Senin 30 Apr 2018 05:27 WIB

Arab Saudi yang Diinginkan Sang Putra Mahkota

Pemutaran film asing untuk umum ini sebagai peristiwa sangat bersejarah di Saudi.

Ikhwanul Kiram Mashuri
Foto:

Visi 2030 antara lain berisi bagaimana mendiversifikasi ekonomi Saudi serta mengembangkan sektor jasa dan layanan umum, seperti kesehatan, pendidikan, infrastruktur, rekreasi, pariwisata, dan lainnya. Termasuk dalam hal ini adalah memberantas korupsi yang ternyata sangat merajalela di Arab Saudi.

Itulah sebabnya beberapa waktu lalu, sebagai //shock therapy//, sejumlah pangeran, menteri, dan beberapa pejabat tinggi Saudi yang terindikasikan mengemplang uang negara ditangkap dan dijebloskan ke penjara, termasuk orang terkaya di Saudi, Pangeran Walid bin Talal.

Namun, untuk mencapai tujuan Visi 2030 juga diperlukan reformasi di bidang lain, antara lain di bidang sosial dan budaya. Menyetir mobil bagi perempuan misalnya, ternyata terkait erat dengan ekonomi. Pengharaman bagi perempuan mengemudi mobil selama ini telah memaksa keluarga-keluarga Saudi menggaji sopir dari luar negeri, baik untuk antar-jemput anak-anak sekolah maupun anggota keluarga perempuan lainnya. Begitu juga dengan tidak adanya bioskop serta tempat-tempat dan jenis hiburan lainnya.

Lina Muhammad, perempuan Saudi 29 tahun, sebagaimana dikutip media al-Sharq al-Awsat, mengatakan, pembukaan bioskop di Saudi sama halnya diperbolehkannya perempuan menyetir mobil. Ia menyambut baik dengan reformasi yang dicanangkan Sang Putra Mahkota.

Menurut dia, selama ini ia dan kawan-kawannya sering pergi ke luar negeri hanya untuk menonton film di gedung bioskop. Biasanya yang dituju adalah negara-negara Teluk. "Saya yakin banyak warga Saudi lain yang pergi ke luar negeri hanya untuk mencari hiburan," ujarnya.

Kementerian Pariwisata dan Informasi Saudi menargetkan pemasukan dari tiket bioskop bisa mencapai 1 miliar dolar atau setara Rp 13,7 triliun per tahun. Untuk itu pihaknya mencanangkan bisa mendirikan minimal 320 bioskop di seluruh negeri hingga 2030, untuk melayani populasi penduduknya yang lebih dari 32 juta jiwa, yang sebagian besar berusia di bawah 30 tahun.

Namun, untuk mencapai Visi 2030 ternyata tidaklah mudah. Tembok besar siap menghadang, terutama datang dari para ulama Wahabi konservatif, yang hingga beberapa waktu lalu masih mengharamkan bioskop dan perempuan mengemudikan mobil. Mereka adalah ulama kolot yang memposisikan perempuan selama ini sebagai swargo manut neroko katut alias warga kelas dua.

Untuk itu, Visi 2030 juga termasuk menjangkau reformasi di lembaga-lembaga keagamaan. Kewenangan besar polisi syariah yang disebut Haiatu al-Amr bi al-Ma’ruf wa an-Nahyu ‘an al-Munkar pun mereka pangkas. Begitu pula dengan lembaga keagamaan tertinggi di Saudi yang bernama Haiatu Kibarul Ulama. Di lembaga yang beranggotakan 21 orang ini mereka masukkan ulama-ulama baru yang beraliran lebih moderat untuk menggantikan mereka yang beraliran keras.

Intinya, Putra Mahkota Pangeran Muhammad--yang didukung ayahnya, Raja Salman--ingin menjadikan Saudi sebagai negara yang moderat, dengan menepikan ulama-ulama Wahabi garis keras alias konservatif. Sebuah kantor megah di Riyadh yang dijadikan pusat penyebaran Islam moderat pun mereka dirikan, menyertai Visi 2030.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement