Senin 17 Jun 2019 07:03 WIB

Perang Dagang Amerika-Cina dan Modal Manusia

Banyak ulasan perang dagang Amerika Serikat (AS) dan Republik Rakyat Cina (RRC).

Iman Sugema
Foto:

Bahkan di bidang energi, RRC merupakan produsen panel surya (solar panel) terbesar dan termurah. Sekarang mereka sedang mencanangkan revolusi energi ramah lingkungan. Jangan heran, dalam jangka waktu yang tidak lama lagi mayoritas sumber daya kelistrikan di negeri tersebut jauh lebih hijau dibandingkan negara maju manapun.

Bahkan sekarang ini, hampir seluruh produsen otomotif besar di dunia akan menjadikan RRC sebagai basis produkdi mobil listrik.

Jangan heran jika nanti di Jakarta banyak berseliweran mobil listrik buatan RRC. Merek sih boleh Eropa, Jepang, atau Amerika, tapi mesinnya tetap saja made in Cina. Mengapa bisa begitu? RRC telah mampu membuat lompatan baru yang tidak pernah terjadi di negara lain, yaitu kemampuan memproduksi barang berkualitas tinggi dalam skala besar dan dengan harga miring.

Satu faktor yang paling penting adalah kemampuan negeri itu dalam menciptakan keunggulan dalam sumber daya manusia. Akumulasi dalam human capital telah menjadi bagian penting dalam membentuk kemajuan ekonomi RRC selama 30 tahun terakhir ini. Dua hal yang paling mencolok keberhasilannya adalah pendidikan tinggi (universitas) dan kemampuan riset. Mungkin inilah yang harus juga menjadi prioritas.

Sekitar 40 tahun lalu, ketika masih miskin, RRC mulai mengirimkan puluhan ribu putra-putri terbaiknya untuk menimba ilmu di berbagai universitas terbaik di dunia.

Khususnya untuk menempuh jenjang master dan doktoral di hampir semua bidang ilmu, baik eksakta maupun ilmu sosial. Sebagian ada yang kembali ke RRC dan sebagian lagi lebih memilih untuk bekerja di negara maju dengan kehidupan yang lebih baik.

Sebagian yang tidak pulang memang sengaja bekerja untuk transfer ilmu dan teknologi yang lebih jauh. Sebagian lagi tentunya dianggap pengkhianat. Namun, itulah konsekuensi mengirim orang terbaik pada saat negara belum bisa menyediakan lapangan pekerjaan yang layak bagi mereka.

Apa yang terjadi 10 tahun kemudian? Orang-orang pintar ini mencetak puluhan ribu master dan doktor di dalam negeri dengan kecepatan yang luar biasa. Tidak semuanya jadi dosen tentunya. Sebagian besar justru bekerja sebagai peneliti di pusat riset pemerintah dan perusahaan. Yang bekerja di perusahaan inilah yang paling besar andilnya dalam pengambilalihan teknologi.

Orang-orang inilah yang bertanggung jawab dalam kemajuan teknologi seperti sekarang ini. Kalau di Jepang, dulu dilakukan penjiplakan produk Amerika dan kemudian dibuat yang lebih baik lagi.

Di RRC, bukan hanya produknya yang dijiplak, tetapi juga pabriknya, bahkan manusianya pun dijiplak. Baru setelah itu mereka mengembangkan sendiri produknya menjadi lebih baik, pabriknya menjadi lebih efisien, dan tenaga ahlinya lebih pintar serta dalam jumlah yang lebih banyak.

Jadi, tak heran kalau RRC mampu menyediakan barang dengan berbagai kualitas dengan harga yang jauh lebih murah. Intinya ada dalam human capital yang unggul dengan jumlah yang lebih banyak.

Kapan Indonesia bisa menyusul RRC? Kuncinya ada dalam kecepatan pembangunan manusia.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement