
Oleh : Ketua DPD RI Sultan B Najamudin.
REPUBLIKA.CO.ID, Pada 9 November, Indonesia secara resmi mendeklarasikan Hari Demokrasi Hijau dalam sebuah acara besar yang dihadiri oleh lebih dari 25.000 orang. Acara tersebut bertajuk Green Democracy Fun Walk, yang dihadiri para Duta Besar negara sahabat, para pemimpin pemerintahan, tokoh masyarakat, pelajar, dan masyarakat dari berbagai kalangan.
Kini, Demokrasi Hijau telah menjadi sebuah gerakan besar di Indonesia. Sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, Indonesia kini mengusung Demokrasi Hijau sebagai strategi pembangunan baru.
Untuk memperingati Hari Demokrasi Hijau tahun depan, Senat Indonesia (DPD RI) berencana menyelenggarakan Konferensi Dunia Demokrasi Hijau tentang Hutan Tropis, sebagai wujud nyata dari agenda Diplomasi Hijau Parlemen Indonesia.
Mengapa Indonesia mempromosikan Demokrasi Hijau yang kebetulan merupakan gagasan saya sendiri? Jawabannya sederhana: karena di banyak negara, demokrasi telah mencapai titik jenuh.
Demokrasi sering kali justru menjadi sumber masalah ketika kepastian hukum, keadilan, dan hak asasi manusia diabaikan.
Bahkan di negara-negara demokratis, program pembangunan sering dilaksanakan dengan mengorbankan kelestarian lingkungan, yang memicu berbagai bencana alam, kelaparan, dan penyakit.
Hutan-hutan menghilang, sungai-sungai mengering, krisis air meluas, lahan pertanian beralih fungsi sehingga menimbulkan kekurangan pangan, jutaan orang menderita penyakit pernapasan, dan berbagai bahaya lain kini mengancam miliaran jiwa di seluruh dunia.
Semua ini terjadi karena apa yang saya sebut sebagai kebijakan pembangunan tanpa warna hijau (Green-less development) dan perlakuan yang ceroboh terhadap alam.
Itulah sebabnya, Demokrasi Hijau bisa menjadi strategi baru dan seruan bersama bagi komunitas COP.