Rabu 09 Apr 2014 06:00 WIB

Hari Penghukuman

Yudi Latif
Foto: Republika/Daan
Yudi Latif

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Yudi Latif

Pada titik ini, puluhan juta rakyat Indonesia mengalir ke tempat pemungutan suara (TPS), untuk memilih wakil rakyat yang diharapkan amanah sekaligus memberikan hukuman bagi yang telah terbukti berkhianat.

Dalam suatu negara dengan penduduk yang banyak serta wilayah yang luas, tidak setiap warga mampu menjalankan secara langsung kesempatan yang setara dan efektif dalam proses pemerintahan. Sebagian besar warga mewakilkan pandangan, pilihan dan keputusannya kepada warga lain yang terpilih. Situasi inilah yang melahirkan apa yang disebut demokrasi perwakilan (representative democracy).

Agar pelaksaan demokrasi perwakilan itu bisa berjalan efektif dengan memenuhi prinsip-prinsip demokrasi, institusi-institusi demokrasi harus memenuhi beberapa prasyarat. Menurut Robert A. Dahl, setidaknya ada enam prasyarat minimum.

Pertama, pejabat terpilih (elected officials). Bahwa kendali atas keputusan pemerintah mengenai kebijakan secara konstitusional dijalankan oleh para pejabat yang dipilih oleh warga negara melalui pemilihan umum. Kedua, pemilihan umum secara bebas, adil dan berkala  (free, fair and frequent elections). Pejabat dipilih melalui pemilihan yang bebas, adil dan sering (berkala) tanpa kekerasan dan paksaan.

Ketiga, kebebasan berpendapat (freedom of expression). Warga Negara bisa menyatakan pendapat dan aspirasinya secara bebas tanpa ketakutan dan ancaman hukuman. Keempat, tersedianya sumber-sumber informasi alternatif (alternative sources of information). Warga Negara berhak untuk mencari sumber-sumber informasi alternatif di luar sumber-sumber informasi yang dikontrol oleh Negara.

Kelima, kemerdekaan berserikat (associational autonomy). Setiap warga berhak untuk membentuk perserikatan (asosiasi) atau organisasi secara independen, termasuk membentuk partai politik dan kelompok kepentingan. Keenam, kewarganegaraan yang tanpa diskriminasi (inclusive citizenship). Setiap warga dewasa tanpa pandang bulu, apa pun latar belakang etnis, agama dan kelas sosialnya, harus diberikan hak dan kesempatan yang sama untuk mengembangkan kelima institusi-institusi demokratis yang telah disebutkan.

Dari beberapa prasyarat minimum demokrasi tersebut, pemilihan umum untuk memilih pejabat puncak pemerintahan (anggota legistlatif dan pucuk pimpinan eksekutif) pada setiap jenjang pemerintahan merupakan dasar utama dari sistem demokrasi perwakilan.

Mengapa demokrasi mensyaratkan Pemilu? Dalam demokrasi, pejabat puncak pemerintahan harus dipilih, bukan ditunjuk, karena setiap warga pada dasarnya memiliki hak yang sama untuk berpartisipasi dalam politik. Namun demikian, dalam suatu negara demokrasi modern yang berskala luas tidak mungkin semua warga bisa terlibat langsung dalam mengambil dan menjalankan keputusan politik serta mengontrol agenda-agenda keputusan pemerintah. Dalam situasi demikian, efektivitas partisipasi warga dalam politik diwakilkan kepada para pejabat Negara.

Namun demikian, harus ada jaminan bahwa para pejabat yang mewakili rakyat itu dapat menjanlankan amanah rakyat secara bertanggung jawab. Harapan seperti itu sulit dipenuhi sekiranya para pejabat itu bisa menyusun agenda dan mengambil kebijakan secara independen, terlepas dari kemauan rakyat. Agar pejabat itu terikat pada amanah rakyat, maka pejabat itu harus dipilih oleh rakyat. Dengan dipilih oleh rakyat mereka diharapkan akan menjalankan kekuasaannya secara bertanggung jawab, dan tersedia sarana untuk menghukumnya jika mengabaikan amanat rakyat, yakni dengan tidak memilihnya kembali pada Pemilu berikutnya.

Alhasil, jika warga masih bingung siapa dan dari partai apa yang harus dipilih, setidaknya setiap warga sudah dapat mengambil sikap untuk tidak memilih calon dari partai yang telah terbukti berkhianat terhadap amanat penderitaan rakyat.

Demokrasi hanya bisa berjalan baik bila disertai kehadiran warga negara yang kompeten, yang dapat menunaikan kewajibannya sebagai warga negara. Menjadi warga negara yang berkompeten harus memahami bahwa memperjualbelikan insitusi-institusi kebajikan publik mengandung daya korosif dan koruptif bagi perkembangan bangsa. Hal itu disebabkan karena uang (pasar) bukan saja mengalokasikan barang, tetapi juga mempengaruhi sikap manusia dan nilai barang yang diperjualbelikan.

Pilihan politik bukan untuk diperjualbelikan, karena hal itu menyangkut hak dan kewajiban warga negara. Kewajiban kewargaan tidak sepatutnya dianggap sebagai properti perseorangan yang bisa dijual, tetapi harus ipandang sebagai pertanggung jawaban publik. Menjual hak pilih menjadikan urusan publik dikendalikan oleh kekuatan privat. Ujung dari semua ini akan menjadikan res publica (urusan umum) tertawan oleh kepentingan res privata (urusan perseorangan).

Kita tidak bisa mengharapkan kehadiran demokrasi perwakilan dan pemimpin politik yang kompeten tanpa kesertaan warga negara yang berkompeten. Saat Pemilu tiba, tanggung jawab kewargaan itu harus dibuktikan dengan memilih kontestan dengan rekam jejak integritas dan kapabilitas yang bisa diandalkan. Atau bilamana sulit menemukan figur seperti itu, setidaknya warga tidak memilih yang telah terbukti berkhianat!

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement