REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Prayudhi Azwar
Mahasiswa Doktoral bidang Ekonomi University of Western Australia dan Casual Lecturer University of Western Australia
Hal yang SANGAT penting, tapi paling DISEPELEKAN rakyat Indonesia, atas sumbangsih pemerintahan SBY adalah stabilitas geopolitik, sosial, ekonomi dan keamanan.
Tanpa itu, tidak ada satu kepala daerah paling hebat sekalipun bisa berprestasi. Tak satu ekonom paling canggih pun mampu mempraktekkan teorinya di lapangan. Tak ada investor domestik dan mancanegara, yang penting membuka lapangan kerja, akan tertarik berinvestasi jangka panjang. Tanpa itu, tidak akan Indonesia mampu menghadapi krisis global dengan mantap dan keluar sebagai 10 kekuatan ekonomi terbesar di dunia.
Berbeda dengan Singapura dan Malaysia, stabilitas tersebut justru dicapai dalam suasana demokratis dan kebebasan bersuara. Tak sekalipun SBY, ataupun melalui tangan partai koalisinya, membungkam atau melakukan tindak kekerasan terhadap media dan masyarakat yang mengkritik atau bahkan tega menghina pribadinya. Tidak banyak pemimpin yang diberkati kesabaran hati menghadapi hujanan kritik dan fitnah, yang seringkali keterlaluan.
Lebih hebat lagi, stabilitas ekonomi itu, dicapai tanpa ada sejengkal tanahpun terlepas dari bumi pertiwi. Lihat cara SBY mempertahankan Ambalat dari klaim sepihak negara tetangga. Tidak dengan konfrontasi, tidak juga dengan serampangan membawa isu ini ke Mahkamah Internasional. Tapi dengan pendekatan diplomasi yang unggul, berkelas dan berwibawa.
Sejarah mencatat, diplomasi yang lemah dengan negara tetangga, ditambah kekeliruan keputusan strategis dengan membawa kasus Sipadan-Ligitan ke forum internasional, telah berujung pada lepasnya dua pulau tanggal 17 Desember 2002.
Lalu lihatlah, bagaimana cara SBY mempertahankan Papua saat eskalasi kekerasan meningkat bulan Juni 2014 ini. Beliau melakukan kunjungan strategis ke Kepulauan Fiji. Ini wujud kepekaan dan kecerdasan menyikapi isu geopolitik Indonesia. Pendekatan strategis ini membuahkan hasil. "Mereka semua menghormati keutuhan wilayah Indonesia, demikian penting geopolitik di Pasifik Selatan dan Pasifik Barat Daya," demikian Presiden SBY. Bahkan, tidak banyak yang jeli melihat, bahwa pertimbangan SBY tidak menggunakan pesawat kepresidenan yang elegan itu sebagai wujud kecerdasan emosi yang tinggi, yaitu empati.
Dalam menjaga kedaulatan NKRI, perhatikan bagaimana sistematisnya SBY dan kemenhan memperkuat angkatan bersenjata kita dengan bertumpu pada kapasitas domestik Indonesia. Tanpa kewibaaan dalam sistem pertahanan, selamanya Indonesia tidak mampu menahan tekanan kepentingan asing.
Maka kita lihat kini, pemerintah semakin berwibawa. Keputusan pembangunan smelter bagi produksi tambang bisa ditegakkan, menambah pendapatan nasional. Renegeosiasi kontrak gas Tangguh yang merugikan, dari 2.7 USD/mmbtu dalam kontrak pemerintah tahun 2002 menjadi 8 USD/mmbtu (2014). Bahkan akan terus meningkat menjadi 10 USD (2015), 12 USD (2016) dan 13,3 USD (2017). Pendapatan negara meningkat sebesar Rp 250 Triliun, berkat keberhasilan menambal kebocoran kekayaan SDA ini.
Karena itu, penting artinya rakyat Indonosia cerdas memilih pemimpin nasional, yang mempunyai kapasitas diplomasi internasional yang ulung, kecerdasan geopolitik dan pertahanan yang tangguh. Agar semua kepala daerah dan ekonom dapat bekerja dengan tenang dan optimal.
Siapa sosok yang memenuhi kriteria itu? Tugas setiap pribadi kita untuk merenungkannya secara berhati-hati.
Prayudhi Azwar
Perth, 7 Juli 2014