REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Selamat Ginting*
Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Mohamad Tonny Harjono menjajal langsung pesawat angkut berat Airbus A400M pertama milik Indonesia di Sevilla, Spanyol, Kamis (23/10/2025) pekan lalu. Dalam penerbangan uji yang dilakukan di fasilitas Airbus Military Limitada Sociedad (AMSL), Marsekal Tonny ikut terbang bersama tim uji Airbus menggunakan pesawat A400M dengan nomor registrasi A-4001.
Tidak ada kode iklan yang tersedia.
Pesawat itu nantinya efektif untuk mengangkut personel, antara lain bagi personel Korps Pasukan Gerak Cepat (Korpasgat) TNI Angkatan Udara. Di tengah dinamika geopolitik Asia yang kian kompleks, kekuatan udara menjadi faktor penentu bagi pertahanan negara modern.
Namun, kekuatan udara tidak hanya ditentukan oleh jumlah pesawat tempur atau kecanggihan radar, melainkan juga oleh kemampuan untuk menguasai dan mempertahankan pangkalan udara, sebuah titik vital yang menjadi jantung operasi militer. Dalam konteks inilah, keberadaan Korpasgat menjadi sangat strategis.
Tak hanya di langit
Bagi banyak orang, TNI Angkatan Udara identik dengan pesawat tempur dan operasi di udara. Padahal, di balik kekuatan itu ada pasukan darat yang justru menjadi penjaga utama kedaulatan udara Indonesia, yakni Korpasgat, yang dulu dikenal sebagai Paskhas.
Korps ini bertanggung jawab atas pengamanan pangkalan udara, perebutan lapangan udara musuh, pengendalian udara di medan tempur, hingga operasi khusus lintas matra. Dengan kata lain, Korpasgat adalah penyambung antara dunia udara dan darat dalam sistem pertahanan nasional.
Dalam dua dekade terakhir, Korpasgat berkembang pesat. Modernisasi alutsista, mulai dari rudal MANPADS Starstreak, radar taktis, hingga sistem komunikasi tempur. Membuat korps ini bertransformasi menjadi pasukan udara modern yang siap dioperasikan dalam skala nasional.
Butuh komando kuat
Jika menengok ke luar negeri, satuan sejenis Korpasgat memiliki peran dan struktur yang sangat kuat. Di Amerika Serikat, misalnya, ada Air Force Special Operations Command (AFSOC) dipimpin Letnan Jenderal (bintang tiga) dan menjadi tulang punggung operasi khusus udara.
Di Tiongkok, PLA Airborne Corps berada langsung di bawah Komando Angkatan Udara, juga dipimpin Letnan Jenderal. Di Rusia, pasukan lintas udara VDV menjadi salah satu kekuatan strategis utama dengan peran yang setara dengan korps darat elite. Dipimpin Kolonel Jenderal (bintang tiga).
Semua contoh ini menunjukkan satu pola: pasukan udara yang memiliki fungsi strategis perlu dipimpin oleh komando tingkat tinggi, bukan hanya sebagai satuan pelaksana teknis.
Layak naik kelas
Korpasgat sebelumnya dipimpin oleh perwira tinggi berbintang dua. Secara struktural, posisi itu masih sebanding dengan fungsi lamanya, sebagai satuan pengamanan dan dukungan operasi. Namun, dengan meningkatnya skala tugas dan tanggung jawab, korps ini sejatinya sudah beroperasi pada level strategis nasional.
Korpasgat membawahi belasan batalyon dan wing yang tersebar di seluruh Indonesia, dari Biak hingga Pekanbaru. Koordinasi lintas matra dan operasi perebutan pangkalan udara membutuhkan kemampuan komando yang luas, cepat, dan terintegrasi dengan unsur udara dan darat lain.
Karena itu, menjadikan Korpasgat sebagai komando mandiri setingkat bintang tiga (Marsekal Madya) akhirnya terlaksana per 20 Agustus 2025 dalam sebuah acara apel gelar pasukan operasional kehormatan militer di Batujajar, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Ini bukan sekadar wacana struktural, melainkan kebutuhan operasional. Dengan demikian, TNI AU akan memiliki tiga pilar utama:
Pertama: Koopsudnas (Komando Operasi Udara Nasional) yang merupakan kendali operasi udara nasional.
Kedua: Kohanudnas (Komando Pertahanan Udara Nasional) yang merupakan pertahanan udara terintegrasi.
Ketiga: Korpasgat (Korps Pasukan Gerak Cepat) yang merupakan kekuatan manuver udara-darat strategis.
 
                     
                     
      
      