Oleh: Erdy Nasrul
email: erdy_nasrul007@yahoo.com
twitter: @erdynasrul
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bandar narkoba tak takut dengan polisi. Kalau mereka ditangkap, kemudian dipenjara, maka dari balik jeruji besi, mereka tetap menjalankan usahanya. Mereka memiliki jaringan yang melibatkan banyak pihak. Sipir, polisi, TNI, hakim, dan banyak pihak terlibat didalamnya. Semua bersinergi untuk memuluskan bisnis si bandar.
Indonesia sudah tidak heran dengan ulah bandar. Sudah banyak narapidana ditangkap karena mereka masih menggerakkan bisnis narkoba dari dalam sel. Bahkan dari berbagai Lapas di Nusakambangan, yang dikenal sangat ketat. Jadi aparat janganlah bangga dengan menangkap tersangka penyelundup atau produsen narkoba berjumlah besar. Karena belum tentu dengan menangkap mereka, peredaran akan terhenti.
Di Amerika, upaya drug enforcement administration (DEA) mengungkap sindikat berton-ton narkoba bahkan tidak diapresiasi banyak orang. Kenapa, karena yang mereka perbuat justru membuat bandar yang lain semakin kaya. Narkoba semakin berkurang, jumlah pecandu tetap atau bahkan lebih banyak. Alhasil, harga narkoba semakin mahal.
Lalu apa yang membuat bandar takut?
Saya pernah berdialog dengan Kepala BNN, Komjen Anang Iskandar. Dia menceritakan yang paling dikhawatirkan bandar adalah habisnya pecandu. Bayangkan, di Indonesia pada 2011 lalu ada empat juta pecandu narkoba. Katakanlah dalam satu hari mereka mengeluarkan uang Rp 100 ribu untuk membeli narkoba. Tinggal dikalikan empat juta. Luar biasa jumlahnya. Dalam satu hari saja ada 400 miliar rupiah uang masu untuk membeli narkoba. Dalam satu tahun ada ratusan triliun uang dihasilkan dari bisnis ini.
Uang ini didapat dari para pengguna alias pecandu.
Sementara pada 2013 kemarin, pecandu narkoba berkurang menjadi 3,6 juta. 400 ribu pecandu meninggalkan kebiasaan mengkonsumsi narkoba. Penghasilan bandar berkurang empat puluh juta setiap harinya. Kalau para pecandu berkurang lebih banyak lagi, maka tentu kerugian mereka bertambah. Agar ini tak terjadi, maka mulailah bandar berinovasi. Caranya, harus ada narkoba jenis baru. Narkoba jenis baru selalu saja ada. Di era 90an dulu dikenal putau. Narkoba satu ini memang dikenal mematikan. Kecanduan parah membuat hilangnya nyawa.
Bandar kemudian mengganti produknya menjadi sabu dan ineks. Sabu menambah percaya diri dan semangat. Sedangkan ineks membuat mabuk. Keduanya kalau dipakai untuk dugem atau hura-hura, semakin menambah hangat suasana. Tak heran bila dua barang itu banyak beredar di diskotek banyak tempat. Sekarang adalagi zat narkoba yang dimasukkan kedalam kopi saset. Dengan harga mahal, kopi ini dapat membuat orang menjadi pecandu. Ini merupakan cara agar jumlah pecandu bertambah.
Strategi bandar yang paling mengerikan adalah bagaimana mereka meningkatkan permintaan pasar akan narkoba. Mereka mengincar usia produktif agar menjadi pecandu. Fisik yang masih kuat menjadi keuntungan besar. Usia 20 tahun misalkan. Katakanlah akan meninggal pada usia 60 tahun. Artinya ada 40 tahun lebih usia yang digunakan mengkonsumsi narkoba. Keuntungannya sangat banyak hanya dari satu pecandu.
Mental kuat sangat dibutuhkan untuk membentengi diri dari narkoba. tak peduli tua atau muda, lelaki, wanita, tetangga, keluarga, semuanya. Jangan hanya karena tak kuasa menahan pahitnya hidup, kemudian menghibur diri dengan narkoba. Jangan.Hadapilah dengan terus berusaha dan berjuang.