Selasa 17 Jun 2014 18:39 WIB

Mengawasi Khotbah di Masjid

Arif Supriyono
Foto: Dokpri
Arif Supriyono

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Arif Supriyono

Rencana tim sukses Joko Widodo-Jusuf Kalla untuk merekam isi khutbah Jumat di masjid-masjid mengundang reaksi keras dari pelbagai kalangan. Umumnya mereka menolak tindakan itu dan menganggap langkah tersebut sebagai provokasi yang bisa menimbulkan gesekan di masyarakat.

Adalah anggota tim sukses Jokowi-JK, Eva Kusuma Sundari, yang sempat mengutarakan hal itu. Eva mengaku telah memerintahkan kader partainya yang beragama Islam untuk melakukan aksi intelijen di masjid-masjid dengan merekam isi khutbah Jumat. Dia berdalih, kampanye hitam terhadap Jokowi-JK banyak terjadi di masjid.

Kalau ada yang mengawasi dalam rangka melihat kebaikan atau bakat seseorang, tentu itu tidak menjadi masalah. Jika pengawasan itu terkait dengan hal yang buruk, siapa pun yang mengalaminya pasti merasa tak enak dan tidak senang. Ini pula yang mungkin dirasakan oleh para pengelola masjid, khotib, dan sebagian besar jamaah.

Selama ini, isi ceramah atau khutbah Jumat di masjid-masjid nyaris tak terbatas. Tema apa saja bisa masuk: mulai dari masalah keluarga, lingkungan, moral, ibadah, hukum, korupsi, pendidikan, politik, dan sebagainya. Para khotib pun pasti punya batasan, apa saja yang bisa dan memungkinan untuk mereka sampaikan di depan jamaah shalat Jumat. Walau faktanya, ada saja khotib yang cara menyampaikan materi terasa berlebihan bagi sebagian pihak yang mendengarkannya.

Terkait dengan pelaksanaan pemilu presiden yang akan digelar pada 9 Juli nanti, saya pikir tak perlu ada pembatasan bagi khotib untuk memilih tema dalam khutbahnya. Tema apa saja tetap layak untuk mereka sampaikan kepada umat, asal memang mengandung ajakan moral untuk melakukan hal yang lebih baik dalam menjalani kehidupan.

Agak berbeda dengan pemikiran beberapa tokoh ternama, saya sepenuhnya tak setuju bila ada pihak yang menyarankan untuk membatasi agar para khotib tak bicara politik. Politik adalah bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan umat manusia. Apabila umat memiliki pemahaman yang baik tentang politik, tentu pada akhirnya akan berpengaruh pada kualitas kehidupan berpolitik, berdemokrasi, dan berbangsa secara umum. 

Ajakan untuk berpolitik secara santun, menjunjung tinggi etika serta kejujuran, menjauhi rasa dendam, dan menghindari tindak kekerasan merupakan nilai plus yang harus menjadi pegangan umat. Tak salah jika khotib membahas hal ini, termasuk pula mengajak masyarakat untuk ikut berpartisipasi dan mengambil bagian dalam pemilu demi perbaikan kualitas kehidupan berbangsa.

Tak keliru pula bila khotib juga mengajari masyarakat untuk memilih pemimpin yang baik sesuai kaidah Islam. Hal yang tak semestinya dilakukan oleh para khotib adalah mengajak masyarakat agar memilih calon presiden tertentu. Kalau ini yang terjadi, berarti sang khotib telah melakukan kampanye politik atau melakukan kegiatan politik praktis. Tak seharusnya memang masjid menjadi arena kampanye politik.

Berkaitan dengan upaya melakukan pengawasan khutbah di masjid oleh tim sukses capres-cawapres tadi, sebaiknya tak usah kita hiraukan. Abaikan saja rencana dan gagasan itu jika benar akan dijalankan. Asal para khotib tidak berkampanye di masjid dan tidak melakukan fitnah (terhadap pasangan capres-cawapres), tak ada yang perlu dikhawatirkan.

Bagi tim sukses capres-cawapres mungkin tak perlu harus melakukan pengawasan terhadap khutbah Jumat di masjid-masjid. Rencana dan tindakan itu hanya akan melukai hati umat. Tindakan itu sungguh kontraproduktif dan pada gilirannya hanya akan menimbulkan rasa antipati serta menjauhkan sang calon terhadap masyarakat pemilihnya.

Padahal, semestinya tim sukses capres-cawapres melakukan upaya untuk mendekati dan mengambil hati khalayak atau pemilih. Mereka seharusnya menyadari, bahwa umat Islam merupakan jumlah terbesar di negeri ini. Melukai hati umat tentu bermakna menjauhi pemilik suara terbesar dalam pemilu kali ini.

Seandainya rencana tersebut sudah menjadi keputusan tim sukses capres-cawapres, seharusnya itu tak hanya berlaku untuk khutbah di masjid. Biar ada keadilan, sudah pada tempatnya bila pengawasan juga dilakukan di tempat ibadah lainnya: gereja, vihara, pura, dan kelenteng. Walau begitu, tetap akan lebih baik kalau pengawasan itu tak dilakukan.

Kalaupun ditemukan kampaye di masjid-masjid, tinggal laporkan saja hal tersebut pada Badan Pengawas Pemilu yang memang mendapat tugas untuk itu. Demikian pula jika ada fitnah dari khotib yang tersebar di arena masjid saat menjelang shalat Jumat, sudah pada tempatnyalah jika dilaporkan ke pihak kepolisian.

Alhamdulillah, sampai sekarang belum ada ditemukan khatib shalat Jumat yang dilaporkan melakukan kampanye atau fitnah terhadap para capres di masjid. Belum ada pula kabar ditemukannya intel partai tertentu yang telah merekam ceramah para khatib dan dihakimi massa di lokasi masjid. Rasanya kita tak ingin hal seperti ini terjadi.

Kita semua tentu berharap, pemilu presiden kali ini akan berjalan penuh kedamaian. Caci-maki dan rasa permusuhan antarpendukung --yang bertebaran di media sosial dan bahkan dilakukan oleh para intelektual-- rasanya cukup sudah dan tak perlu harus dilanjutkan secara nyata di masyarakat luas.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement