REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Siti Rahayu, S.Pd*
Sampai pekan kedua bulan Oktober 2020 ini, sejak diumumkan pertama tanggal 2 Maret 2020 silam, laju pertambahan harian kasus Covid-19 di Indonesia masih tergolong tinggi. Meski sempat mengalami penurunan yaitu pada 13 Oktober yang mencapai titik terendah yaitu 3.267 kasus, namun hari-hari selanjutnya kembali naik bahkan dari 14-18 Oktober kembali mencapai angka 4.000 kasus lebih. Pertambahan kasus yang tinggi ini merata terjadi di seluruh wilayah Indonesia meskipun tetap fluktuatif.
Laju pertambahan kasus terkonfirmasi Covid-19 tersebut dalam bidang pendidikan menjadi dasar pemerintah terus melaksanakan pembelajaran jarak jauh secara daring di semua jenjang pendidikan. Para guru, siswa, dosen dan mahasiswa dipaksa untuk belajar secara terpisah di tempat masing-masing dengan memanfaatkan beragam produk teknologi informasi serta peralatan pendukungnya.
Meski satu hal yang baru untuk dilaksanakan secara masif dalam skala nasional, namun pembelajaran jarak jauh secara daring yang terus-menerus menimbulkan berbagai masalah baru baik bagi pendidik maupun peserta didik. Paling tidak terjadi kebosanan karena masing-masing tidak bisa berinteraksi secara langsung sampai munculnya kasus-kasus depresi, kekerasan orang tua pada anak, bahkan ada siswa yang bunuh diri karena tidak tahan dengan kondisi pembelajaran daring yang kurang mendukung dan dirasa membebani.
Kondisi itu ditambah dengan berbagai kendala yang dihadapi seperti susah sinyal, internet lambat, bahkan masih banyak daerah yang belum terjangkau jaringan internet sehingga para siswa harus mencari tempat-tempat yang punya jaringan internet bagus. Perangkat pembelajaran juga menjadi masalah karena tidak semua orang tua punya kemampuan untuk membeli handphone atau bahkan laptop yang bisa dipakai untuk pembelajaran daring
Dilema pendidikan
Situasi pendidikan seperti ini menjadi dilema tersendiri bagi pendidik dan para peserta didik. Di satu sisi mereka dipaksa harus melaksanakan pembelajaran jarak jauh agar memutus mata rantai penyebaran Covid-19, namun di sisi lain timbul kebosanan karena berbagai kendala yang dihadapi, serta keinginan untuk berinteraksi secara langsung yang menjadi pemaksa untuk melaksanakan pembelajaran tatap muka secara langsung. Apalagi pembelajaran tatap muka meskipun dengan protokol kesehatan ketat tetap meningkatkan risiko terpapar Covid-19.
Dilema yang dialami tersebut tidak jarang menimbulkan gejolak dalam masyarakat karena ingin segera merasakan situasi pulih sedia kala di mana anak-anak mereka bisa sekolah seperti biasa. Tuntutan agar sekolah dibuka kembali banyak dilontarkan oleh para orang tua/wali murid meskipun banyak pula yang tetap menginginkan pembelajaran jarak jauh. Tetapi hingga saat ini, pemerintah tetap dalam keputusannya untuk laksanakan pembelajaran jarak jauh karena reisiko yang dihadapi tidak ringan.
Keputusan tersebut seyogyanya mendapat dukungan dari seluruh warga masyarakat yang mempunyai anak-anak usia sekolah karena terbukti secara nyata bahwa Covid-19 akan semakin menyebar manakala manusia berinteraksi secara langsung dan berdekatan. Apalagi untuk jenjang pendidikan sekolah dasar dan TK, mustahil mengontrol mereka untuk menjaga jarak.
Oleh karena itu kita semua: para orang tua, pendidik, dan tokoh tokoh masyarakat harus menjadi pendukung utama upaya pemutus mata rantai Covid-19 melalui dunia pendidikan dengan tetap mematuhi aturan dan tidak memaksakan pembelajaran secara langsung. Covid-19 memang memaksa manusia untuk saling membantu dan menyelamatkan satu sama lain justru dengan menjaga jarak bahkan saling berjauhan.
Dalam situasi laju pertambahan kasus Covid-19 yang masih terus meninggi, maka pendidikan jarak jauh tetap menjadi solusi jitu untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Orang tua/wali siswa menjadi pemeran utama untuk menciptakan suasana keluarga yang mendukung pembelajaran jarak jauh yang akan menentukan kesuksesan pendidikan anak-anak di masa pandemi Covid-19 ini.
*Guru SMPN 2 Pleret Bantul DIY