Kamis 09 May 2019 11:14 WIB

Ramadhan dan Gempuran Rudal di Gaza

Setelah terpilih menjadi Presiden bergilir DK PBB, Bisakah Indonesia berbuat banyak?.

Ani Nursalikah
Foto: dok. Pribadi
Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Ani Nursalikah*

Sungguh pilu. Di hari pertama Ramadhan saya harus membaca sebuah kisah sedih dari Jalur Gaza.

Apa sebab? Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah memerintahkan militer Israel terus melancarkan serangan besar-besaran ke Jalur Gaza.

Hati saya pilu karena membayangkan saudara-saudara di Palestina harus melewatkan Ramadhan dengan diiringi dentuman serangan udara dan tembakan dari tank Israel. Saat sebagian besar Muslim di dunia menyiapkan diri menyambut puasa Ramadhan, warga Gaza justru menyiapkan pemakaman.

Militan di Gaza dan pasukan keamanan Israel terlibat bentrokan berdarah selama akhir pekan lalu. The Guardian melaporkan faksi Palestina meluncurkan roket ke arah kota-kota Israel. Israel membalas dengan menembakkan lebih dari 250 serangan.

Middle East Monitor melaporkan sekitar 320 lokasi di Jalur Gaza yang diblokade menjadi target militer Israel. Militer Israel juga menargetkan gudang bawah tanah dan markas militer Hamas dan Jihad Islam.

Sejak Sabtu pekan lalu, 25 warga Palestina, termasuk dua perempuan hamil dan dua balita menjadi martir. Sedangkan 100 orang lainnya terluka akibat serangan udara Israel.

Eskalasi di Gaza dimulai ketika empat warga Palestina menjadi martir, termasuk seorang remaja, Selain itu, 51 orang terluka pada Jumat saat tentara Israel menyerang lokasi terkait Hamas. Terpisah, terjadi pula serangan saat kampanye menentang penjajahan Israel dan blokade jalur Gaza.

Serangan Israel itu ditanggapi luncuran 600 roket dari Hamas yang menyasar permukiman Israel. Menurut Israel, serangan roket menewaskan tiga orang.

Situasi itu memperoleh tanggapan dari Presiden AS Donald Trump. Dia mencicit di Twitter pada Ahad malam, menyatakan dukungan penuh pada Israel. Dia juga mengatakan rakyat Gaza akan makin menderita karena menyerang Israel.

Hal yang sangat disesalkan adalah serangan udara Israel yang menargetkan gedung kantor berita Turki Anadolu Agency. Serangan itu jelas adalah pelanggaran terhadap kebebasan pers. Serangan itu bisa jadi upaya Israel untuk membungkam media menyebarkan kejahatan perang yang dilakukannya.

Kantor Anadolu Agency di Gaza terhantam rudal pesawat tempur Israel. Menurut laporan koresponden mereka, tak ada korban luka atau tewas akibat serangan tersebut.

Sejak Maret 2018, situasi di Gaza, khususnya di dekat perbatasan dengan Israel memanas. Hal itu dipicu digelarnya aksi bertajuk "Great March of Return" oleh warga Palestina.

Hamas dan Israel disebut telah menyepakati gencatan senjata pada Senin pagi, sekitar pukul 04.30 waktu setempat. Hal itu tercapai berkat mediasi yang dilakukan oleh Mesir.

Jalur Gaza seluas 225 ribu kilometer persegi adalah rumah bagi sekitar dua juta orang. Namun, jalur ini diblokade oleh Israel dan Mesir sejak Hamas mengambil kendali pada 2007. Israel dan Hamas telah berperang tiga kali.

Kondisi ekonomi ambrol dengan pengangguran kaum muda lebih dari 70 persen. Saingan Hamas, Otoritas Palestina, yang berbasis di Tepi Barat yang diduduki, juga telah menjatuhkan sanksi pada jalur itu. Otoritas memotong transfer uang sehingga memperdalam krisis.

Di sisi lain, Indonesia baru saja terpilih menjadi Presiden bergilir Dewan  Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Mei 2019. Salah satu isu utama yang diangkat Indonesia adalah perdamaian di Palestina. Indonesia memang sejak dulu sangat vokal dan selalu mendukung kemerdekaan Palestina.

Eskalasi yang baru saja terjadi di Jalur Gaza harus menjadi momentum bagi Indonesia untuk mengangkat isu ini dalam diskusi Arria Formula yang akan digelar pada 9 Mei. Meski diskusi itu bersifat informal, Indonesia bisa dan mampu berperan membantu perjuangan rakyat Palestina dengan menciptakan awareness di level internasional bahwa yang dilakukan Israel adalah kejahatan kemanusiaan.

Apalagi, serangan dilakukan di bulan suci Ramadhan dimana Muslim seharusnya bisa beribadah dengan tenang. Tugas berat menanti Dian Triansyah Djani yang mewakili kepemimpinan Indonesia di Dewan Keamanan PBB untuk mendorong perdamaian dunia, terutama bagi Palestina.

*) Penulis adalah redaktur republika.co.id

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement