REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Andi Akmal Pasluddin, Anggota Komisi 4 DPR RI
Tiga kementerian menjadi mitra utama Komisi IV DPR RI pada periode 2014-2019; Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan; serta Kementerian Lingkungan Hidup dan kehutanan (KLHK). Pada periode kedua kepemimpinan Presiden Jokowi, dua dari tiga menteri sebelumnya tidak lagi dipercaya presiden memimpin kementerian. Hanya Ibu Siti Nurbaya yang kembali dipercaya memimpim KLHK. Pertanyaanya, apa alasan Presiden Jokowi kembali mengamanahkan 63 persen luas daratan Indonesia kepada Ibu Siti?
Kebaikan dan keberhasilan Ibu Menteri, biarlah menjadi domain presiden untuk selanjutnya menggunakan hak prerogatifnya dalam memilih para pembantunya. Namun, terdapat beberapa catatan kritis bagi kami selaku mitra kementerian yang menginginkan yang terbaik bagi keberlanjutan pengelolaan hutan dan lingkungan hidup.
Pertama adalah terkait produk legislasi (perundangan). Produk legislasi merupakan kerja bersama antara pemerintah dan DPR. Sepanjang periode 2014-2019, paling tidak terdapat 3 Undang-undang yang disahkan pada komisi 4, yakni: UU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam; UU Karantina Hewan Ikan dan Tumbuhan; UU Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan.
Ketiga UU tersebut, tidak menempatkan KLHK sebagai leading sector-nya. Sementara revisi UU Koservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE), di mana KLHK merupakan leading sector, justru pembahasannya mandek di tengah jalan. Padahal undang-undang ini sudah teramat lawas, yaitu sudah hampir 30 tahun menjadi benteng konservasi. Begitu juga lebih dari 300.000 orang telah menandatangani petisi revisi UU KSDAE melalui laman change.org. Karena itu, penting dan mendesak, agar revisi undang-undang dapat dituntaskan.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya.
Kedua adalah penanggulangan kebakaran hutan dan lahan. Berdasarkan data Karhutla Monitoring System (SiPongi), selama periode 2014-2019 lebih dari 3 juta hektar hutan dan lahan di Indonesia terbakar. Valuasi kerugian atas kebakaran hutan dan lahan sangatlah besar, pada 2015 menurut BNPB nilai kerugian mencapai lebih dari Rp 200 triliun.