self purification).

Namun jika kontaminan tersebut masuk secara terus menerus dalam jumlah berlebih maka pada akhirnya akan terjadi pencemaran lingkungan, sehingga lingkungan tidak mampu lagi berfungsi sebagaimana mestinya.

Permasalahan limbah skala rumah tang­ga atau home industry ini seringkali muncul karena keterbatasan teknologi dan anggaran. Inovasi teknologi pengolahan air limbah se­derhana tepat guna pun mutlak diperlukan. Limbah laundry dapat diolah dengan sistem pengolahan limbah yang melalui beberapa tahapan. 

Pengolahan dengan metode adsorpsi (penyerapan dengan menggunakan adsor­ben), filtrasi (penyaringan dengan media filter), dan bioremediasi atau fitoremediasi (pemu­li­han pencemaran dengan menggunakan mi­kroorganisme dan tumbuhan tertentu) dapat menjadi solusi yang tepat guna di tengah pandemi.

Terlebih metode pengolahan limbah ini memiliki keunggulan dari segi ketersediaan material, kemudahan dalam pembuatan dan operasional serta efisiensi pengolahan yang cukup tinggi.

Untuk itu diperlukan sinergi an­ta­ra per­guruan tinggi, pemerintah setem­pat, dan industri yang dapat melakukan scale up teknologi, sehingga permasalahan limbah laundry dan limbah lainnya di kota Yogyakarta dan kota-kota lain di negeri tercinta ini dapat diminimalkan. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement