Selasa 02 Dec 2025 14:33 WIB

Saat Tiga Provinsi Menjerit: Mengapa Status Bencana Nasional Tak Bisa Ditunda?

Pemerintah perlu menetapan Status Bencana Nasional untuk Sumbar, Sumut, Aceh.

Warga mengevakuasi korban longsor yang hanyut di sungai Batang Anai, Nagari Anduriang, Padang Pariaman, Sumatera Barat, Sabtu (29/11/2025). Berdasarkan data dari BPBD Provinsi Sumatera Barat hingga Sabtu (29/11) pukul 14.00 WIB, jumlah korban meninggal akibat bencana alam di Provinsi tersebut sebanyak 90 orang sementara 86 orang lainnya dinyatakan hilang dan masih dalam pencarian.
Foto: ANTARA FOTO/Beni Wijaya
Warga mengevakuasi korban longsor yang hanyut di sungai Batang Anai, Nagari Anduriang, Padang Pariaman, Sumatera Barat, Sabtu (29/11/2025). Berdasarkan data dari BPBD Provinsi Sumatera Barat hingga Sabtu (29/11) pukul 14.00 WIB, jumlah korban meninggal akibat bencana alam di Provinsi tersebut sebanyak 90 orang sementara 86 orang lainnya dinyatakan hilang dan masih dalam pencarian.

Oleh : Irman Gusman /Senator RI asal Sumatera Barat

REPUBLIKA.CO.ID, Bencana yang melanda Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Aceh dalam beberapa hari terakhir bukan lagi peristiwa alam biasa. Ini adalah rangkaian banjir bandang, longsor, galodo, dan runtuhan tanah yang bergerak tanpa henti. Curah hujan ekstrem telah mengubah ratusan nagari, desa, dan kecamatan menjadi zona krisis.

Data sementara hingga 1 Desember 2025 mencatat lebih dari 120.000 kepala keluarga terdampak, ribuan rumah rusak berat, serta puluhan jembatan putus yang memutus akses antara kota dan kampung. Di beberapa wilayah, seperti Lembah Anai, Malalak, Barus, Tamiang, dan Pidie, jalan nasional amblas, bahkan hilang sama sekali. Ribuan warga terisolasi dan hanya bisa dijangkau melalui jalur darurat.

Di Aceh, luka sejarah seakan terbuka kembali. Gubernur Aceh, Mualem, dengan suara bergetar menyebut bencana ini sebagai “tsunami kedua bagi Aceh.” Kalimat itu menggambarkan betapa dahsyat kerusakan yang dialami daerah tersebut.

Tak Lagi Mampu Menahan Beban

Sebagai Senator dari Sumatera Barat, saya menerima banyak laporan dari lapangan, baik dari pemerintah daerah, relawan, maupun masyarakat. Banyak daerah telah menyampaikan bahwa mereka tidak lagi mampu membiayai penanganan darurat, apalagi pemulihan pascabencana yang membutuhkan dana besar dan waktu panjang.

Kapasitas fiskal banyak daerah semakin tergerus. Bahkan sebelumnya, Gubernur Sumbar Mahyeldi sempat meminta pemerintah pusat membiayai gaji ASN daerah—sebuah tanda bahwa ruang fiskal provinsi memang sangat tertekan. Ketika anggaran rutin pun menipis, bagaimana mungkin penanganan bencana berskala raksasa ini dapat ditangani sepenuhnya oleh daerah?

Karena itu saya menyebut bencana ini bukan hanya “tsunami kedua” seperti di Aceh, melainkan “tsunami plus”, karena bukan satu provinsi yang luluh lantak, tetapi tiga: Aceh, Sumut, dan Sumbar. Skalanya lintas wilayah, lintas batas, dan lintas kemampuan.

Mengapa Status Bencana Nasional Mendesak?

Ada celetukan: “Untuk apa status Bencana Nasional? Bukankah pemerintah pusat sudah bekerja?” Pernyataan itu keliru membaca realitas.

Status Bencana Nasional bukan soal gelar administratif. Ia adalah pintu masuk koordinasi lintas kementerian, mobilisasi penuh TNI-Polri, percepatan logistik, dan penggunaan sumber daya nasional tanpa batasan birokratis.

Dengan status itu, pemerintah dapat:

  1. Mengerahkan alat berat secara terintegrasi dan masif.
  2. Mengaktifkan operasi kemanusiaan terpadu lintas lembaga.
  3. Mempermudah pendanaan rehabilitasi dan rekonstruksi.
  4. Memangkas hambatan administratif penanganan darurat.
  5. Menjamin suplai logistik tanpa henti untuk wilayah terisolasi.

Tanpa status tersebut, penanganan akan tetap sporadis dan hanya menyelesaikan gejala jangka pendek, bukan akar masalah jangka panjang. Setiap jam yang terlewat, nyawa yang dipertaruhkan.

Negara Harus Hadir Sepenuhnya

Dalam kapasitas saya sebagai Senator, saya telah mengirim surat resmi kepada pemerintah pusat. Tim saya di Sumatera Barat juga terus bergerak memberikan bantuan, namun saya harus jujur: upaya lokal tidak lagi cukup.

Kerusakan terlalu luas. Waktu terlalu sempit. Akses masih banyak yang tertutup. Sementara warga di kampung-kampung yang terisolasi hanya bisa berharap dari kejauhan.

Karena itu, saya memohon sekaligus mendesak pemerintah untuk mempertimbangkan penetapan Status Bencana Nasional untuk Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Aceh. Ini bukan tuntutan politik. Ini adalah panggilan kemanusiaan dari daerah-daerah yang sedang berjuang mempertahankan hidup warganya.

Negara yang besar adalah negara yang tidak membiarkan rakyatnya berjuang sendirian saat bencana datang. Hari ini, masyarakat di tiga provinsi itu sedang menunggu—bukan janji, tetapi keputusan.

Jangan biarkan mereka menunggu lebih lama.

Jangan biarkan nyawa hilang karena keterlambatan.

Kami di DPD RI adalah suara daerah. Dan hari ini suara itu berseru lantang:

Tiga provinsi menjerit. Sumatera butuh negara hadir sepenuhnya—sekarang. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement