Jumat 07 Dec 2012 15:37 WIB

'Lingkaran Setan' yang Tiada Berujung

Seorang guru memberikan materi pelajaran kepada siswa kelas 2 SD.
Foto: Antara/Feri Purnama
Seorang guru memberikan materi pelajaran kepada siswa kelas 2 SD.

Menteri Pendidikan Muh.Nuh mengatakan, bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) akan segera digantikan dengan kurikulum baru. Kurikulum baru ini konon menggunakan konsep tematik integratif. Sehingga siswa tidak harus lagi membeli banyak buku. Hal ini juga mengatasi keluhan berbagai pihak atas banyaknya buku yang harus dibeli oleh siswa.

Direktur Pembinaan Sekolah Dasar (SD) Ditjen Dikdas Kemendikbud Ibrahim Bafadal mengatakan, bahwa perubahan ini juga melihat kondisi yang ada selama beberapa tahun ini. KTSP yang memberi keleluasaan terhadap guru membuat kurikulum secara mandiri untuk masing-masing sekolah ternyata tak berjalan mulus.

"Tidak semua guru memiliki dan dibekali profesionalisme untuk membuat kurikulum. Yang terjadi, jadinya hanya mengadopsi saja," kata Ibrahim.

Kurikulum baru dibuat dan dirancang oleh pemerintah, terutama untuk bagian yang sangat inti. Dengan demikian, pihak sekolah dan guru tinggal mengaplikasikan saja pola yang sudah dimasukkan dalam struktur kurikulum untuk masing-masing jenjang tersebut.

Ia mengakui, bahwa untuk tingkat SD terjadi perubahan yang cukup besar, mengingat basis tematik integratif yang dianut saat ini. Mata pelajaran yang dulu ada 10 bidang dikurangi menjadi tersisa enam mata pelajaran saja, dengan pembagian empat mata pelajaran utama dan dua mata pelajaran muatan lokal.

Ibrahim menambahkan, "Jadi untuk pendidikan dasar, kami ambil yang sangat inti, seperti PPKn, Agama, Bahasa Indonesia, dan Matematika. Kami yakin dengan revisi ini, pendidikan di Indonesia akan menghasilkan generasi yang jauh lebih baik lagi dan siap menjawab tantangan ke depan."

Bongkar pasang kurikulum bukanlah hal baru. Namun, hal ini nampaknya terus dilakukan oleh Menteri Pendidikan, melihat kondisi pendidikan yang jauh dari harapan. Seperti yang kita ketahui, pendidikan masih harus dibenahi. Tawuran, freesex, amoral, asusila, anarkis menghiasi perilaku pelajar Indonesia.

Para orang tua dan masyarakat resah dan khawatir akan kondisi generasi bangsa. Anak muda yang mengenyam pendidikan saja perilakunya seperti itu, apalagi yang tidak mengenyam pendidikan? Begitulah kiranya pandangan masyarakat kini.

Adapun generasi yang berhasil – melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi dan lulus perguruan tinggi ternama – tidak juga membuat masyarakat bangga. Mereka yang telah sukses dan berada pada posisi atas malah menggerogoti negerinya sendiri. Korupsi. Itulah perilaku generasi yang berhasil menyelesaikan pendidikannya di jenjang perguruan tinggi.

Alangkah lucunya negeri ini, generasi yang tidak merasakan pendidikan sedikitpun dengan generasi yang merasakan pendidikan bahkan sampai tataran pendidikan tinggi perilakunya sama. Hasilnya adalah perilaku negatif. Bagaimana bisa ini terjadi pada suatu negeri? Negeri dengan jumlah penduduk terbanyak. Negeri yang mayoritas penduduknya muslim. Akan tetapi perilakunya jauh dari cerminan seorang muslim.

Jika melihat fakta di atas, tidak salah jika Menteri Pendidikan melakukan perombakan kurikulum berkali-kali. Namun sampai kapankah kurikulum akan terus diganti?

Sudah berbagai jenis kurikulum dicoba, namun hasilnya tetap sama. Bangsa tidak mengalami perkembangan yang signifikan. Perlu adanya evaluasi besar terhadap kurikulum pendidikan di negeri ini. Apa yang salah dari sistem pendidikan sekarang? Apa yang salah dengan sistem pendidikan terdahulu?

Jika saja Menteri Pendidikan berkiblat pada kurikulum pendidikan Islam, tentulah tidak perlu perombakan kurikulum. Bongkar pasang tidak lagi menghiasi kurikulum pendidikan Indonesia.

Jika kita lihat, sesungguhnya Islam membuat sistem pendidikan dengan begitu sempurna. Pendidikan Islam berazaskan aqidah Islam, yang akan membentuk tsaqofah (kepribadian) Islam secara utuh. Sehingga, output yang dihasilkan memiliki kepribadian Islami dan jauh dari kenakalan remaja. Di samping itu, Islam juga membuat output didikannya menguasai IPTEK selain juga memiliki tsaqofah Islam.

Ibnu khaldun merupakan contoh output pendidikan Islam. Beliau adalah pakar kedokteran, namun juga menguasai ilmu agama Islam seperti Fiqih. Kini, bukunya menjadi panduan para dokter di dunia yang dikenal dengan Al Canon atau The Canon.

Demikianlah kiranya Islam mengatur sistem pendidikan dengan sempurna. Output yang dihasilkannya pun tidak hanya ahli dalam satu bidang saja, tetapi ahli dalam berbagai bidang.  

Demikianlah jika pendidikan berazaskan aqidah Islam. Namun pendidikan saat ini bertolak belakang dengan sistem pendidikan Islam.

Pendidikan saat ini berazaskan sekularisme (memisahkan agama dari kehidupan), sehingga agama hanya digunakan untuk satu sisi saja, sedangkan sisi lainnya (seperti biologi, ekonomi) tidak melihat bagaimana Islam mengatur. Sehingga, output dari pendidikan kapitalistik yang berazaskan sekularisme ini adalah generasi yang berusaha untuk “balik modal”.

Demikianlah pendidikan saat ini berjalan, wajar jika outputnya bertindak di luar aturan. Karena sistem pendidikannya kapitalistik dan akan berbuah kapitalistik pula. "Lingkaran setan" yang tiada berujung. []

Annida K. Ummah

Mahasiswa S1 Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Jakarta

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement