
Oleh : Prof. Lely Arrianie, Guru Besar Komunikasi Politik LSPR Institutute Communication and Business
REPUBLIKA.CO.ID, Meninggalnya Affan Kurniawan sang pengemudi ojek online,
tidak saja meninggalkan kesedihan di keluarganya, tetapi sekaligus meninggalkan sesak, marah, dan geram yang tersimpan di tengah masyarakat yang menyaksikannya. Sementara wakil rakyat yang menjadi sebab segala tragedi ini, diam dalam kenikmatan sendiri, besarnya gaji, tunjangan dan segala fasilitas, bergelimang harta dan tahta seolah berdiri pongah diatas penderitaan rakyat yang diwakilinya.
Jika saja tari dan joget tidak mereka pentaskan, setelah keputusan kenaikan gaji dan atau tunjangan perumahan yang puluhan kali nilainya dari upah minimum rata rata propinsi di Indonesia itu, barangkali rakyat tidak terlalu perduli dengan segala yang mereka terima, gaji yang juga ratusan kali lipat dari upah yang diterima rakyatnya, dimana banyak rakyat yang tidak bisa makan, bahkan gaji Guru yang pernah mendidik mereka untuk jadi pintar, punya etika punya rasa simpati, empati dan tepo saliro pada orang lain gajinya cuma tidak sampai 5 persen dari mereka.
Tari dan Gendang Kesombongan
Harusnya musik yang mereka mainkan di Senayan adalah musik keprihatinan, tari dan gendang sebaiknya berirama melankolis sambil menghaturkan sembah "maaf" pada rakyat yang telah memberi peran keterwakilan pada mereka, sekaligus menyatakan kata maaf pada pemberi keputusan pemberian tunjangan perumahan itu, "Maaf kami sangat merasakan penderitaan rakyat yang begitu susah mencari sesuap nasi, kehilangan pekerjaan dan sulitnya menyekolahkan anak, maka atas nama rakyat pula, kami menolak untuk mendapatkan tunjangan perumahan, karna kami semua sudah punya rumah dan mampu menyewa rumah dengan gaji yang kami terima, jikapun kami harus bertarung dengan kemacetan, kami juga ingin merasakan penderitaan rakyat yang sejak sebelum subuh harus bergerak menuju tempat kerjanya atau ketempatnya berusaha lainnya".
Ah, seandainya itu kompak mereka teriakkan, rakyat pasti memuji mereka.
Pascajoget dan tari kenaikan gaji dan tun jangan perumahan itu, muncul lagi tari dan gendang kepongahan, muncul kata "tolol" yang disematkan politisi Nasdem kepada rakyat yang diwakilinya, hanya karena rakyat yang marah meminta agar DPR dibubarkan, ada selebritis yang menjadi politisi membela diri karena rumah yang jauh dan macet, maka merasa layak menerima tunjangan perumahan agar tidak telat untuk rapat. Pertanyaannya, apakah mereka tiap hari mereka rapat? Apakah tiap hari mereka hadir di Senayan? Apakah kala rapat mereka semua bersuara? Sedangkan pada rapat komisi dan paripurna saja bangku pada kosong. Padahal yang akan diputuskan adalah menyangkut kepentingan rakyat.
Jika demikian, mengapa mereka tidak cukup dengan rumah yang mereka miliki, selama ini juga sebelum menjadi anggota dewan, mereka bisa menjangkau jarak yang jauh tanpa harus diberi tinjangan perumahan. Nalar sosial rakyat benar-benar diganggu dengan segala alibi mereka.